Mohon tunggu...
Ahmad Muttaqin
Ahmad Muttaqin Mohon Tunggu... -

if i had never tried it

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terima Kasih Pak SBY

12 September 2014   17:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:53 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terima kasih pak, engkau telah mau menjadi presiden kami walaupun memang engkau sendiri yang menginginkannya. Engkau dengan rela mencurahkan segenap materi, pikiran hingga titik darah penghabisan (memang kadang ada yang sampai bentrok segala. Hehehehe) hanya untuk memimpin negeri dongeng ini. Ya negeri yang katanya makmur namun disana-sini banyak orang yang belum memiliki kualitas hidup yang layak.

Negeri yang katanya termasuk Negara miskin namun asap rokok tidak kalah bersaing dengan asap kendaran bermotor yang tiap hari ada model-model baru di jalan. Dan sungguh ironis ketika tahu ada banyak antrian untuk mendapatkan bantuan yang 3 bulanan (lupa namanya…) ada yang menggunakan motor bahkan ada yang sambil membakar uang (merokok).

Terima kasih juga kepada bapak yang telah bersedia untuk menjadi pemimpin bagi kami, yang artinya anda siap untuk dikritik dari berbagai kalangan dari mulai tingkat tertinggi (sesama kolega di gedung yang mewah) hingga orang-orang yang yang menjadi pengangguran seperti kami.

Sebenarnya kesalahan kami atau dosa kami terhadap bapak sudah banyak sekali pak


  1. Kami kadang mengkritik bapak dengan bahasa kasar padahal ketika kami menjadi orang yang dikritik kemungkinan kami juga akan membalas pengkritik itu dengan bahasa yang lebih kasar
  2. Kami sering mengkritik bapak namun kami juga tidak menawarkan solusi dari kritikan kami sendiri.
  3. Kadang kami meneriakkan tentang kemiskinan namun kadang kami juga masih meneriakkannya dengan memegang rokok. Yang artinya sebenarnya kami sendiri kami masih boros
  4. Kadang kami hanya meneriakkan satu permasalahan inti (missal kami demo tentang pengangguran, ada lagi yang meneriakkan tentang referendum) dan kami tidak sadar bahwa bapak mengurusi semua itu sedangkan kami hanya mengurusi yang memang menjadi konsentrasi kami. Ah sungguh malu kami ini.
  5. Banyak orang yang menghujat bapak karena bapak hobi bernyanyi. Kata mereka daripada waktunya terbuang lebih baik untuk memikirkan rakyat. Kembali aku malu dengan anda pak. Kami sama sekali belum pernah memikirkan bapak. Bagaimana bapak mengatasi stress akibat kritikan kami, bagaimana bapak mengolah hiburan di waktu sempit untuk menjadi penawar stress dari aktivitas bapak yang sangat padat.
  6. Kami sering mengkritik bapak untuk mundur dari jabatan. Tetapi , ah sekali lagi kami malu kepada bapak, karena kami hanya untuk memimpin emosi kami masih susah bahkan kami sama sekali sangat bodoh apabila kami ditunjuk bapak untuk langsung menggantikan posisi bapak.

Terima kasih atas kesediaan bapak untuk menjadi presiden kami, presiden yang bahkan memanggil namanya sama dengan ketika kami hanya memanggil teman bermain, presiden yang setiap hari muncul di kertas yang dibawa oleh mahasiswa karena bukan kepopuleran bapak namun sikap kecewa mereka terhadap bapak, presiden yang tiap hari muncul di media massa bukan karena prestasi bapak tetapi karena gunjingan kami terhadap bapak yang hanya sekedar mencitrakan diri. Kami mohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak.

Pak, mungkin saya melihat sekarang bapak dalam kondisi teraniaya. Doakan kami agar kami bisa memimpin negeri ini dengan lebih baik, siap menerima berbagai kritikan, siap dihina, oleh berbagai lapisan masyarakat, bisa menjadikan negeri ini tidak hanya sekedar negeri dongeng namun negeri kenyataan, doakan kami juga agar kami selalu memiliki solusi yang solutif dari setiap permasalahan bangsa ini. Dan menjadikan hidup kami lebih layak dimata manusia mauapun di mata Tuhan.

Terima kasih Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

Salam

Rakyat biasa yang ingin menjadi lebih baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun