Mohon tunggu...
Puji Lestari
Puji Lestari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pharmacist - rain lover - journalist wanna be - choleric melancholic - vitamin C addict - bookworm\r\n\r\nTulisan saya yang lain ada di http://puchsukahujan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Batavia Arrack van Oosten

2 Maret 2012   00:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:39 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema punya kerjaan jaga apotek. Terlalu sering berbohong. Bagaimana tidak, jika setiap saat ada anak muda beli dextro beratus-ratus butir. Mau gak mau aku bilang gak punya, meski di belakang rak bertumpuk-tumpuk tablet obat batuk itu. Harganya sih tak seberapa, cuma 50 rupiah sebutirnya, jadi cukup dengan 5000 saja sudah bisa mabok berhari-hari. Anak muda zaman sekarang memang cukup kreatif, obat batuk bisa disulapnya menjadi minuman setan.

Tadi pagi denger berita soal ciu atau istilah kerennya yang agak kebarat-baratan, Batavia Arrack van Oosten, minuman keras khas daerah Banyumas dan Bekonang. Ciu ini mengandung kadar alkohol (terutama jenis etanol) yang cukup tinggi, sekitar 30-40%. Parahnya, minuman beralkohol ini dijual bebas di warung-warung dengan berbagai pilihan rasa: cisprite (ciu dan sprite), cikola (ciu dan coca-cola), ciut (ciu dan nutrisari), cias (ciu dan wedang asem), ciu tiga dimensi (ciu dicampur bir dan kratingdaeng), ciu empat dimensi (ciu dicampur dengan bir, kratingdaeng, dan sprite), kidungan (ciu dengan air rendaman tanduk kijang). Harganya pun murah, sangat pas dengan kocek penikmat ciu yang sebagian besar adalah ‘kaum bawah’ semacam preman pasar dan pemuda-pemuda pengangguran.

Memang, otak bangsa ini sudah diracuni dengan hal-hal yang berwujud kenikmatan duniawi. Miras sudah mendarah daging bahkan disebut tradisi. Gak mampu beli miras yang bermerk dan produk impor dari LN, bisa ngeracik sendiri miras lokal yang telah sukses mengantarkan peminumnya buat nge-fly. Gak tanggung-tanggung lagi, nge-fly-nya gak cuma sampai the third sky, tapi langsung ke langit ke tujuh bersama ‘para malaikat’ (baca: mati).

Otaknya si pengusaha juga sudah teracuni dengan segepok harta. Bayangkan saja, penghasilan juragan ciu Rp 9,6 juta per bulan seperti yang dilansir oleh Tribun, Juni 2011 lalu. Otaknya pemda juga ikut-ikutan mendem, beratus-ratus botol ciu itu diangkut menggunakan mobil plat merah kepunyaan pemda setempat. What a hell!

Konon, asal mula ciu ini merupakan tradisi menyimpang keraton. Pada abad ke-17,kerajaan mulai mengembangkan berbagai budidaya seperti gula tebu dan beras. Dari dua komoditi itu kemudian dibuatlah anggur yang terbuat dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan kelapa. Minuman ini diproduksi sejak akhir abad ke-17 sampai abad ke-19 dan merupakan minuman populer di Eropa, terutama Swedia.

Pada waktu pemerintahan raja-raja, terdapat tradisi pada acara-acara pesta panen raya atau penyambutan tamu-tamu kerajaan dengan mengadakan pesta dan tarian tradisional. Acara-acara ini marak setelah Belanda masuk campur tangan. Pada acara acara tersebut pasti ada acara minum-minuman keras “Ciu Bekonang” untuk mabuk-mabukan, baik di kalangan punggawa kerajaan maupun rakyat di sekitar kerajaan. Wah…wah…rupanya bangsa ini sudah mewarisi kebodohan nenek moyangnya. Mau saja diperalat dengan ‘racun berwujud madu’.

Pemerintah pun tak punya ketegasan secara hukum, tengok saja Keppres No.3 Tahun 1997 tentang pengaturan minuman keras dimana miras diatur dalam 3 golongan, yaitu golongan A dengan kandungan alkohol 0-5 persen, B antara 5-20 persen, dan C antara 20-55 persen, dengan kebijakan yang sangat longgar tentunya. Sempat menjadi polemik ketika Perda Miras di tiap daerah hendak dihapuskan. Terbukti kan betapa sangat permisifnya bangsa ini terhadap minuman haram itu? Pelaku tragedi Tugu Tani yang jelas-jelas mengemudi dalam kondisi mabok saja tak memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Mau dibawa kemana bangsa ini?? Ah, jadi ingat kata Ustadz Sulkhan Zaenuri dalam kajian KRPH kemarin, bahwasanya kita wajib mentaati ulil amri (pemimpin) selama ulil amri itu taat kepada Allah dan Rasul. Bagaimana jika ulil amri sudah tak lagi menjadikan Al Qur’an sebagai referensi dalam pengambilan kebijakan, pembuatan undang-undang, dan penegakan hukum? Silakan berapologi bahwa bangsa ini begitu plural, tak hanya muslim. Tapi sejujurnya, kalau kita mau cermati, tak ada satu ajaran agama pun yang menghendaki kemungkaran di muka bumi ini.

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (Al-Maadiah: 90-91)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Jibril mendatangiku dan berkata, 'Ya Muhammad, sesungguhnya Allah SWT melaknat khamr, orang yang memerasnya, yang meminta peras, peminumnya, pembawanya, orang yang menerimanya, penjualnya, pembelinya, yang memberi minum dan yang diberi minum'," (Shahih lighairihi, HR Ahmad dan Ibnu Hibban)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun