Menjelang Raja turun tahta, para abdi mengemas perkakas istana.
Raja mulia bertitah, hanya miliknya yang akan dibawa.
Cermat para abdi bekerja,
Memilah perkakas perbendaharaan negara.
Satu cermin terpasang di ruang utama,
Tidak termasuk perkakas yang diusung.
Berbingkai kayu diukir pengrajin ternama.
Di depan cermin abdi menjadi bingung.
Bukan muncul wajah abdi yang pucat.
Namun gambar berputar aneka peristiwa.
Tentang raja dipuja juga dihujat.
Tentang jalan, pasar, bendungan, juga cerdik cendekia kecewa.
Abdi melepas cermin dari penggantung.
Di sisi belakang tersemat kalimat diukir halus.
Abdi istana mengerti tak lagi bingung.
Di hati dia mengeja kata : hanya untuk yang jujur dan tulus.
Kini abdi memahami alasan cermin tidak dikemas.
Agar raja berikutnya dapat melihat diri yang pantas.
Semua peristiwa dan catatan titah hikmat dan bernas,
Dinilai oleh rakyat yang cerdas.
Abdi istana kembali memasang cermin,
Akan jujur dan tulus dia berjanji tetap berani.
Dia bergumam apakah di sini raja pernah bercermin?
Entahlah, karena masih ada cermin nurani.
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 20102024 (187/129)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H