“kasus dinda” ternyata bukan rasa saya saja.
Baru 3 bulan jadi pengguna commuterline, dan pelanggan tetap gerbong khusus wanita dan langganan berdiri, saya dapat merasakan minimnya atmosfir toleransi, ketidakpedulian antar wanita di gerbong ini.
Dari awal kedatangan kereta saja,pintu terbuka, tua, muda, lansia, anak, balita, rebutan naik tanpa mengindahkan penumpang yang berada didalam yang hendak turun,
Bangku prioritas diduduki oleh orang orang yang tidak termasuk prioritas, mungkin dalam pikir mereka yang penting gue duduk, bodo amat nih bangku buat siapa, kan gue dah datang pagi-pagi, rebutan lagi
Banyak ibu ibu yang membawa balita, anak –anak ibu hamil, bahkan nenek-nenek yang tidak mendapatkan tempat duduk.
Tidak ada, hhmm maaf, bukan tidak ada, tetapi jarang yang mau mengalah untuk memberikan tempat duduknya untuk mereka, kebanyakan dari mereka sudah asyik dengan gadgetnya masing-masing, ngobrol dengan “genk nya”, tidur, pura-pura tidur..??
Pernah suatu ketika ada dua orang ibu tunanetra hendak turun, dicuekin oleh mereka yang sudah duduk - posisi mereka lebih dekat dengan kedua ibu tersebut-, mungkin saking takut kehilangan tempat duduknya, atau dipikiran mereka, ahh biarin aja, yang berdiri aja yang nolongin , kan dah berdiri dari tadi atau tunggu aja PKD buat nolongin
Ibu hamil, atau ibu membawa balita, anak kecil, boleh melepas harapan untuk duduk karena jarang yang mau mengalah.
Tiba tiba sakit, pusing di kereta? .. itu juga bisa melepaskan harapan untuk mendapat bangku, mereka yang duduk lebih sibuk menunduk, melihat gadgetnya, daripada melihat sekitarnya.
Belum lagi -biasanya hari sabtu- seorang wanita mengajak pria –mungkin suaminya turut duduk di gerbong wanita, ditegur..? yupp.. tapi galakkan mereka… ada apa ya.. dipikiran si perempuan, bisa biasanya tidak peduli, menutup hati, atau memang bodoh? Kan sudah aturannya Cewek only, - kalau tidak mau dipisah, harusnya di gerbong campuran saja- dan lebih konyol & bodoh lagi, ketika tempat duduk semuanya sudah terisi, si pria masih asyik duduk ngobrol dengan pasangannya/apapun, tidak ada malu sama sekali, tidak mau mengalah, padahal dihadapanya ada wanita yang berdiri
bukankah kami seharusnya lebih solid, kompak, spiritofdecorps (oops itu terlalu jauh), …??
lebih berempati, toleransi, mudah diatur, tertib…??
hal hal ini dari dulu sudah ada, tetapi semakin menjadi
tidak semuanya bersikap seperti ini, tapi belum mendominasi
apa yang diperlukan..?
pelajaran moral, akhlak, etika, contoh semenjak kecil..?
atau PT KAI harus lebih bisa meyakinkan penumpangnya bahwa jadwal CL akan selalu tepat waktu, cepat, akurat, tidak ditahan tahan di titik-titik stasiun tertentu, sehingga penumpang penumpang muda , sehat, mau mengalah kepada yang lebih butuh..?
bagaimana pun memang awal mula dari kita, keluarga kita, memberikan contoh yang benar kepada anak anak kita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H