Mohon tunggu...
Psikologi Pedia
Psikologi Pedia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa/i

Cakrawala Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Program Pendidikan Kesetaraan dalam Ilmu Psikologi Pendidikan

12 Desember 2022   10:33 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:26 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Ratu Zahwa Sayyidina_2221220002

Pemerintah Indonesia mengakui adanya pendidikan alternatif atau yang disebut dengan adanya pendidikan setara berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, meskipun secara khusus menyatakan bahwa pendidikan yang setara merupakan bagian dari program dan bukan pendidikan informal. Dapat pendidikan kesetaraan juga dikenal untuk memberikan akses kepada mereka yang jauh dari akses sekolah formal, tidak memiliki biaya yang cukup, dan karena persoalan sosial seperti orang yang harus memilih kerja dibandingkan sekolah atau orang yang sedang dipenjara dan tidak bisa mengakses pendidikan formal. Jika melihat fungsi dan keberadaannya kita dapat mengatakan bahwa terdapat cita-cita yang konstruktif dalam memberikan kesempatan belajar bagi orang-orang yang pernah putus sekolah dan tidak mampu mengikuti pendidikan formal. Kita dapat menangkap cita-cita tersebut dalam pendapat yang disampaikan oleh (Rosmilawati, 2018) bahwa pendidikan kesetaraan dilakukan sebagai sebuah usaha transformasi manusia ke arah yang lebih baik melalui proses pembelajaran. Upaya untuk membawa perubahan konstruktif dalam pendidikan yang adil dapat dilihat dalam program-program yang diselenggarakan untuk memberikan akses pendidikan kepada beberapa orang yang kurang beruntung, seperti Lapas, di mana mereka memiliki akses terbatas pada pendidikan formal. Kita harus menghadapi kenyataan yang terjadi pada narapidana muda, di mana mereka sangat rentan terhadap fenomena putus sekolah, jika mereka terlibat dalam kasus pengadilan di usia sekolah atau tidak pernah memiliki kesempatan untuk menjalani wajib belajar dua belas tahun. Keberadaannya memberikan harapan dan kesempatan bagi mereka untuk hidup layak, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kualifikasi saat ini memberikan kontribusi yang baik bagi perekonomian, terutama lapangan kerja.

Di penjara tidak mudah untuk tidak merusak batin psikolog. Menerima kenyataan pahit memang tidak mudah sampai tiba saatnya bebas dari hukuman. Kunci untuk menerima keadaan pahit dalam hidup adalah dengan bersyukur. Menurut (Fikri tanzil et al, 2022) menerima kondisi hidup di penjara dengan rasa syukur dapat mengurangi stress dan depresi pada diri sendiri, ketika seseorang memaknai kejadian dengan pikiran positif maka kebahagiaan akan tercapai. Prinsip ini sangat penting dalam situasi terpidana yang kehilangan kebebasannya karena hidup dalam penjara. Syukur juga tidak terlepas dari proses memaknai hidup. Karena setiap orang bisa memaknai setiap peristiwa yang terjadi, baik itu peristiwa yang menyenangkan meski menyakitkan, nilailah dalam hati dan emosi bahwa ini adalah pelajaran berharga yang tidak bisa diraih. Karena terkadang banyak dari kita yang beranggapan bahwa rasa sakit adalah sebuah masalah, padahal orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut memiliki cara pandang yang berbeda terhadap masalah tersebut. Dalam hal ini, rasa syukur dapat diartikan sebagai respon terhadap pemberian yang berharga dan bermakna. Dapat dikatakan pula bahwa syukur (Froh et al., 2011) ditandai dengan perasaan hormat, bangga, dalam proses syukur seseorang memberi makna pada setiap peristiwa kehidupan.

Adapun membentuk kelompok rehabilitasi sosial narapidana dengan membentuk kelompok sekolah yang memberikan informasi atau pendidikan kepada narapidana dapat memberikan hal yang positif bagi mereka. Walaupun pendidikan dalam hal ini tentu saja tidak selalu berkaitan dengan sekolah atau pendidikan formal, namun ada juga jalur pendidikan lain, seperti misalnya. B. Pendidikan nonformal yang program pendidikannya menunjukkan kesamaan Paket A, B, dan C juga dilaksanakan di Lapas untuk menampung narapidana yang putus sekolah karena sedang menjalani pidana (Kintamani, 2012). Dalam penerapan konsep pendidikan pemerataan, siswa biasanya menggunakan deep learning. Selain itu, dalam proses pembelajaran warga belajar memiliki pengalaman yang mengarah pada kesejahteraan subjektif, yang dapat membawa kepuasan hidup dan kebahagiaan bagi siswa. Oleh karena itu, kesejahteraan subjektif penting bagi warga belajar yang dipenjara, karena orang yang sehat mental merasa bahagia dan sejahtera ketika mereka berpartisipasi dalam semua kegiatan lingkungan pendidikan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi lebih efektif dalam belajar dan memberikan kontribusi positif bagi sekolah. Selain itu, orang dengan kesejahteraan subjektif cenderung tidak merasa sakit karena mereka tetap positif secara emosional (Holder, 2012). Setelah membaca kedua jurnal dapat disimpulkan membentuk karakter positif pada narapidana itu baik untuk kejiwaan mereka. Karakter adalah seperangkat sifat positif yang telah muncul dalam berbagai budaya dan sepanjang sejarah dan sangat penting untuk menjalani kehidupan yang baik. Pada saat yang sama, menurut Aristoteles, karakter berkembang seiring waktu ketika seseorang pertama kali memperoleh kebiasaan dari orang tua dan masyarakatnya melalui penghargaan dan hukuman (Hartman E 2013). Misalnya, Plate mengatakan bahwa amal itu baik (Licona 2012). Hal di atas dapat dilakukan melalui pelatihan atau pemberian saran tentang mensyukuri sesuatu yang dimiliki. Kondisi psikologis yang adaptasi untuk lebih baik di dalam tahanan mengikuti atau membuat program ketimpangan satuan pendidikan Nonformal di Lapas/Rutan harus menerapkan prinsip kesejahteraan dalam semua kegiatan pembelajaran.

Kata kunci: Narapidana, Lapas, Pendidikan, Psikologis, Karakter, Subjektif

REFERENSI

Moh. Fikri Tanzil Mutaqin,Haila H, Sudadio. (2022). RASA SYUKUR DALAM KETERBATASAN: SEBUAH MAKNA WARGA BELAJAR. Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah, 173-181.

Moh. Fikri Tanzil Mutaqin,.& Fajari L. E. (2022). The Importance of Subjective WellBeing and Character Strength for Equality Education at the Prison. International Journal of Asian Education, 154-159.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun