[caption caption="Ilustrasi - pipa gas (bphmigas.go.id)"][/caption]Pertarungan sengit bak cerita Samson and Goliath, antara Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (Persero) nampaknya sudah mencapai antiklimaks. Pertarungan sengit yang berlangsung cukup lama ini nampaknya akan dimenangkan oleh Pertamina.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno kepada rekan-rekan media menegaskan bahwa pemerintah akan membuat BUMN holding di sektor energi. Nantinya yang akan menjadi induk dari seluruh BUMN sektor energi adalah Pertamina. Jika ini sampai terjadi, seluruh BUMN yang bergerak di sektor energi akan menjadi anak usaha Pertamina. Tak terkecuali PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang telah menjadi perusahaan terbuka. Rencananya induk perusahaan energi ini akan rampung sebelum Idul Fitri tahun 2016 ini.
Nampaknya rencana pemerintah ini tak akan menemukan banyak rintangan. Pasalnya, pemerintah memilih skema inbreng dalam pembentukan induk BUMN energi. Artinya, seluruh aset pemerintah yang berbentuk kepemilikan saham di PGN akan dimasukkan ke Pertamina sebagai modal perusahaan. Dimungkinkan juga nantinya unit usaha Pertamina yang bergerak di distribusi gas (Pertagas) akan dimasukkan ke dalam PGN.
Rini mengklaim bahwa dibentuknya BUMN holding sektor energi ini akan membuat Pertamina besar khususnya dalam asetnya. Dengan aset yang besar leverage (kemampuan meminjam dana untuk pengembangan usaha) Pertamina akan jauh lebih besar. Sehingga Pertamina memiliki kemampuan untuk menggarap berbagai proyek migas dengan skala yang jauh lebih besar. Selain itu, ketika PGN masuk menjadi unit usaha Pertamina, dipercaya bisa membuat harga jual gas akan semakin murah. Sebab tak ada mata rantai distribusi gas lagi.
Tapi apakah rencana akusisi PGN oleh Pertamian bisa membuat BUMN holding di sektor energi ini bisa bersaing di kancah regional? Atau justru sebaliknya?
Memang secara teori akusisi PGN oleh Pertamina akan menambah aset Pertamina. Minimal jika skema inbreng antara PGN dan Pertamina ini berjalan, setidaknya akan ada tambahan aset US$ 6,5 miliar yang bisa di leverage oleh Pertamina. Tetapi kajian mengenai akusisi PGN oleh Pertamina ini belum ada hasil kajiannya. Minimal publik belum menggetahui secara rinci rencana tersebut.
Seharusnya sebelum pemerintah melakukan peleburan PGN ke dalam Pertamina harus ada kajian atau blue print yang jelas. Sebaiknya pembentukan holding sektor energi tersebut diawali dengan pengelompokan usaha, meliputi: BUMN minyak, BUMN gas, BUMN minerba, dan BUMN listrik.
Jika pemerintah masih akan melakukan subsidi energi, mungkin juga perlu dibuat BUMN yang mengurusi masalah tersebut. Sebab jangan sampai program pemerintah soal subsidi akan membebani kinerja BUMN tersebut. Jika sampai membebani, akan membuat BUMN tersebut semakin tak sehat.
Setelah sinergi pada setiap usaha tersebut dinilai berjalan dengan baik, pemerintah bisa melanjutkan langkah selanjutnya dengan membentuk holding untuk masing-masing lini usaha tersebut. Misalnya saja untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas, pemerintah bisa membuat holding perusahan migas di bawah Pertamina. Untuk sektor gas, bisa saja pemerintah membuat holding gas di bawah PGN atau Pertagas. Sementara untuk sektor mineral dan listrik, pemerintah bisa mebentuk holding BUMN seperti Aneka Tambang untuk minerba dan BUMN listrik untuk PLN.
Jika pemerintah gegabah dalam membentuk induk usaha BUMN sektor energi ini, bisa jadi malah melemahkan BUMN yang saat ini sudah kuat.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini Pertamina sudah terlalu banyak usaha yang mereka pegang. Dari sektor hulu sampai sektor hilir. Dari distribusi hingga pengolahan minyak. Belum lagi ditambah berbagai usaha sampingan Pertamina yang di luar bisnis utamanya seperti rumah sakit dan penerbangan.