Dua tahun setelah musibah banjir Bima, Nurlatifah dan Purwaningsih mengkaji bahwa bahwa curah hujan pada tanggal 20 Desember 2016 berada pada kisaran 10 - 20 mm/hari, sedang pada tanggal 21 Desember 2016 curah hujan mencapai lebih dari 80 mm/hari yang secara signifikan dapat menyebabkan terjadinya banjir.Â
Hujan dengan intensitas tinggi di seluruh kota menyebabkan banjir kembali dengan skala yang lebih besar pada tanggal 23 Desember 2016 pada pukul 14.30 WITA di lima wilayah kecamatan (Nurlatifah, 2018  : 8 - 9)  <2>. Tingginya curah hujan yang ekstrim di beberapa wilayah NTB, diantaranya Bima dan Sumbawa dipicu oleh siklon tropis Yvette di Samudera Hindia, selatan Bali sekitar 620 km  sebelah selatan Denpasar dengan arah pergerakan ke utara timur laut.
Topografi kota Bima yang berbentuk cekungan inilah yang membuat 33 kelurahan di 5 kecamatan Kota Bima terendam air bah, luapan dari Sungai Paruga dan sungai Padolo akibat tingginya curah hujan melebihi normal. Bantaran sungai yang melintas kota itu dimanfaatkan sebagai pemukiman, pertokoan dan perkantoran. Hal ini mengurangi wilayah tangkapan air, menyebabkan Kota Bima rawan banjir.Â
Nurlatifah dalam kajiannya menyatakan bahwa banjir besar yang terjadi di kota Bima, bukan hanya disebabkan tingginya curah hujan. Curah hujan juga dari kiriman kawasan lain yang topografinya lebih tinggi dari kota Bima, salah satunya dari kecamatan Wawo. Di kecamatan Wawo terdapat penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukan dan kurang memperhatikan konservasi tanah.
Deskripsi tugas Satgaskes TNI
Tidak sampai setengah jam, kami telah tiba di Paruga Nae, suatu kawasan  yang berfungsi sebagai ruang pertemuan dan taman kota yang terletak di Jl. Soekarno Hatta. Dari bekas dekorasi interior dalam Convention Hall yang masih tersisa, rupanya sebelum banjir Paruga Nae baru saja digunakan  untuk kegiatan pameran. Sesuai saran Dansatgaskes, gedung dan area halaman Paruga Nae kami manfaatkan untuk menggelar Rumah Sakit lapangan (Rumkitlap) TNI.Â
Dalam waktu 2 jam, seluruh unit tenda Rumkitlap TNI dari Yonkes 2 Kostrad dan Yonkes 1 Marinir sudah tergelar. Untuk tenda pendaftaran dan rawat jalan karena berada di halaman yang relatif rendah dibanding lokasi lainnya, Satgaskes mendapat dukungan pinjaman palet kayu dari Kantor Dolog Bima, yang kami manfaatkan untuk meninggikan lantai.
Sengaja kami tempatkan 2 unit tenda Yonkes 2 Kostrad di dalam gedung dengan pertimbangan memanfaatkan fasilitas pendingin ruangan untuk memberi kenyamanan pasien yang perlu rawat inap khususnya anak dan wanita. Pengalaman pada bencana gempa di Yogyakarta, Satgaskes TNI AL juga menggunakan ruang-ruang Gelanggang Olahraga Universitas Yogyakarta (UNY) sebagai Rumah Sakit Darurat berkemampuan 2 kamar operasi.Â
Saat kami sedang merakit tenda perawatan di dalam gedung Paruga Nae itu, Kepala BNPB dan Forkompinda Bima tiba untuk meninjau kesiapan pelayanan Rumkitlap TNI. Menjelang waktu sholat Asyar, seluruh jenis pelayanan kesehatan yang telah siap melayani pasien.
Pasien mulai berdatangan bergelombang, Paruga Nae memang letaknya strategis di tengah kota dan mudah dijangkau warga dari berbagai penjuru kota.Bima. Kelak setelah dilakukan evaluasi, data kunjungan pasien setiap hari menunjukkan peran Rumkitlap TNI sangat berarti bagi warga Bima. Tingginya angka pengunjung Rumkitlap TNI disebabkan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Fasilitas pelayanan kesehatan dasar di kota Bima sebagian besar lumpuh karena selain fasilitas kesehatan masih dipenuhi lumpur, material kesehatan rusak, juga karena para tenaga kesehatan masih fokus mengurus keluarga dan rumahnya yang juga menjadi korban musibah banjir