Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)
Saya sering sekali ditanyakan pasien saat awal pertama bertemu di klinik tentang kapan pasien bisa sembuh total dari gangguan jiwa yang dialaminya. Kadang pasien sambil malu-malu bertanya "Emangnya sakit jiwa ya saya dok? Kan saya cuma cemas-cemas aja!". Tentunya memang tidak mudah menerima bahwa seseorang mengalami gangguan jiwa, keliatannya seram sekali penyakit medis yang satu ini. Apalagi jika ditambah kepikiran bahwa mungkinkah bisa normal seperti sedia kala.
Kasus-kasus gangguan jiwa yang saya tangani sehari-hari memang seragam. Kebanyakan pasien datang ke saya karena keluhan psikosomatik yang didasari oleh kondisi cemas dan depresi. Berbagai macam latar belakang pasien dengan keluhan yang sama membuat saya bisa memberikan saran kepada pasien bahwa walaupun gejalanya sama bahkan diagnosisnya sama, belum tentu pengobatan dan sembuhnya sama. Ada hal-hal tertentu yang kita harus perhatikan jika berbicara tentang suatu proses terapi menuju kesembuhan. Lebih jauh lagi kita memahami bahwa kesembuhan dalam ilmu kedokteran jiwa mungkin agak sedikit berbeda dengan pandangan ilmu penyakit medis lainnya.
Sembuh Kok Masih Makan Obat?
Pasien sering bertanya, "katanya saya sudah sembuh tapi kok masih diminta makan obat?". Memang kesembuhan dalam ilmu kedokteran jiwa lebih berarti kalau gejala pasien terkontrol dengan pengobatan. Sering saya mendapatkan pasien yang merasa dirinya masih sakit karena masih makan obat, padahal kalau dilihat kualitas pasien membaik dengan pengobatan. Masalahnya adalah bahwa dia merasa kok baiknya dengan makan obat, pasien ingin lepas dari obat intinya.
Padahal sebenarnya banyak masalah medis yang membutuhkan pemakaian obat lama selain masalah kesehatan jiwa. Penyakit kronis seperti hipertensi (darah tinggi), diabetes (gula darah), jantung adalah sebagian kecil penyakit yang membutuhkan pemakaian obat lama. Masalahnya pasien bisa lebih menerima dibilang sakit medis tersebut dan harus makan obat lama daripada dikatakan sakit jiwa dan harus makan obat dalam waktu lama. Lagi-lagi stigma gangguan jiwa memang lebih tidak nyaman buat orang menderitanya bahkan untuk profesi psikiater sendiri.
Penggunaan obat pada gangguan jiwa sering kali membutuhkan waktu. Apalagi untuk kasus-kasus tertentu seperti skizofrenia, demensia, bipolar dan beberapa kasus depresi dan kecemasan. Tentang hal ini telah pernah saya bahas di artikel saya yang lain. Saat ini kita coba melihat mengapa pasien dengan diagnosis yang sama tapi kok sembuhnya berbeda. Apa faktor-faktor yang berpengaruh?
Genetik Bawaan
Sering orang lebih mengartikan bahwa yang dimaksud dengan genetik bawaan ini adalah bawaan keturunan. Namun yang dimaksud adalah faktor genetik bawaan yang dimiliki oleh masing-masing orang. Analoginya saya sering mengatakan seorang yang merokok dan mengalami kanker paru-paru itu tidak semua, ada faktor genetik bawaan yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker. Tidak heran tidak semua orang merokok mengalami kanker paru-paru. Begitu juga dengan gangguan jiwa, tidak semua orang yang mengalami masalah tekanan dalam hidupnya akan mengalami gangguan jiwa.
Faktor Psikologi Termasuk Kepribadian
Sering kali faktor psikologi termasuk kepribadian dan pola asuh sangat mempengaruhi berkembangnya gangguan kejiwaan. Walaupun hal ini juga tidak lepas dari faktor genetik bawaan. Tidak heran walaupun dari ibu dan bapak yang sama, karakter masing-masing anak bisa berbeda. Walaupun pola asuhnya mirip antara satu sama lain. Di sinilah peran faktor kepribadian berpengaruh. Beberapa kepribadian tertentu sangat erat dengan terjadinya masalah kejiwaan seseorang. Seorang yang mempunyai kepribadian obsesif kompulsif, orang yang suka sekali dengan keteraturan dan kerapihan mungkin akan lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang yang mempunyai kepribadian "easy going" . Orang dengan kepribadian introvert mungkin bisa lebih mengarah ke depresi. Walaupun tidak selalu, faktor kepribadian juga jadi penentu mengapa walaupun gejalanya sama sering kali kondisi kesembuhan pasien berbeda. Kalau dasarnya pencemas, maka psikoterapi selain pengobatan obat bisa jauh lebih membantu, walaupun ini harus dilakuan dengan tepat dan benar.