logika tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan mengenai keberlangsungan negara Indonesia. itulah sebabnya merokok dianjurkan untuk dilakukan. merokok adalah perbuatan miskin logika yang dijalankan sejalan dengan kegiatan hidup dalam lingkup besar. Seperti merokok, yang dilakukan mayoritas preman di Indonesia, kelompok masyarakat yang berperan sebagai pelaksana/eksekutor dari teori-teori ideal mengenai kebaikan negara yang jika diuji parsial cukup memenuhi syarat, walaupun tidak akan pernah sempurna.
preman diidentikan dengan rokok. walaupun ada yang lebih dalam sebenarnya dibandingkan variabel rokok seperti minuman keras, judi dan perkelahian yang diidetikkan dengan preman. namun kebenaran variabel yang dalam itu nyaris mutlak berhubungan dengan fakta rokok. dan rokok dikesankan dengan kejantanan. walaupun terbukti sebaliknya namun kesan irasional itu dijalankan tanpa syarat oleh para subjek berpikir dalam perokok.
Dengan keirasionalan seperti merokok itulah Negara sekarang ini berjalan. Negara sekanag berpola pikir seperti pengikut akademis asing yang tidak seperti pola pikir preman. Yang berpura-pura positif sepertinya adalah orang yang mendukung keterbelakangan mental yang tidak belajar mengambil hal baik dari sejarah bahwa faktor sejarah kehidupan bangsa banyak dilumuri oleh kisah-kisah premanisme.
Premanisme kuno mulai di era Ken Arok dimana kena arok yang seorang pengangguran "tidak jelas" tanpa garis ningrat apa-apa menghabisi rajanya sendiri hingga Amangkurat I dan Soeharto. Sejarawan Ong Hok Ham (alm) menyebut, berkembangnya premanisme berhubungan erat dengan tidak adanya negara sentral (pusat) dengan institusi kekuasaan yang kuat. Dalam konteks negara masa lampau, Ong Hok Ham melihat munculnya kecenderungan premanisme itu dikarenakan rakyat mendasarkan diri pada kharisma raja atau penguasa. untuk mempertahankan kekuasaannya para penguasa selalu menggunakan tangan-tangan jagoan (preman), terutama untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Catatan sejarah itu menunjukkan, dalam cara pandang kekuasaan, peran para preman besar, dan selalu siap melakukan tindakan kekerasan demi menjaga dan mempertahankan kekuasaan. Dan dalam sejarah Indonesia, batas antara kejahatan, perang dan politik memang sangat samar-samar.
Di jaman yang berlangsung modern sekarang ini situasinya ternyata tidak jauh berbeda. Hanya saja dalam tatanan masyarakat modern ada yang namanya hukum, dan polisi sebagai aparat penegak hukum ditugaskan oleh negara menjadi payung untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan premanisme.
salah satu bentuk premanisme sebagai alat penguasa mutakhir mungkin secara samar-samar terlihat pada kasus antasari azhar. walau diragukan kebenaran kejahatan yang dilakukan antasari tapi adanya terdakwa lain yang telah diputuskan kesalahannya yang notabene merupakan "preman" seperti yang dituliskan dalam tulisan lain pada topik ini menegaskan bahwa preman berpengaruh dalam pembuatan keputusan elit negara.
begitu juga dengan konteks rakyat yang mendasarkan diri pada kharisma raja atau penguasa. ketika logika dan kecerdasan dialog tidak dapat menyelesaikan masalah maka pelanggaran etika akan wajib dilakukan oleh siapapun orangnya dan latar belakangnya untuk bertahan ketika berada di lingkungan raja yang berkharisma tersebut. ini terbukti benar dengan saat ini kita melihat orang-orang cerdas baik akademis dan berebut mengeluarkan kata-kata kasar yang menyinggung, kembali ke perdebatan cara masa kanak-kanaknya. Sementara generasi kanak-kanak saat ini justru bersikap lebih dewasa dalam menahan kata katanya dalam mendapatkan kemauan yang ada di pikirannya.
Dengan cara berproses seperti sekarang para pemangku keputusan elit pada akhirnya akan mendelegasikan usaha untuk meraih apa yang diinginkannya melalui kalangan yang tidak tersorot. dan kalangan yang belum tersorot itu untuk sementara saat ini adalah preman.
menarik jika kita menonton film J. Edgar yang dinominasikan unruk beberapa kategori oscar sebagai cermin bagi negara masa kini kita yang berkiblat pada demokrasi ala barat dan nampak hanya akan jadi peniru masa 10-30tahunan yang lalu mereka pada ceritanya yang bersetting pada tahun 50tahunan lalu itu.  salah satu kutipan terbaik dari film itu adalah "When morals decline and good men do nothing, evil flourishes. A society unwilling to learn from past is doomed. We must never forget our history".
Jangan pernah melupakan sejarah kita. dan di antara hadirnya pemimpin yang bermodalkan kharisma, sejarah selalu berulang dalam menempatkan para jago atau preman, yaitu orang-orang yang tidak jelas latar belakang dan posisinya untuk berada pada posisi penting dari keberlangsungan kenegaran. Sebagai orang awam maka untuk beradaptasi dengan itu semua kita wajib menghargai logika keirasionalan preman dalam cara memandang hidup di Indonesia. Jika tidak mampu juga paling tidak kita memiliki sedikit unsurnya seperti merokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H