Mohon tunggu...
Ptsi888200 23
Ptsi888200 23 Mohon Tunggu... -

Engineer, Earth's civilian

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Masih, Migas???

15 November 2014   18:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:44 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tulisan ini dibuat berdasarkan kegalauan hati seorang engineer yang bekerja di bidang Oil and Gas.."

Bermula dari kebiasaan baru saya di setiap pagi untuk membaca electronic magazines dari media asing, saya mendapatkan banyak new insight tentang isu-isu lingkungan yang sebenarnya sudah sangat nyata efeknya bagi kita namun masih kurang nyaring terdengar gaungnya di negeri tercinta kita ini.

Ya, dari berbagai sumber bacaan di pagi hari, saya baru menyadari betapa Climate Change atau perubahan iklim itu sudah sangat nyata berdampak pada kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi. Kenaikan level air laut, kenaikan temperatur global, lautan yang menghangat, menurunnya luas dan ketebalan es di Arctic, pengasaman air laut, cuaca ekstrim, dan perubahan-perubahan lainnya merupakan contoh dari dampak yang diakibatkan dari climate change.

Saya sudah pernah mendengar tentang ini sebelumnya, dan saya yakin Anda juga sudah familiar mengenai isu ini. Namun selama ini saya hanya menganggapnya sebagai isu yang "nice to know" tanpa menggali lebih dalam mengenai permasalahan ini, apa penyebabnya, apa dampaknya, dan yang paling penting apa yang bisa saya lakukan untuk membantu dunia mengatasi permasalahan ini.

Berbeda dengan Indonesia, jika saya amati dari berita-berita di media asing, akhir-akhir ini ada trend baru di dunia internasional khususnya Amerika Serikat dimana masyarakat disana sudah memberikan perhatian yang cukup besar mengenai Climate Change atau Greenhouse Gas issue.

Sebagai contoh pada 21 September 2014 yang lalu lebih dari 300.000 orang melakukan marching di sepanjang jalan di New York City untuk menyuarakan pesan berisi alarm kepada pemimpin-pemimpin dunia yang akan mengikuti UN summit (konferensi PBB) yang akan membahas sejumlah issue global warming. Marching ini disebut-sebut sebagai "the largest Climate Change demonstration in history." Event ini dihadiri juga oleh sejumlah tokoh terkenal seperti SekJen PBB Ban Ki-Moon, mantan President AS Al Gore, Leonardo DiCaprio, Sting, dan tokoh-tokoh besar lainnya. Pada pemilihan senat baru-baru ini di Amerika Serikat, isu Climate Change ini juga digadang-gadang menjadi isu hangat yang dijadikan patokan para voter untuk memilih wakilnya di konstitusi.

Sorotan dan perhatian yang cukup besar dari masyarakat dunia mengenai Climate Change issue ini seakan terhempas begitu saja di masyarakat Indonesia. Entah karena ketidaktahuan, ketidakpedulian, atau karena negara ini sudah memiliki segudang permasalahan yang menyita perhatian masyarakatnya sehingga isu perubahan iklim ini dianggap tidak terlalu penting.

Di saat dunia sudah memulai menggalakkan penggunaan sustainable energy sebagai pengganti fossil fuel (oil, gas, and coal) yang dianggap sebagai penyumbang terbesar greenhouse gas, bangsa ini masih sibuk membenahi sektor energinya yang carut marut. Indonesia masih sibuk menarik para investor untuk melakukan eksplorasi ladang minyak dan gas yang baru hingga ke deep water Indonesia bagian timur untuk pemenuhan konsumsi energi yang terus membengkak.

Padahal jika ditilik lebih cermat, kita punya segudang resources untuk memampukan negara ini menjadi negara yang mandiri dalam hal pemenuhan energinya tanpa harus bergantung pada sektor migas.

Saya adalah orang yang tidak percaya akan "kebetulan". Bagi saya, bukan kebetulan negara ini membentang di sepanjang garis khatulistiwa yang mana membuat tanah air kita ini mendapatkan sinar matahari sepanjang tahunnya. Kita bisa saja memanfaatkan sinar matahari ini menjadi solar energy. Dan lagi bukan kebetulan pula kita memiliki banyak aliran sungai, yang jika kita cukup serius untuk mengembangkannya dapat digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air atau hydropower. Kita juga memiliki potensi angin yang dapat dimanfaatkan sebagai wind energy. Semua renewable energy ini jika dimanfaatkan, dikembangkan teknologinya, dan diintegrasikan maka dapat memenuhi semua kebutuhan dalam negeri untuk pasukan listrik ke rumah tangga, industri, dan juga transportasi. Khusus transportasi, kita harus pula mulai serius untuk mengembangkan teknologi dan inovasi dalam negara yang mengarah pada transformasi transportasi berbahan bakar fossil fuel ke bahan bakar biogas, hydrogen, atau listrik.

