Ini adalah kegagalan kedua, empat anggotanya gugur sebelum peleton mereka tiba di lokasi yang menjadi sasaran serangan. Sebagai staf operasi tentu hal ini harus dipertanggungjawabkan, meskipun seperti selama ini terjadi pada berbagai operasi, kerugian personel sudah diperhitungkan dalam proses perencanaan sebagai perkiraan korban.Â
Kalkulasi tempur yang dipelajarinya di Sekolah Perwira PETA sangat berguna sebagai perwira satuan tentara Republik yang baru berdiri. Namun tidak seperti pada serangan sebelumnya di mana kontak dengan lawan sesuai dengan rencana yaitu mereka sudah berada di daerah sasaran.Â
Sedangkan pada dua kali serangan terakhir, mereka seperti dicegat Belanda di saat masih pergeseran maju menuju sasaran. Mengapa bisa terjadi? Kapten Wicaksono sebagai perwira staf operasi batalyon bertanya kepada dirinya sendiri.
Berita gugurnya prajurit di berbagai front pertempuran merupakan hal yang biasa. Takdir, sebagai pupuk bagi tumbuh dan tegaknya kemerdekaan, kematian yang tidak akan pernah sia-sia, mati  syahid, adalah rangkaian kalimat yang akan selalu terulang dalam briefing atau rapat staf. Itulah penekanan yang disampaikan Komandan Batalyon dengan permintaan agar diteruskan kepada para bawahan untuk menjaga moral dan semangat bertempur.Â
Tak perlu berpikir mengapa pemerintah republik seakan lamban bertindak dalam perang yang seharusnya dikedepankan daripada perundingan yang semakin merugikan posisi penguasaan teritorial Republik.Â
Perintah Danyon, soal perang dengan pemerintah kolonial Belanda itu urusan pemerintah pusat, tugas kita adalah memenangkan pertempuran di sektor yang menjadi wilayah tanggungjawab batalyon mereka. Â
Justru karena amanat mempertahankan dan memperluas sektor penguasaan wilayah itulah upaya mengganggu patroli pasukan Belanda intensif dilakukan.Â
Selama ini selalu berhasil, meskipun tidak selalu menimbulkan kerugian yang signifikan bagi unit patroli Belanda , setidaknya hal itu menunjukkan bahwa Republik Indonesia masih berdiri dan memiliki tentara. Namun pada dua kali serangan yang sebenarnya langsung ditujukan untuk menggempur pos Belanda, gerakan senyap pasukannya justru lebih dulu terdeteksi militer lawan.Â
Beruntung mereka bisa sampai ke lokasi pengunduran karena mereka unggul dalam pengenalan medan dibanding pasukan Belanda yang mencegat mereka. Saat dia berpikir keras tentang kemungkinan mereka dicegat dan bukan pertempuran perjumpaan, Kopral Sayidin menghadap untuk mengantar jatah makan siang nasi sayur nangka dan ikan asin terbungkus daun jati.
"Kasihan Khumaedi Kep" ucap Sayidin sambil meletakkan jatah makan siang.
"Ya, aku sudah mendengar dari Dantonmu"
"Dia kena di pangkal pahanya, darah menyembur seperti air muncrat dari pipa. Dia menitipkan senjatanya ke saya, dan bilang agar dia ditinggal saja".