Jakarta Maret 1999
Apa yang terlintas di benak pembaca ketika melihat foto di atas? Itu adalah pasukan Penindak Huru Hara (PHH) TNI pada tahun 1998. Sedang yang di bawah adalah foto Pasukan PHH Brimob Polri pada tahun yang sama.
Tugas kedua pasukan PHH tersebut pun sama, yaitu mengendalikan unjuk rasa mahasiwa pro-reformasi. Yang berbeda adalah perlengkapan pelindung tubuh mereka. Brimob mengenakan protektor lengkap, sedang pasukan TNI mengenakan baju tambahan ala mantel jas hujan.
Saya melihat seragam pasukan PHH TNI pada Maret 1999, ketika belum satu minggu tinggal di Jakarta. Saya baru pindah tugas ke Jakarta, meninggalkan Timor Timur yang kacau balau. Saat krisis moneter dan mahasiswa mulai turun ke jalan 1998, saya masih di Dili Timor Timur.
Karena masih transit di Detasemen Markas Lantamal II Jakarta, saya mendapat tugas jaga di Mako Garnisun Tetap (Gartap) Â I Jakarta. Tengah malam kami delapan orang dengan mobil patroli menyusuri jalan-jalan utama pusat kota. Â Â
Tampak di beberapa tempat masih berdiri tenda-tenda pasukan pengamanan. Pasca gelombang demo mahasiswa, belum seluruh pasukan kembali ke barak. Di dalam tenda pengamanan itulah saya melihat personel pasukan PHH TNI yang masih siaga.
Personel Pasukan PHH, mengenakan seragam PDL TNI yang dilapis rangkapan pakaian khusus. Bentuk pakaian ini seperti ponco jas hujan, bertanda tulisan PHH warna kuning di punggung. Ciri khusus lainnya adalah motif loreng khusus PHH warna dasar hijau Olive dan motif hitam.
Seragam unik pasukan PHH produk kebijakan Badan Perbekalan (Babek) ABRI sekarang masih dijual online. Bahkan pakaian PHH menjadi koleksi pakaian loreng dari masa ke masa oleh kelompok military enthusiast.
Krisis ekonomi 1998 mungkin berimbas pada keterbatasan anggaran pengadaan perlengkapan yang layak untuk pasukan PHH. Sementara mobilisasi pasukan dari luar Jakarta dalam jumlah yang relatif besar sehingga perlengkapan PHH tidak cukup.