Mohon tunggu...
tiwichan_
tiwichan_ Mohon Tunggu... Guru - Seorang hamba Allah

Tenang, ada Allah :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sekulerisasi di Balik Isu Intoleransi di Sekolah

19 Februari 2021   17:41 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:46 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 6 Februari lalu 3 menteri RI yakni Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian dan Menag Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan Surat Keputusan Bersama terkait atribut sekolah dan pakaian seragam yang digunakan oleh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri. Salah satu ketetapan dalam SKB 3 menteri tersebut ialah Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Hal tersebut diberlakukan dengan sebagai perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama ( CNNIndonesia.com 6/2/2021).

Padahal kewajiban menutup aurat adalah perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas seluruh kaum muslimin. "..Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya"( QS An Nur : 31).

Tentunya terkait segala syariat Islam hanya diwajibkan pada kaum muslimin, bukan selainnya. Sekolah sebagai institusi pendidikan sejatinya diharapkan untuk dapat menjadi wasilah bagi para pelajar memiliki akhlakul karimah dan mengenal syariat. Nahas yang terjadi justru seolah-olah sekolah berupaya mengaburkan identitas mereka yang muslim dengan adanya SKB tersebut.

Pemberlakuan SKB ini justru mencederai prinsip toleransi yang diagungkan.  Bukankah seharusnya negara  menjamin bahwa setiap warga negara berhak untuk menjalankan kehidupan sesuai keyakinan masing-masing?

Disamping adanya pengkerdilan ajaran Islam menyoal busana, mencuatnya gerakan wakaf nasional yang disampaikan presiden pada 25 Januari lalu menciptakan dugaan di tengah masyarakat bahwa negara telah memilih dan memilah syariat yang ada. Ia akan mendukung aspek yang dapat mendatangkan keuntungan baginya, namun mendiskreditkan Syariat yang lain seperti jilbab dan penggunaan Dinar dan Dirham yang belum lama ini terjadi.

Inilah kamuflase dalam demokrasi, sering menggunakan isu intoleransi untuk menjauhkan umat dari syariat kaffah Sang Ilahi, namun mengambil sebagian guna mengukuhkan kepentingan yang abadi.

Toleransi yang Hakiki ialah saat setiap jiwa dapat melaksanakan aktivitas keagamaan atau ibadah sesuai keyakinannya dan tetap dalam penjagaan negara. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-Muslim.

Sejarah peradaban Islam telah membuktikan praktik toleransi demikian nyata. Hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad saw. sampai sepanjang masa Kekhalifahan Islam setelahnya. Will Durant dalam bukunya, The Story of Civilization, menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai, dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 M. Begitu juga T.W. Arnold, seorang orientalis dan sejarahwan Kristen, ia memuji toleransi beragama dalam negara Khilafah. Sebagaimana disebut dalam bukunya, The Preaching of Islam: A History of Propagation Of The Muslim Faithdi halaman 134, "Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani---selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani---telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa."

Orientalis Inggris ini juga berkata, "Sejak Konstantinopel dibebaskan pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya pelindung gereja Yunani. Penindasan atas kaum Kristen dilarang keras. Untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada uskup agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya."

Islam sudah mempraktikkan toleransi dengan baik sejak 15 abad yang lalu hingga semua pihak merasakan kerukunan umat beragama dan kesejahteraan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, umat Islam tak memerlukan paramater yang lain. Cukuplah akidah dan syariah Islam menjadi ukuran dan pegangan hidupnya. Goresan tinta emas dalam sejarah itu menunjukkan bahwa hanya dengan berpegang teguh pada akidah dan syariat Islam, umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun