Mohon tunggu...
Puan
Puan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

berlabuh bersama dengan pikiran di atas tulisan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen : Senja Bersama Nenek: Kunang-Kunang

10 April 2024   21:35 Diperbarui: 10 April 2024   22:07 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ada suatu kebiasaan yang selalu aku lakukan setiap menjelang sore. Menatap senja bersama Nenek melihat hamparan sawah hijau di depan rumahnya. Tak lupa, wedang ronde khas buatan Nenek menemani kami berbincang setiap sore. Berbincang setiap sore bersama Nenek selalu terasa asik. Mendengar dongengnya membuatku ikut terhanyut seakan sedang menapakkan kaki di dunia itu. Saat ini, aku dan Nenek sedang menatap hamparan sawah yang luas di depan kami. Langit jingga dan matahari yang mulai tenggelam seakan ikut menyelimuti tubuh kami. Aku dengan saksama melihat kunang-kunang yang berhamburan di atas sawah, sedang apakah mereka?

Aku memutuskan untuk membuka obrolan sore itu bertanya asal seputar kunang-kunang.

"Nek, kunang-kunang itu kenapa bisa mengeluarkan cahaya ya?".

Nenek melihatku tersenyum, kemudian meminum seteguk wedang ronde hangatnya lalu berkata pelan

"Mereka itu binatang hebat Ndok, setiap malam mereka yang keliling sawah kita untuk berjaga. Cahayanya ya untuk menerangi padi-padi biar ga ketakutan, ya to?" Ia terkekeh pelan selepas menjawab pertanyaan ku dengan suara khasnya.

"Nek, aku bertanya serius loh, apa mereka ga capek keliling sawah kita setiap malam? lalu kalau cahayanya habis gimana? apa bisa di isi ulang, Nek?"

"Hahaha, yo ga bisa La.. Mereka itu kan ciptaan Allah, ya sudah pasti cahayanya tidak akan habis. Alasan kunang-kunang bisa mengeluarkan cahaya karena dia seorang peri penjaga sawah, La. Konon, ia seorang peri yang mempunyai cahaya yang sangat terang dan hanya muncul setiap malam, saking terangnya ada salah satu pemuda yang jatuh cinta padanya, La. Ia terpesona melihat peri itu, mereka saling menyukai satu sama lain dan sering bertemu setiap malam agar bisa berbincang seperti kita sekarang, Ndok. Akan tetapi mereka tidak bisa bersatu karena ia seorang manusia biasa. Suatu ketika, warga lain melihat mereka tengah menatap bintang-bintang di dekat sawah, peri itu pun segera kabur dan memutuskan tidak kembali malam itu. Esok malamnya, ia kembali untuk bertemu pemuda tampan itu. Namun, yang dicari pun tak kunjung datang. Malam-malam berikutnya pun sama, ia kesepian karena pemuda itu tak kunjung menemuinya. 'Apa yang terjadi padanya?' Pertanyaan itu terus berputar-putar dikepalanya tanpa ada jawaban pasti yang membuat ia tenang. Oleh sebab itu, setiap malamnya ia memutuskan untuk berkeliling sawah mencari pemuda pujaan hatinya hingga sekarang, La. Sedih ya, to?" Nenek menatapku sambil menyeruput kembali wedang rondenya.

Aku melihat takjub saat Nenek bercerita tentang kunang-kunang itu. Lalu aku kembali tertegun menatap banyaknya kunang-kunang yang mulai memenuhi sawah. Di mana pemuda itu berada? Mengapa ia tak kembali menemui Sang Peri? pertanyaan-pertanyaan itu pun kini mulai memenuhi kepalaku. Namun, aku berterima kasih kepada Sang Peri karena sudah membantu menjaga sawah Nenek dan Kakekku. Kalau saja aku bisa berbicara pada Peri itu, aku ingin sekali mengajaknya berbincang-bincang dengan kami setiap sorenya dan tak lupa dengan wedang ronde buatan nenek yang tentu akan membuatnya bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun