Meski pemerintah telah ‘memaksa’ para pengusaha taksi on line atau ride sharing untuk membuat badan hukum, namun tetap saja Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat (PPAD) tak puas. Mereka tetap ‘ngotot’ untuk melakukan demo pada Selasa (22/03) di Balai Kota DKI, Kominfo, dan Istana. Agenda yang disuarakan pada demo kali ini masih sama yaitu menolak keberadaan Uber dan Grab beroperasi. Bahkan mereka mendesak agar pemerintah segera memblikir layanan aplikasi Uber dan Grab karena tidak memberikan Equal Playing Field bagi taksi konvensional.
Kata equal playing field atau lapangan bermain yang sama memang bisa ditafsirkan berbagai cara. Apa lagi dalam kasus persaingan usaha antara taksi konvensional dengan taksi on line atau ride sharing. Namun agar lebih objektif, mari kita telaah satu persatu berbagai keuntungan yang telah diberikan pemerintah bagi pengusaha angkutan umum.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, maka kendaraan pengangkutan umum dibebaskan dari pengenaan PPnBM. Artinya, pemerintah membebaskan para pengusaha angkutan umum dari kewajiban membayar PPnBM.
Perlakuan yang diberikan pemerintah ini tidak diberikan kepada para pengemudi mitra Grab dan Uber yang harus membayar PPnBM. Nilai PPnBM yang harus mereka bayar antara 20% sampai 30% dari harga kendaraan bermotor.
Selain itu pengusaha angkutan umum juga mendapatkan keringanan membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) bagi angkutan umum dan barang. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2014 menyebutkan angkutan umum akan mendapat subsidi berupa keringanan PKB dan BBNKB sebesar 70% dari tarif normal. Tentu saja fasilitas keringanan ini tak mungkin didapatkan bagi pengemudi mitra Uber dan Grab yang harus membayar normal kendaraan bermotornya.
Sekadar mengingatkan saja tarif untuk BBNKB mencapai 10% dari harga kendaraan (off the road). Sedangkan untuk PKB ditetapkan kendaraan pertama 1,50%, kedua 2%, ketiga 2,50%, dan keempat dan seterusnya 4%.
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan Blue Bird Tbk menyebutkan bahwa jumlah armada mereka Per 31 Desember 2014, tercatat sekitar 31.900 unit. Jumlah itu terdiri dari 25.500 armada taksi reguler, 1.300 armada taksi eksekutif, sekitar 4.500 limusin serta mobil rental, dan sekitar 600 bus besar serta kecil.
Pada tahun ini, perseroan memperoleh izin menambah armada hingga 7.500 unit. Sementara hingga kuartal I 2015, perseroan telah menambah armada sebanyak 1.000 unit, sehingga total hingga akhir Maret 2015, Blue Bird memiliki sekitar 33.000 armada.
Berdasarkan jumlah armada yang dimiliki Blue Bird, maka berapa besar subsidi dan keuntungan secara finansial yang mereka dapatkan dari menggunakan ‘plat kuning’? Jangan karena kalah bersaing dan tidak bisa efesien, mereka merengek-rengek kepada pemerintah untuk mematikan Uber dan Grab.
Selain itu seharusnya para pengemudi yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat dapat lebih kritis dalam menyuarakan aspirasinya. Jangan sampai pengemudi dijadikan alat oleh pengusaha yang selama ini telah mendapatkan banyak keuntungan dari bisnis angkutan umum.
Ilustrasi: psukandar.blogspot.co.id