Mohon tunggu...
Febrian Arham
Febrian Arham Mohon Tunggu... pegawai negeri -

alumni DIII STAN' 04, (harusnya) DIV STAN' 08

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Saya Mengalah... (Titik-titik) Anda Miskin??

24 September 2011   04:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dunia kerja mengakulturasi/mengasimilasi individu-individu dengan latar belakang yang lebih heterogen
dibanding dunia sekolah. hal ini secara langsung maupun tidak menyebabkan kompromi yang lebih besar bagi masing-masing individu untuk dapat bertahan. motivasi individu untuk bertahan di pekerjaan secara langsung dapat dikaitkan dengan bertahan hidup itu sendiri (jika tidak mau dikaitkan dengan piramid kebutuhan maslow).
terkait dengan pemahaman pekerjaan sebagai birokrat vs entrepreneur, saat ini warisan pemikiran dari generasi satu,terutama yang berkuasa ke generasi yang belum berkuasan belum berjalan secara IDEAL. saya melihat bahwa saat ini warisan budaya kerja antar generasi adalah berupa komoditas yang cukup busuk. entah siapa yang memulai ide ini namun saya hanya mengingat bahwa budiman sujatmiko yang di tahun awal-awal reformasi yang mengusulkan potong satu generasi sebagai solusi (mungkin) atas ketidakidealan ini.
kehidupan bangsa indonesia hanya terpusat di jakarta saja yang menghasilkan kegilaan macet. coba lihat dunia pekerjaan di indonesia. selain perusahaan rokok tidak ada perusahaan lokal (tidak termasuk BUMN) yang memiliki penyebaran pasar di seluruh indonesia yang memberikan mampu memberikan jaminan karir bagi para intelektual yang telah melewati bangku perkuliahan. hal inilah yang menyebabkan PNS masih sangat diminati.
pada tulisan-tulisan saya terdahulu telah saya sebutkan mengenai betapa bobroknya birokrasi di negara indonesia sekarang ini betapapun telah dikampanyekannya anti korupsi seperti apapun. namun pada titik ini saya melihat bahwa solusinya bukanlah anti korupsinya. kembali kepada dasar negara ini, saya rasa solusi negara adalah mengkampanyekan pelayanan publik secara maksimal di seluruh indonesia.
teringat lagu john mayer berjudul waiting for the world to change.
one day our generation are going to rule the population
saya ingin tidak berkompromi pada rasa kasihan dan kemiskinan. moralitas yang berupa rasa nurani yang paling dalam juga telah dilukai oleh banyak orang miskin dan orang kampung di seluruh indonesia.
ayah saya pada umur 30an telah berkeliling eropa, maksudnya doi sudah pernah mencapai puncak kekayaan pada usianya yang muda. ia pernah punya mobil sedan premium langka yang saat itu belum ada orang yang punya. pernah mengadakan pertandinga tinju tingkat nasional meski begitu pernah juga pernah juga merasakan semiskin-miskinnya jadi orang, mengelola warung kelomntong kecil. meski saat itu kemudian mulai bangkit lagi dengan mendgadakan usaha yang sedikit lebih ekskusif.
dan saya mulai berpikir sebaliknya mengenai kepercayaan saya yang berkacamata minus tebal saat ini gara-gara kebanyakan membaca hampir semua novel-novel masterpiece anak-anak dari enid blyton mengenai : saya kira diam dan kharismatik artinya memikirkan saya juga.
pada kenyataannya saat ini di kehidupan nyata  ketika diajak berkomunikasi justru orang yang jarang berbicara dan terlihat khariosmatik itu tidak memikirkan orang lain. dan ini berlaku juga bagi perempuan cantik yang terpuja-puji. kaum perempuan jarang yang bersuara politik. mereka lebih banyak bekerja politik. bukan berteori. dalam suatu perncanaan strategis saya percaya bahwa mereka lebih berpengaruh dalam kegiatan eksekusinya.
ketika hal ini dinafikan, yang ada adalah keadaan kemunafikan dimana laki-laki satu dan lainnya saling sandera dan kegiatan amoral underground dilakukan dengan toleransi yang menakjubkan

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun