Pada masa SMA sekitar tahun 1999-2001, sorry to say, dengan tingkat kedewasaan yang kurang, pengaruh buku yang saya baca dengan sembunyi-sembunyi, yang dimiliki oleh abang saya, eksponen 98 dari UI, mengenai konspirasi Zionis, , saya berpikir bahwa Gus Dur adalah Dajjal. Dengan mata yang buta sebelah, tindakan-tindakan dan pemikiran-pemikiran kontroversial dengan Indonesia yang saya pikir adalah dunia, Gus Dur pada waktu itu pastinya adalah malaikat jahat dari surga yang hadir ke dunia untuk menghancurkan kemanusiaan.
Dan linear dengan pikiran saya itu, apapun itu, meskipun beliau bukanlah Dajjal, Gus Dur akhirnya dilengserkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
Yang artinya dewan Perwakilan Saya juga ketika itu, yang tidak memiliki hak politik, berpikiran sejalan dengan saya, bahwa seorang yang tidak memiliki kapasitas yang tepat, tidak pantas memimpin Indonesia dengan menjadi Presiden Indonesia.
Megawati kemudian memimpin Indonesia dengan karakter keperempuanannya yang dipengaruhi oleh spirit Bung Karno, ayahnya yang sekaligus salah satu founding fathers negeri Ini.
Karakter yang sebenarnya lebih tepat mewakili Fatmawati, Ibu Negara kelahiran Bengkulu asal Sumatera Barat, salah satu, atau mungkin satu-satunya Negeri dengan paham matrilineal, garis keturunan dipandang dari garis ibu, yang berfungsi sebagai sendi kehidupan, untuk memimpin Indonesia.
Megawati menjalankan tugasnya dengan cukup menghadirkan stabilitas dan kenyamanan.
UU KPK dengan UU Tindak Pidana Korupsi yang ditandatanganinya, dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden langsung di bawah kepemimpinannnya, Megawati, terlepas dari kontroversi yang dapat diketahui belakangan mengenai BLBI dengan efek moneter, termasuk pengkategorian pengambilan keputusan tersebut pada korupsi pidana, melakukan tugas subtansinya dengan baik, menafikan tugas politiknya sebagai seorang yang harus bercitra sempurna di mata manusia Indonesia,
SBY memenangkan pertarungan citra tersebut dengan menjadi presiden Indonesia selanjutnya, dengan Megawati, yang memndam dendam, sateris paribus, menganggapnya sebagai salah satu pembantunya yang berkhianat.
Hingga saat ini.
Bukan tanpa alasan jika untung saja pemimpin-pemimpin di dunia ini adalah laki- Laki.
Menyitir salah satu perkataan di Buku Milan Kundera, bahwa jika Hitler atau Churcil atau Roosevelt atau Stalin atau Akihito salah duanya adalah perempuan, maka kita tidak akan ada di dunia ini sekarang, karena ketika perempuan sudah memutuskan karena kebencian, maka ia tidak akan pernah berhenti sampai ke tingkat ketiadaan, dan tidak akan ada perdamaian setelah perang Dunia terakhir, begitulah yang dilakukan Megawati sekarang ini.
Megawati tidak pernah berhenti berjuang dan mencoba menunjukkan kekuasaan yang tercerabut darinya yang meninggalkan dendam, termasuk kepada mereka, rakyat Indonesia, yang bukan pemilihnya, melalui Presiden Indonesia saat ini, Jokowi.
Bukan atas Soeharto dan rezimnya yang memperlakukan Ia dan Ayahnya dengan kurang baik, Megawati menaruh kesumat.
Megawati benci kepada ibu-ibu penonton sinteron yang jatuh cinta kepada pria-pria ganteng dan sempurna yang tidak berkuasa akan halnya dirinya, pria-pria yang berusaha menipu diri menjadi seperti tersebut, yang merupakn bagian mayoritas dari negeri ini.
Pada saat itu.
Pada masa belakangan, masyarakat lebih respek terhadap mereka yang berkarakter bodoh, dan jelek namun memiliki potensi besar, akan halnya Tukang Bubur Naik haji, menggantikan SBY.
Kengerian atas kemurkaan yang didasari perempuan haruslah dipahami, oleh Laki-laki, bahwa, Perempuan adalah hebat karena ketidakbertanggungjawabannya. Ketika dipaksa bertanggungjawab, sebagai jalan keluar dari pemikiran laki-laki yang sama-sama benar, perempuan tidak boleh dikhianati.
Termasuk “ditanamkan” pemikiran bahwa ia dikhianati.
Joko Widodo yang mewakili sosok tampilan luar berupa ketidaksempurnaan, diketahui benar oleh Megawati sebagai, boneka yang dapat dimainkan.
Dengan karakter yang dipercayai Megawati, sama sekali TIDAK memiliki potensi besar.
SBY yang telah mewariskan fundamen pemikiran ekonomi ala ameria yang sungguh liberal kepada masayrakat selama dan sesudan masa kepemimpinannya sekarang, berpadu dengan Megawai dan Jokow, menyisakan masyarakat Indonesia yang cinta akan uang, acuh akan nilai-nilai ke-Indonesia-an.
Nilai-nilai yang mengacu kepada konsesus bersama atas dinamilka Jawa dan Non Jawa dengan tuan Kolonial yang sama, Belanda, dengan kekuatan dunia pada masa pendirian negara ini pada masa itu telah clear. Nilai-nilai maha penting yang embrionya berasal dari perkawinan Sumpah Pemuda dan kelelahan atas klimaks konflik kekuasaan dunia .
Jika Gus Dur adalah seorang yeng berkemampuan sendiri, yang salah karena dikelilingi manusia-manusia anti nilai-nilai persatuan Indonesia, yang rakus, berdasarkan kualitas dirinya sendiri maka Presiden Indonesia sekarang adalah lebih dari itu.
Ia hadir berdasarkan kekuatan kepentingan penuh kebencian, kekuatan kebodohan yang awam akan keadaan dunia yang sedang menata diri, kebenaran semu penuh keterasingan manusia satu dengan yang lainnya dengan mezzanine berupa informasi world wide web.
Jika Dajjal adalah entitas penting, maka Presiden Indonesi sekarang adalah Presiden yang jauh lebih buruk dari Gus Dur. Presiden atas pilihan mayoritas masyarakat yang galau dengan ketiadaan determinasi pribadi.
Presiden yang kata masyarakat Amrik, kiblat kebenaran yang diselimuti kabut kenegroan, maaf kegelapan, candaan yang dapat kita berak-ki, presiden yang disebut sebagai keturunan salah satu negara civilization yang tidak memiliki batas wilayah, Cina, Presiden muslim yang diragukan kebijaksaan ketegasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H