Selain berdasar tujuan, penyelaman juga dibedakan berdasar alat yang dipakai, menurut ketinggian dari permukaan laut dan menurut jenis gas pernafasan yang dipergunakan. Sebagai contoh menyelam di danau atau sungai yang terletak ketinggian pegunungan (high altitude diving) memerlukan penghitungan prosedur dekompresi yang berbeda dengan penyelaman di kedalaman air laut.
Meskipun tergantung tujuannya, operasi penyelaman secara umum akan melibatkan personel yang terdiri dari berbagai kualifikasi dan ragam jabatan. Organisasi penyelaman terdiri atas komandan penyelaman, pengawas, penyelam, tim pendukung (pembantu umum, pencatat waktu, teknisi, dokter ahli dan paramedis kesehatan penyelaman, serta perwira dan anak buah kapal) dan koordinator ilmiah pada operasi penyelaman untuk tujuan riset ilmiah.
Susunan organisasi operasi penyelaman menunjukkan adanya standar prosedur operasi sebagai bagian dari manajemen resiko. Resultante berbagai variabel resiko dari aspek lingkungan, status kesehatan dan kecakapan penyelam, kondisi alat perlengkapan serta teknik penyelaman dapat berupa kerugian material maupun kematian penyelam. Oleh karena itu kehadiran tim dukungan kesehatan untuk mengatasi problem kesehatan penyelam, khususnya kegawatdaruratan yang mengancam jiwa penyelam merupakan kebutuhan yang tidak boleh diabaikan.
Pada operasi SAR dan pencarian VCR serta FDR pesawat Lion Air JT 610, Satgas TNI AL menyertakan unsur kesehatan yang terdiri dari personel medis dokter dan paramedis serta teknisi kesehatan penyelaman dan hiperbarik. Tim medis dilengkapi dengan ambulans hiperbarik yang onboard di KRI Leuser 924. Tim kesehatan penyelaman dari Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL di Surabaya dan RSAL dr. Mintoharjo Jakarta terlibat mendukung kegiatan yang berhasil menemukan FDR pada 3 November  2018 dan menemukan VCR pada 14 Januari 2019.
Peran kesehatan penyelaman dan hiperbarik
Pada dasarnya manusia adalah mahluk darat dan hidup di lingkungan dengan tekanan 1 atmosfir, yaitu tekanan udara di atas permukaan laut. Pada lingkungan di bawah air, semakin dalam melakukan penyelaman, seorang penyelam akan mengalami tekanan yang semakin meningkat; terpapar suhu yang semakin dingin serta situasi yang semakin gelap. Oleh karena terhadap setiap penyelam, bukan hanya penyelam militer, para pekerja Caisson atau pun penyelam komersial, para penyelam untuk olahraga pun harus memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental.
Terdapat kontra indikasi absolut yaitu kondisi kesehatan sesorang yang menyebabkan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk menjadi penyelam. Juga terdapat kondisi kesehatan tertentu yang membuat seorang calon penyelam tidak memenuhi syarat yang bersifat sementara. Selain pemeriksaan kesehatan bagi calon penyelam, terhadap mereka yang sudah berstatus penyelam aktif pun diberlakukan ketentuan pemeriksaan kesehatan berkala.
Oleh karena itu seyogyanya para penyelam aktif memiliki Kartu Kesehatan Penyelam yang ditandatangani dokter. Hasil pemeriksaan kesehatan berkala tersebut dapat berupa rekomendasi yang menyatakan bahwa seorang tidak cakap menyelam permanen dan sementara. Mereka yang akan dan setelah melakukan perjalanan dengan pesawat terbang pun diberlakukan pembatasan menyelam.
Maka keberadaan dokter kesehatan penyelaman dan hiperbarik maupun dokter spesialis kedokteran kelautan menjadi penting dalam upaya pembinaan kesehatan penyelam dalam rangka mendukung pengembangan olahraga bawah air dan upaya kesehatan serta keselamatan kerja para penyelam komersial dan penyelam militer. Untuk memenuhi kebutuhan internal TNI AL melalui Pusat Pendidikan Kesehatan Kodiklat TNI AL pernah memiliki program khusus pendidikan perwira kesehatan penyelaman dan hiperbarik selama 3 bulan. Materi kesehatan penyelaman tersebut kini terintegrasi dalam Pendidikan Perwira Fungsi Kesehatan (Dikpafungkes) selama 6 bulan sebagai bagian dari pendidikan pengembangan.
Lulus dari program pendidikan pengembangan tersebut, para dokter TNI AL memiliki kewenangan diantaranya adalah melakukan pembinaan kesehatan para penyelam termasuk kewenangan menyatakan status kecakapan penyelam, melakukan dukungan pada tugas operasi tempur dan latihan penyelaman TNI/TNI AL serta bertindak sebagai tenaga medis operator Ruang Udara Bertekanan Tinggi ( chamber hiperbarik) dalam penanganan penyakit akibat penyelaman maupun berbagai kegiatan kesehatan keangkatanlautan.  Namun bukan hanya dokter pendidikan brevet kesehatan penyelaman dan hiperbarik, sebagai negeri bahari yang ingin menjadi poros maritim dunia, Indonesia memerlukan kehadiran dokter spesialis kedokteran kelautan yang jumlahnya relatif masih sedikit dibandingkan besarnya potensi yang harus dikelola.