Future is mystery, masa depan itu waktu yang gaib. Begitulah masa depan dipahami namun karena itu pula ia selalu ingin direngkuh. Sejak zaman purba, dunia ramal-meralam sudah lumrah digeluti karena masing-masing zaman ingin mengetahui gambaran waktu mendatang. Dan, tidak jarang ramalan itu benar, walaupun umumnya dibarengi dengan mistik.
Artinya, masa depan bukan sama sekali tidak bisa direngkuh. Dalam berbagai film, penelitian ilmiah, dan karya fiksi, masa depan itu diramalkan dengan cukup terang. Bahkan ada pula cabang pengetahuan yang mengajarkan tentang kemungkinan-kemungkinan di masa depan itu. Namanya, futurology atau dalam rancangan kota masa depan disebut planology.Â
Kita butuh keberanian untuk melihat masa depan. Ini bukan semata-mata keberanian untuk menyebut cita-cita masa kecil, namun keberanian untuk melihat perubahan lingkungan, peningkatan hubungan dunia, kemajuan teknologi, dan berbagai resiko yang muncul. Misalnya, hari ini dunia tengah mengkhawatirkan persoalan laju pertumbuhan penduduk dan kesanggupan dunia untuk mencukupi kebutuhan penghuninya.Â
Diperkirakan, pada tahun 2100 mendatang, jumlah penduduk dunia sudah mencapai lebih dari 10 milyar jiwa, sementara kesanggupan dunia untuk menampung penduduk dengan standar hidup Eropa Barat hanya sekitar 2 milyar jiwa. Artinya, sistem dan teknologi pertanian atau pangan hari ini dapat dikatakan akan sulit mengimbangi laju pertumbuhan penduduk di masa depan. Dan, perubahan tersebut juga masih dibarengi dengan segudang persoalan lain seperti polusi, deforestrasi, hilangnya mata air, kerusakan lingkungan dan lain-lain.
Dalam konteks daerah, Nusa Tenggara Barat juga tidak mungkin menghindar dari perubahan dan segala resikonya tersebut. Kita bisa melihat sendiri hari ini, lahan sawah mulai susut sementara pertumbuhan penduduk tetap tinggi. Di sisi lain, lembaga pendidikan di NTB tidak sepenuhnya bisa menjawab kebutuhan terkini masyarakat, sebab karakternya sama yakni lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan di ilmu sosial, agama, pendidikan, dan humaniora.Â
Sebab itu, ketika Dr. Zulkieflimansyah hadir di NTB dengan mendirikan Universitas Teknologi Sumbawa, kehadiran tersebut berarti banyak. Pertama, dia memberikan pandangan baru mengenai persoalan sesungguhnya yang sedang dan akan dihadapi NTB. Bahwa masyarakat NTB harus mulai terbuka untuk melihat perubahan daerahnya dan perkembangan dunia.Â
Ada potensi dan resiko dalam perubahan tersebut, dan bagaimana masyarakat NTB tidak hanya terkena resikonya tapi memanen potensinya. Kedua, dia mendorong masyarakat NTB untuk berani berziarah ke masa depan. Artinya, kita memang tidak boleh melupakan sejarah, tapi kita juga tidak boleh menghindari masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H