Mohon tunggu...
Puan Maharani
Puan Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (S1) Universitas Jambi

Saya Puan Maharani sebagai Mahasiswa Program Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (S1) Universitas Jambi, Saya memiliki hobi yaitu suka mendengarkan lagu dan menonton serial atau film, saya juga mempunyai keahlian dibidang editing.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

HUTAN DAN LAHAN JAMBI "MERAH" ULAH KESENGAJAAN MANUSIA

13 November 2022   20:23 Diperbarui: 17 November 2022   05:35 4507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lahan penutup (landcover) di antaranya berupa hutan tropis dan lahan gambut terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2020, terdapat 92 juta ha hutan di Indonesia yang menjadikan kawasan hutan terbesar kedelapan di dunia. Namun, hutan dan lahan Indonesia yang luas sangat rentan terhadap kebakaran hutan. Di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan bukan semata-mata akibat faktor alam tetapi juga tindakan manusia, baik kesengajaan maupun kelalaian. Kebakaran hutan dan lahan adalah kondisi di mana api menyerang hutan dan lahan , yang mengakibatkan kerugian bagi lingkungan dan ekonomi serta mengakibatkan bahaya asap yang mengganggu lingkungan.

Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, terutama setiap musim kemarau, khususnya pada bulan Agustus, September, dan Oktober, atau saat masa transisi. Musim kemarau yang panjang di Indonesia membuat meningkatnya jumlah titik api (hotspot). Pengaruh musim kemarau meningkat dan meluas ke wilayah Sumatera seperti yang terjadi di Provinsi Jambi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan di tahun 2022, yang mana Provinsi Jambi mencatat kebakaran hutan dan lahan dari periode Januari sampai Juni seluas 62,95 ha dan ada 759 titik api (hotspot). Bahkan kebakaran hutan dan lahan terbaru tejadi pada bulan Agustus di Kab. Batang Hari akibatnya lahan seluas 30 ha terbakar dan Pada bulan September di Kab. Sarolangun yang mana luas lahan terbakar 5 ha.

Kebakaran hutan dan lahan bisa terjadi karena faktor alam, seperti sambaran petir yang mengenai pohon kemudian apinya menyebar menimbulkan kebakaran. Faktor alam yang juga memperparah kebakaran seperti El Nino (kemarau panjang), rendahnya intensitas curah hujan (rata-rata Indonesia 2000-3000 mm per tahun), kelembapan udara (rata-rata 78 persen hingga 90 persen), evaporasi air permukaan dan faktor alam lainnya.

Namun, sering kali kebakaran itu juga terjadi akibat kesengajaan ulah manusia. Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab membakar hutan untuk tujuan dan kebutuhan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Bencana kebakaran hutan dan lahan dapat diakibatkan oleh aktivitas warga seperti pembakaran lahan, membuang punting rokok, membakar api unggun ketika berkemah dan penyiapan lahan untuk berbagai bisnis pertanian dan kehutanan.

Seperti kasus kebakaran hutan dan lahan pada Juli tahun 2022 di wilayah hukum kabupaten Tanjung Jabung Barat, yang mana pelaku melakukan tindak pidana membuka lahan dengan cara membakar lahan. Pelaku dengan inisial SH (40) sengaja membakar lahannya dengan maksud menggunakannya untuk membuat sawah. Area seluas hampir 2 ha terbakar akibat tindakan pelaku, yang juga berdampak pada lahann milik orang lain.

Selain kasus tersebut di atas, Putusan Pengadilan Negeri Kuala Tungkal Nomor: 151/PID. B/LH/2020/PN KLT memberikan gambaran yang sama tentang perilaku manusia yang sengaja menyebabkan hutan dan lahan terbakar. Pelaku sengaja melakukan tindak pidana membuka lahan dengan cara membakar selama 2 hari berturut-turut di Dusun Tanjung Harapan, Desa Sungai Dualap, Kecamatan Kuala Betara, Kabupaten Tanjab Barat dan tidak ada upaya yang dilakukan pelaku untuk memadamkan api di lahan yang berisi tanaman kelapa seluas 8 ha serta mengakibatkan polusi udara dan kerusakan ekosistem.

Bahkan sebelum itu, pelaku telah menerima peringatan dari Bhabinkamtibmas mengenai larangan membuka atau mengelola lahan melalui pembakaran, tetapi meskipun demikian, pelaku terus melakukannya untuk membuatnya lebih mudah untuk membersihkan area dan mempercepat pekerjaannya pada anak parit. Atas perbuatannya tersebut pelaku dikenakan ancaman pidana berdasarkan Pasal 108 Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Oleh karena itu, keberadaan hutan dan lahan harus dijaga karena jika tidak dikelola secara efektif maka akan meningkatkan risiko bencana. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita harus menghindari pembakaran hutan atau lahan. Jangan sampai keegoisan seseorang atau badan hukum berujung pada kebakaran hutan dan lahan besar yang akan merugikan banyak pihak karena ingin mendapatkan keuntungan dari pembukaan lahan melalui pembakaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun