Pendidikan adalah hal penting yang dibutuhkan generasi untuk membangun negeri. Kaum intelektual menjadi harapan utama masyarakat dan negara menjemput kesejahteraan bersama. Perguruan Tinggi menjadi pabrik terbesar dalam mencetak kaum intelektual yang siap mengabdi pada masyarakat dan negara.
Sebagai lanjutan dari program Merdeka Belajar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendigbud) Nadiem Makarim meluncurkan program baru bernama "Kampus Merdeka". Dalam program ini ada beberapa kebijakan baru yang di tujukan untuk Perguruan Tinggi. (TEMPO.CO)
Kebijakan pertama dalam program kampus Merdeka ialah Perguruan Tinggi baik negeri ataupun swasta akan diberikan kemudahan untuk membuka program study baru. Nadiem mengatakan kolaborasi antara Universitas dan Pelaku Industri adalah solusi untuk tingkatkan daya saing di panggung Internasional.
Ketua BEM IKIP PGRI Pontianak, Ansarrudin, mewanti-wanti mengingat Indonesia di dominasi kampus swasta yang minim SDM juga fasilitas (tribun.pontianak).
Kebijakan kedua ialah perubahan sistem akreditasi kampus. Kedepannya, bagi perguruan tinggi dan program study yang sudah siap untuk naik peringkat maka program akreditasi akan otomatis. Bahkan perguruan tinggi tak harus melewati proses di nasional jika telah mendapat akreditasi Internasional. PT yang bersangkutan akan mendapat akreditasi A dari pemerintah secara otomatis.
Ketiga, kampus akan dimudahkan menjadi badan hukum. Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) akan dipermudah untuk menjadi PTN-BH, hal ini menjadikan PT memiliki otonomi dan lebih fleksibel untuk bekerjasama dengan industri.
Kebijakan ke empat, mahasiswa mendapat hak untuk magang 3 semester. PT wajib memberikan hak bagi mahasiswa, mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampus sebanyak 2 semester tanpa harus menunda kelulusannya.
Hal ini menunjukkan negara tengah berlepas tangan dalam mengurusi Pendidikan Tinggi. Bahkan langkah ini dapat membahayakan eksistensi kampus yang memiliki daya saing lemah.Â
Terlebih hal ini membuktikan orientasi Pendidikan Tinggi telah bergeser, yang semula sebagai penghasil intelektual yang siap mengabdi pada masyarakat dengan ilmu dan inovasinya jadi mensin pencetak tenaga terampil bagi kepentingan industri atau kapitalis.
Inilah buah penerapan sistem kapitalisme sekuler, materi (harta) dijadikan tolak ukur dalam segala hal. Pencapaian materi telah mengubah cita-cita luhur membangun bangsa berganti hanya untuk memperoleh keuntungan pribadi atau organisasi semata.Â
Jika hanya disibukkan menjadi tenaga kerja mungkinkah program Kampus Merdeka akan membawa kemaslahatan masyrakat? Bahkan, saat agama dipisahkan dari kehidupan, mudah saja kita temukan seorang intelektual yang cakap dalam bidang keilmuan adalah seorang alcoholic, homoseks ataupun seorang yang meremehkan agama.