Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengungkapkan laporan final hasil investigasi terhadap insiden kecelakaan pesawat maskapai Lion Air JT 610 ke publik. Ada sembilan temuan yang diungkap KNT terkait dengan kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air, yang terjadi setahun silam (tekno.kompas.com, 25 Oktober 2019).
Berita tersebut sayup berhembus, kalah dengan riuhnya wacana tentang susunan Kabinet Indonesia Maju, khususnya tentang Mendikbud dan Menag yang profilnya  di luar kelaziman. Demikian dinamisnya situasi nasional sehingga suatu peristiwa juga segera tergilas hilang oleh peristiwa lain, khususnya situasi pemilu yang membuat masyarakat terpolarisasi oleh pilihan politik.
Masyarakat segera melupakan musibah dramatis yang  sebenarnya juga memerlukan perhatian serius terkait evaluasi dan upaya preventif agar tidak terulang lagi dari aspek penerbangan maupun upaya SAR yang aman. Tercatat bahwa misi SAR pesawat Lion Air JT 610 ditandai dengan kerugian meninggalnya seorang penyelam relawan saat melaksanakan tugas.
Setiap peristiwa musibah selalu mengundang perhatian terkait nilai kemanusiaan, apalagi bila terjadi korban massal, meskipun telah penulis sebutkan hal itu segera lepas dari atmosfir perbincangan karena demikian berkelindannya berbagai arus informasi. Demikian pula musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 Â setahun yang lalu juga menyita perhatian masyarakat karena pemberitaan interoperabilitas berbagai sumber daya nasional yang dikerahkan untuk proses pertolongan dan pencariannya, meskipun kemudian lenyap tergusur berita tahun politik.
Sumber daya tersebut berasal dari berbagai instansi pemerintah, potensi masyarakat dan relawan yang secara operasional di bawah kendali Basarnas. Salah satu sumber daya yang diperlukan dalam proses SAR dan upaya penemuan Voice Cockpit Recorder (VCR) dan Flight Data Recorder (FDR) adalah profesi penyelam.
Dalam mendukung misi SAR, pencarian FDR dan VCR, TNI AL mengerahkan alut sista kapal perang jajaran Pushidrosal, serta personel berkualifikasi pasukan khusus dari Dinas penyelamatan Bawah Air (Dislambair), Satkopaska Koarmada I dan personel Yontaifib Pasmar 1 untuk mendukung misi SAR dan pencarian FDR dan VCR. Sebagai unit elit yang dibentuk untuk melaksanakan operasi khusus, tentu kendala, bahaya dan ancaman yang mengakibatkan kegagalan operasi dipertimbangkan dengan cermat oleh personel satuan-satuan tersebut.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan resiko kegagalan operasi penyelaman menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana penyelaman, diantaranya adalah lingkungan atas air maupun bawah air. Kondisi permukaan air meliputi cuaca, arah angin, arah kecepatan arus serta tinggi ombak dan sinar matahari.
Sedangkan kondisi lingkungan bawah air yang menjadi dasar penentuan pemilihan personel, peralatan dan teknik penyelaman adalah komposisi dasar laut, kejernihan air, keceparan arus, temperatur, dan berat jenis air. Hal-hal tersebut dapat membahayakan bukan saja penyelam, namun juga kapal yang menjadi pos komando taktis operasi penyelaman. Dengan demikian diperlukan koordinasi yang baik antara komandan penyelaman dalam bekerja sama dengan komandan kapal sebagai penentu olah gerak kapal untuk mendukung keberhasilan operasi penyelaman.
Perencanaan operasi penyelaman
Kesuksesan serta keamanan operasi penyelaman ditentukan oleh penyusunan rencana yang matang. Berbagai faktor harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana penyelaman yaitu tugas dan tujuan penyelaman, situasi dan kondisi lingkungan penyelaman, kualifikasi penyelam serta peralatan selam yang memadai dan sesuai tujuan penyelaman.
Operasi penyelaman untuk tujuan SAR hanyalah salah satu dari dari berbagai jenis penyelaman menurut penggolongan tujuan. Dikenal beberapa jenis penyelaman menurut tujuannya yaitu penelitian ilmiah, fotografi, penyelaman goa di bawah air, penyelaman kawasan kutub, SAR, Salvage (mengangkat atau memindahkan material yang mengganggu alur pelayaran), penyelaman militer dan pencarian benda-benda berharga yang terpendam di dasar laut.