Perkembangan teknologi dan inovasi tentu saja harus dimulai dari tingkat sekolah-sekolah, universitas, dan lembaga penelitian di Indonesia. Khusus di universitas, saya melihat masih minimnya program-program yang memfokuskan pada inovasi teknologi di sektor energi. Bukan karena ketidaktersediaan sumber daya manusia unggulan, tapi lebih kepada karena minimnya semangat pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk mulai serius melakukan transformasi energi. Indonesia masih terus saja bangga untuk mengandalkan sektor migasnya yang minim produktivitas.

Yang menarik dari situasi ini adalah masih melekatnya stereotype atau stigma di masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa bahwa sektor migas merupakan sektor yang "wah". Banyak mahasiswa yang mengidam-idamkan pekerjaan di sektor migas. Perusahaan minyak adalah kebanggaan mereka.

Coba tanyakan saja pada mahasiswa-mahasiswa di kampus-kampus terkenal yang menghasilkan banyak engineer-engineer berkualitas pekerjaan apa yang akan mereka kejar selepas perkuliahan, maka Anda akan mendapati masih banyaknya mahasiswa yang punya ambisi besar di sektor migas. Mereka merasa terlihat lebih keren jika bisa diterima di perusahaan migas. Hal ini saya sampaikan karena saya juga termasuk di dalamnya. Bagaimana saya sejak di bangku kuliah sudah mendapatkan "brainstorming" dari lingkungan khususnya dari senior-senior bahwa bekerja di sektor migas merupakan suatu kebanggaan yang layak untuk dirayakan. Kebanggaan karena kita bisa menimbun pundi-pundi kita dan merasakan kenikmatan dunia yang menjadi idaman bagi setiap orang.

Rasa "kebanggaan" itu pulalah yang membuat saya berani membatalkan kotrak kerja saya dengan suatu perusahaan di luar negeri yang tidak bergerak di sektor migas dan mengejar mimpi saya untuk mencicipi nikmatnya bekerja di sektor migas.

Yah, pada awalnya saya tidak pernah memikirkan lebih lanjut tentang rasa "kebanggaan" saya itu. Yang saya tahu saya akan memiliki masa depan yang cerah dan dapat memenuhi semua kebutuhan saya. Saya hanya memikirkan saya, saya, dan saya. Sampai pada suatu hari saya menonton sebuah tayangan di National Geography yang menginformasikan penurunan populasi beruang kutub karena perubahan lingkungan tempat mereka hidup. Lapisan es di laut menipis, semakin singkatnya musim dingin di kutub utara yang berarti semakin singkatnya waktu mereka untuk berburu makanan. Dalam 20 tahun ke belakang periode "tanpa-es" di kutub terus meningkat, akibatnya berat badan rata-rata beruang kutub menurun 15%, sehingga menyebabkan angka reproduksi terus menurun pula.

Mungkin Anda berpikir mengapa kita harus pusing memikirkan beruang es di kutub sana. Tapi yang saya tahu, Anda dan saya masih hidup di bumi yang sama dimana beruang-beruang es itu hidup. Kita hidup di bumi yang saling terhubung satu sama lain, artinya segala sesuatu yang kita lakukan di belahan bumi ini akan berimbas pula ke makhluk hidup lain di belahan bumi yang lain. Jadi, kita tidak dapat begitu saja menutup mata dan telinga kita.

Tayangan itu pula yang sudah membukakan mata saya betapa penggunaan fossil fuel telah mengancam manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini. Betapa kita sebagai manusia terlalu egois untuk hanya mengejar pemenuhan pribadi tanpa melihat dampak bagi yang lain. Kita serakah dan begitu bodoh tentang bumi kita ini.

Oleh karena itu, saya berjanji pada diri saya untuk mulai merencakan masa depan yang baru yang tidak hanya berfokus pada pemenuhan diri saya sendiri, tapi juga berfokus pada dampak yang dapat saya berikan bagi bumi ini.

Saya merencakan untuk meninggalkan karir saya di bidang migas, dan membangun "kebanggaan" saya untuk berpartisipasi lebih nyata bagi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Hal ini tentu saja tidak mudah, tapi saya tahu saya harus melakukannya.

Saya juga berharap agar "kebanggaan" yang sama akan mulai dibangun pula oleh teman-teman mahasiswa, calon pemimpin bangsa ini, dan mulai aktif dan gencar untuk melakukan inovasi di bidang Sustaibale Energy, misalnya inovasi yang akan membuat harga solar module dan wind tubine lebih terjangkau dan dapat diaplikasikan secara massive, pengembangan hydrogen cell, dan inovasi-inovasi lainnya. Kebanggaan untuk menjadikan Indonesia berperan aktif dalam menjaga bumi tempat kita berpijak.

Pada akhirnya apa yang kita lakukan di bumi ini akan menjadi tanggung jawab kita pribadi. Kita berhak untuk memilih diam dan tak mendengar, tapi kita juga berhak untuk melakukan sesuatu dimulai dari diri sendiri. Dan untuk saya pribadi, saya memilih untuk bersama-sama dengan masyarakat dunia bahu membahu menyelamatkan bumi kita dari kehancuran.

Because I realize that this life is not about the pursuit of happiness, but it's the pursuit of meaningful life.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun