Mohon tunggu...
Djohan Chaniago
Djohan Chaniago Mohon Tunggu... -

Pemerhati Lingkungan dan Cinta keadilan, mengutuk segala perbuatan Penindasan yang merugikan rakyat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puluhan SK Berkala Sejumlah Guru SD di Gandakan

16 September 2014   06:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:34 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan dunia pendidikan tercoreng lagi. Kali ini terjadi di Kota Jambi, seju mlah SK Kenaikan Gaji Berkala para guru digandakan berulang kali, tanpa sepengetahuan pemiliknya. Untuk mendapatkan pinjaman uang dari sejumlah Bank. Mungkinkan ada oknum Diknas, atau perbankan dibalik perbuatan ini ?

Masalah ini mencuat kepermukaan, setelah adanya keluh kesah dari sejumlah Guru Seko lah Dasar Negri (SDN) di Kota Jambi. Karena sudah beberapa bulan, gajinya dipotong, dan ada juga dirinya sebagai Pegawai Negri sipil (PNS) yang hamper tidak menerima uang gaji-lagi, karena mendapat potongan dari pihak Perbankan. Padahal, mereka merasa tidak pernah meng ajukan pinjaman uang di Bank tersebut.

Menurut sumber, dari sejumlah guru mengatakan. Dari hasil pemantauannya diketahui, bah wa Pihak Perbankan yang melakukan pemotongan terhadap uang gaji para Guru SDN itu, didas ari atas SK Kenaikan Gaji Berkala mereka yang dijadikan, sebagai agunan. “Setelah saya amati, dalam pengajuan pinjaman kredit di Perbankan itu terdapat tanda tangan Bendahara dan Kepa la Dinas Depdiknas Kota Jambi, yang mungkin juga dipalsukan,” jelas sumber.

Lebih lanjut, sumber itu menjelaskan, “ Setelah saya amati, dan mengingat, bahwa SK Ke nai kan Gaji Berkala miliknya ada tersimpan di rumahnya, akhirnya saya menyimpulkan, jangan-jangan SK Kenaikan Gaji Berkala itu digandakan, sehingga seperti yang aslinya (Asli tapi palsu.) Namun kejanggalan ini, tidak kami beritahukan pada pihak Perbankan. Tetapi kami pertanyakan ke Diknas Kota Jambi. Tetapi Diknas Kota Jambi meminta agar kami dapat bersikap tenang,” jel as sumber.

Menurut pihak Diknas Kota Jambi, lanjut sumber. Persoalan itu sedang dilakukan peneliti an, siapa pelaku yang sebenarnya. Mengingat, Kepala Diknas Kota Jambi dan Bendaharawan, didu ga keras, tidak mungkin melakukan hal itu. “Dengan demikian, kami terpaksa mena nggung penderitaan itu,” tutup sumber.

Dari hasil pemeriksaan umum yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Jambi. Sebagaimana dikatakan Bangun Kurniawan kepada Wartawan. Bahwa, dalam setiap tahunnya, tercatat ada tiga instansi yang sering menggunakan SK palsu. Terkait dengan hal itu, OJK telah mengetahui soal perbankan yang kerap menerima SK asli tapi palsu alias aspal itu, yang sering dijadikan agunan debitur oleh PNS, untuk mendapatkan kredit di beberapa perban kan.

Bangun belum dapat menyebutkan tiga instansi yang terdata sering melakukan pemalsuan SK itu, karena masih dalam penanganan pihak berwajib. Namun ia mengakui, tiga instansi itu, ham pir rata-rata melakukan pinjaman ke beberapa perbankan umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Kota Jambi. Ada dugaan sementara, kegiatan itu melibatkan orang dalam ba nk yang memiliki andil meloloskan syarat peminjaman debitur PNS? Bangun menjawab, dari hasil pemeriksaan umum sampai pemeriksaan khusus yang dilakukan OJK, dan pemanggilan pihak debitur, pegawai perbankan sampai pimpinan perbankan tersebut, keterkaitan orang dalam bank memang tidak ditemukan.

Dengan demikian katanya, terjadinya loss data yang dialami perbankan, sehingga berkutat dalam kepercayaan bank kepada bendaharawan instansi, yang sering terjadi kong-kalikong antara pegawai dan bendahara tersebut. "Kalau secara non sistem, pihak perbankan menanya kan terlebih dahulu kemampuan dan sisa gaji yang dimiliki debitur kepada bendaharawan inst ansi. Di situlah kepercayaan perbankan kepada bendaharawan yang dimanfaatkan instansi," katanya. Berbicara BI-Checking yang dapat mendeteksi kemampuan pinjaman nasabah di bank lain, Bangun pun menjelaskan, saat ini pegawai negeri sipil sudah semakin pintar dengan mela kukan peminjaman ke beberapa bank secara serentak, sehingga data pun tak terdeteksi di BI-Checking.

"Selain itu, apabila terjadi loss-nya nasabah yang tercatat di BI-Checking memiliki kredit di bank lain, biasanya pada pinjaman awal PNS tersebut menunjukkan etika dan tanggungjawab pemba yaran yang selalu tepat waktu,"pungkasnya.

Praktik penggandaan SK kenaikan gaji berkala untuk mendapatkan pinjaman kredit, lebih dari satu bank, setidaknya sudah berlangsung sejak 2011. Modus yang digunakan untuk mendapat kan pinjaman ke bank daerah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun koperasi adalah, membu at duplikat SK Kenaikan Gaji Berkala yang masa berlakunya hanya dua tahun, dan masih dijadi kan jaminan pinjaman ke bank.

Selain itu tindakan memalsukan SK untuk pengambilan kredit, dikatakan Bangun bisa diang gap sebagai usaha melakukan pembobolan bank melalui jalur nasabah. Dengan alasan apapun, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak diperkenankan untuk menggandakan, atau membuat salinan Surat Keterangan (SK)PNS maupun SK kenaikan gaji berkala, untuk mendapatkan pinjam an ke bank maupun koperasi. Sayangnya hal tersebut masih ada yang nekat melanggarnya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sudah melakukan pemeriksaan umum, dan menya takan adanya praktik peminjaman uang oleh nasabah PNS di beberapa bank adalah kesalahan guru yang melibatkan oknum bendahara di instansi terkait.

Sementara itu, Adi Warman, Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN-PK) Pusat, melalui Herry A Negara, Deputi Hubungan Kelembagaan dan Infokom GN-PK, kepada wartaw an mengatakan, bahwa pihak OJK jangan hanya mengkritisi para nasabah, dalam hal ini pihak pega wai (PNS). Namun Pihak OJK juga harus jeli menilai persoalan ini, tanpa harus mendis kreditkan pegawai negeri. “ Pihak perbankan juga harus mengacu pada Peraturan BI tentang prinsip keha ti-hatian. Herry juga mempertanyakan kinerja pengawasan OJK dan pihak bank perkreditan. "Ini sampai ada nasabah kok bisa lolos BI-Checking, ini ada apa, perlu diperta nyakan?" katanya.

Menurut Herry, dari hasil penelitian pihaknya. Tidak semua kredit yang dilakukan oknum PNS, dilakukan secara serentak. Tetapi, ada juga nasabah yang melakukannya dalam jangka waktu yang berbeda-beda. " Ini harus dilihat juga dari sisi sosialnya, kenapa ini bisa terjadi. Terkait per masalahan yang dihadapi saat ini. Permasalahannya ada pada PNS dan pihak UPTD," imbuhnya. Untuk itu, pihak dinas terkait juga harus berhati-hati menyikapi dalam kasus ini. Jangan hanya menitik beratkan kesalahan pada pihak PNS semata, karena kemungkinan oknum dari pegawai bank bisa saja terlibat.

Terkait dengan pengucuran dana kredit kepada oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang meng gunakan SK palsu di beberapa perbankan di Jambi. Pengamat Ekonomi Jambi, Pantun Bukit me ngatakan, bisa atau mungkin saja ada oknum dari perbankan memberi pelicin nasabah mendap atkan kredit. Menurut Pantun, hal itu sering terjadi, karena banyak pegawai perbankan yang ing in cepat mencapai target, dan melakukan hal pidana semacam itu. "Namanya manusia, tetapi itu hanya berbicara seputar personal dari pegawainya, bukan bank yang bersangkutan. Jadi per an pegawai mungkin ada, tetapi bukan bank-nya," ujar Pantun, kepada wartwan, dalam mena nggapi persoalan itu. Menurut Pantun, tidak ada perusahaan keuangan atau perbankan di seti ap daerah, memberi kredit, melalui jalur konspirasi dengan pihak instansi tempat oknum PNS bekerja.

