Mohon tunggu...
Puan Meirinda Sebayang
Puan Meirinda Sebayang Mohon Tunggu... -

perempuan dan jalang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pilihan Tuhan Bukan Berahi

25 Mei 2011   02:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tanganku dingin. Berbatang rokok dan sekumpulan asap membahana di paru-paru lapuk.. malam ini dia akan datang melamar.. Persiapan sepertinya sudah tak masalah.. hidangan telah lengkap dengan lauk pauk mewah.. Kursi tersusun menyambut tetamu.. lantai licin berseka soda.. semua siap untuk menjamu! Gincu dan bedak tebal.. membiaskanku dari keraguan bertumpuk! Ah.. Tapi kenapa aku begitu gelisah.. jantung ini semakin hilang dari ketukannya.. Kutelusuri irama yang tak runtut agar dapat jawabannya.. tapi malah semakin bantut! Takutkah? Bahagiakah? Bingungkah? Malukah? Sedihkah? Marahkah? Aku tidak tahu dan lebih baik tidak mau tahu. Rasa ini benar-benar aneh. Ingin cepat kuakhiri malam.. sangat tidak nyaman! ini bukan AKU! Selepas Maghrib.. Mereka dan mereka berdatangan Kupandangi wajah-wajah yang darahnya juga mengaliri darahku Kupandangi wajah-wajah yang darahnya juga mengaliri darahmu Kupandangi wajah-wajah sahabatku Kupandangi wajah-wajah benalu Kupandangi wajah-wajah malu Kupandangi wajah-wajah kelu Kupandangi wajahku Lalu kupandangi wajahmu Layu Beberapa tersirat ketulusan Beberapa terlihat sombong Beberapa tampak gelisah Beberapa tampak bodoh Beberapa sibuk bertata krama Beberapa pasrah dan kosong Aku? Tak menjejak Kau? Tak bergerak Waktu: 19.40.. Setelah jamuan malam Basa basi mulai dibombardirkan Arogansi mulai terlihat nyata Dudukpun tak bernorma Seperti tak punya agama ah mereka tak paham karma Tapi pejuang tak surut rasa Meski irit kata dan harta Tapi mereka melawan Kau terlebih lagi, menawan Kau ucap janji hingga mereka tersedak Dalam hati aku terbahak Seperti membuang dahak Karena akhirnya mereka terlihat seperti pelawak Kau berhasil Lindu.. Merundung arogansi yang mulai sendu.. Kupandangi orang-orang yang aku kasihi.. Inilah pilihan Tuhan bukan birahi Sekali lagi terima kasih Kau yang kupilih..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun