Â
 [caption caption="Dokumentasi PGN"]
[/caption]Beredar dokumen yang berasal dari komunitas pasar modal yang menyebutkan bahwa telah terjadi pemutusan aliran gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pemutusan aliran gas sebanyak 100 mmscfd (Million Standard Cubic Feet per Day) ini terjadi pada tanggal 1 April 2016 pukul 00:00. Sehingga tepat tanggal 1 April 2016 PLTU Muara Tawar tak lagi mendapatkan pasokan gas dari PGN.
Dokumen tersebut juga menjelaskan, pemutusan aliran gas ke pembangkit listrik Muara Tawar ini ditandatangani oleh Jobi Triananda Hasjim sebagai direktur pengusahaan PT Perusahaan Gas Negara. Alasan penghentian pasokan gas ini disebabkan tak tercapainya kesepakatan kontrak pembelian gas antara PGN dengan PLN. Kontrak pembelian gas dari PGN ke PLN berakhir pada 31 Maret 2016.
Jika benar dokumen yang beredar tersebut, pemutusan aliran gas dari PGN dan PLN ini tentu saya membawa dampak sangat signifikan bagi dua BUMN energi tersebut. Untuk PLN tentu saja mereka harus mencari alternatif energi primer lainnya agar pembangkit listrik kapasitas 920 MW di Muara Tawar dapat terus beroperasi.
Energi primer yang saat ini bisa menggantikan PLTU di Muara Tawar adalah berbahan bakar HSD (High Speed Diesel) atau MFO (Marine Fuel Oil). Memang saat ini harga dua bahan bakar tersebut sudah mengalami penurunan. Namun diprediksi penurunan harga HSD dan MFO ini tak akan berlangsung lama. Ketika ekonomi dunia telah membaik, dua harga BBM tersebut akan kembali ‘meloncat’.
Sekali lagi jika dokumen tersebut benar, maka pemutusan aliran gas ini juga akan berdampak terhadap PGN. PGN akan mengalami over suplay gas. Gas sebanyak 100 mmscfd yang selama ini dialokasikan untuk PLN, akan mengalami idle. Jika tak ingin mengalami kerugian yang semakin besar, PGN harus segera menjual alokasi idle tersebut. Namun dengan kondisi ekonomi yang tengah melambat seperti saat ini, bukan perkara mudah untuk menjual alokasi gas sebanyak 100 mmscfd.
Kondisi over suplay di PGN ini bertambah besar lagi dikarenakan pada tanggal 1 April dan 2 april yang lalu, PGN baru menerima pasokan LNG dari Tangguh melalui FSRU di Lampung sebesar 2 cargo. Berdasarkan perhitungan para ahli gas, 1 cargo bisa menambah suplai gas PGN sebesar 100 mmcfd selama satu bulan. Akibatnya, dalam satu bulan ini PGN Jawa Barat akan menerima kelebihan pasokan gas sebanyak 200 mmscfd.
Kemungkinan kondisi over suplay gas di PGN ini akan berlangsung cukup lama. Sebab pada tanggal 24 Apri, 26 Mei, 20 Agustusgs, 13 September, 6 Oktober, 27 Oktober dan 20 November akan ada pengiriman masing-masing 1 cargo.
Selain itu PGN juga telah menandatangani kontrak pembelian jangka panjang dengan Conocophillips sebesar 400 mmscfd. Dalam klausul pembelian gas jangka panjang antara PGN dengan Conocophillips, PGN harus mengambil 90% gas dari produksi Conocophillips.
Jika ini sampai terjadi, maka PGN akan banyak kelebihan pasokan. Lalu akan dijual kemana pasokan tersebut? Jika tidak PGN tak mampu menyalurkan kelebihan pasokan tersebut, bisa dipastikan potensi kerugian emiten berkode PGAS ini akan semakin besar. Karakteristik gas berbeda dengan BBM yang bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Gas tidak bisa disimpang untuk jangka waktu lama. Biasanya jika suplai menumpuk, produsen akan melakukan pembakaran terhadap gas tersebut (flare gas).