Masalah SK PNS Aspal ini mencuat kepermukaan, terkait adanya print out laporan rekening kredit salahseorang guru pada salahsatu bank di Jambi, bahwa, pinjamannya sebesar Rp 70 juta,diangsur selama 15 tahun, dengan angsuran pokok Rp 800 ribu-an, sehingga oknum PNS ininya ris tidak lagi menerima gaji, dalam setiap bulannya. "Bagaimana mau terima pak, gaji kami min us," tuturnya kepada wartwan. Dengan demikian lanjut PNS ini, untuk menyambung hidup, ter paksa kerja keras dengan suaminya. Guru sekolah ini juga mengakui, banyak rekan-rekannya sesama guru yang tidak menerima uang gaji guru, karena orang dinas yang menjaminkan SK Kenaikan gaji berkalanya ke bank.

Terkait dalam hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi, Rifa'i saat dikonfirmasi tentang adanya dugaan oknum di dinasnya yang membantu pembuatan duplikat SK Kenaikan Gaji Ber kala yang diduga Aspal itu, dengan tujuan mendapatkan pinjaman lebih dari satu bank, menga takan bahwa, pihaknya sedang melakukan penyelidikan tentang hal itu. "Nanti saja ya, kami masih menyelidiki tentang hal ini. Takutnya nanti jadi ramai," katanya saat dikonfirmasi, warta wan, Selasa (9/9-2014). Menurut Pengamat Hukum Pidana, Sahuri, membuat duplikat SK hingga melakukan pemalsuan tanda tangan, bisa masuk ke ranah hukum pidana, ketika pihak yang dip alsukan tanda tangannya melaporkan ke kepolisian, dan merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan si pemalsu tanda tangan. Contoh semisalnya pada kasus di Dinas Pendidikan Kota Jambi, kepala dinas, yang tanda tangannya dipalsukan bisa melaporkan ke ranah hukum. "Jika kepala dinas merasa dirugikan, karena tanda tangannya dipalsukan, bisa membuat laporan ke kepolisian untuk ditindak secara hukum pidana," jelasnya.

"SK merupakan dokumen negara, dan ketika itu dipalsukan atau dibuat duplikat dengan tuju an mendapatkan sejumlah uang, jelas sangat dilarang," katanya. Selain itu, . "Pihak bank juga bisa melaporkan yang bersangkutan, karena kredit macet," ujarnya. Karena masalah ini akan semakin banyak bermunculan, kalau tidak segra dilakukan tindakan hukum. menggadaikan SK duplikat dengan tanda tangan palsu, secara etika, apa yang dilakukan sejumlah oknum guru maupun oknum pejabat di Dinas Pendidikan tidaklah pantas. "Tidak seharusnya hal itu dilaku kan, karena selain bisa berujung di tahanan juga secara etika tidak pantas," lanjutnya. Kepala dinas harusnya memberikan sanksi administratif kepada oknum tersebut, selain hokum, jika dilaporkan. "Pada dasarnya hukum pidana bisa diterapkan ketika ada muncul korban", Katanya.

Selain itu, Poltak juga mengatakan. Agar Petugas Account Officer (AO) yang berhadapan lang sung dengan debitur menerima kredit, dapat mengedapankan ketetapan bank masing-masing. Dianatarnya dapat dinilai dari beberapa aspek, seperti penyaluran kredit yang cukup besar dari pada menghimpun dana pihak ketiga yang lebih kecil. Sehingga NPL bank bisa dianggap tinggi dengan adanya aktivitas tersebut, belum lagi mengenai kredit macet yang sering diterima perba nkan. Dengan demikian bisa mendapatkan sanksi berupa turun jabatan, skorsing ataupun peme catan. Kondisi ini diharapkan, untuk lebih menguatkan lini AO yang merupakan ujung tombak perbankan, dalam memberikan kepercayaan Debitur menerima pinjaman. Dari Bank Indonesia sendiri, selalu mengutamakan kualitas AO melalui pelatihan dan juga pemberian materi dari BI untuk membantu AO semakin kuat dan jeli dalam menganalisis debitur. (Djon) Jambi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun