Mohon tunggu...
Febrian Arham
Febrian Arham Mohon Tunggu... pegawai negeri -

alumni DIII STAN' 04, (harusnya) DIV STAN' 08

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahaya China

3 Oktober 2014   23:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:28 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Konsepsi yang salah oleh barat mengenai China adalah menganggap China sebagai Union State, akan halnya Negara-negara lain, padahal China adalah civilization State, terbukti di Hongkong, dimana satu Negara dapat menjalankan dua konsep yang berbeda dimana orang hongkong mengacu kepada peradaban China, dengan bisa memisahkan diri sebagai dua Negara yang berbeda “Jacques - 2008.

Pernyataan ini agak terlihat berkebalikan hari ini dimana ribuan pengunjuk rasa di Hongkong menuntut pembedaan cara memilih pemimpin di Hongkong dengan yang di China, dimana di China pemimpin suatu daerah dipilih oleh pimpinan pusat partai Komunis China.

Meski begitu, konsep dua Negara satu identitas ini tetap tidak terbantahkan.

Pengunjuk rasa hanya menuntut pembedaan cara memilih, bukan membedakan dirinya dengan peradaban Han di China.

Di Indonesia, konsep inipun terjadi. Keturunan tionghoa di Indonesia akan mampu mengklaim bahwa Satu orang Cina mampu menghidupi dan memperkerjakan sedikitnya 1 orang dan lebih Pribumi.

Dengan semakin dominannya keturunan Tionghoa di berbagai bidang, yang sebelumnya hanya berkutat pada masalah ekonomi dan semakin dominannya China di percaturan geopolitik global, menyebabkan Indonesia akan menjadi bagian dari China raya suatu hari nanti.

Tanda-tanda ini sudah terjadi belakangan. Panglima ABRI memiliki penasehat resmi pengusaha keturunan china, seperti yang diberitakan dalam suatu laporan langsung majalah detik baru-baru ini. Agnes Monica, juga Gubernur DKI Jakarta, Ahok, memiliki kebenaran mutlak di dunia politik berbasis social media, sementara raja Preman, seperti TW tak tersentuh.

Dengan penghubungan keduanya, Satu-satunya alasan Ahok masih “hidup” di dunia sebenarnya adalah karena adanya dukungan dari TW ini, setelah kekuatan di dunia maya mendukung penuh.

Dan sudah beberapa kali saya berpikir mengenai etnis tionghoa di Indonesia. Dasar pikiran saya adalah karena keluarga saya bertetangga, selama puluhan tahun dengan etnis tionghoa di sudut kota Jakarta.

Rumah kami di Hoek di jalan utama suatu perumahan umum. satu-satunya tetangga yang dapat dengan mudah, langung bersinggungan aktivitas kesehariannya dengan kami adalah tetangga di sebelah utara.

Pada perkembangan intelektualitas saya, di masa mahasiswa, salah satu buku yang cukup mempengaruhi pola pikir saya adalah buku berjudul Wahyu yang Hilang, Wahyu Yang Terbuang oleh Ong Hok Ham.

Buku itu entah dimana kini.  Tapi yang saya ingat mengenai ong Hok Ham, tanpa perlu me re google nya lagi adalah Ia adalah sejarawan Indonesia “dari” Indonesia lulusan Yale, salah satu universitas paling prestisius di dunia.

Kalau tidak salah lagi ia seangkatan dengan P.K Ojong, pendiri Kompas. Dari namanya, tentu mereka dapat diafiliasikan.

Kutipan yang paling berharga yang saya percaya sampai saat ini dari ratusan ribu kata yang ada di dalam buku itu adalah : tidak pernah ada politik Devide Et Impera oleh Belanda di Indonesia. Masyarakat Indonesia terpecah dari sononya.

Nalar yang saya kembangkan sendiri  jadinya :  satu-satunya penyebab Indonesia ada adalah dikarenakan latar belakang kepemilikan tuan penjajah yang sama untuk memeranginya bersama-sama kemudian.

Majapahit serta Sriwijaya, terasa muluk bagi saya mengingat penyeldikan dan penelitian yang sampai masa sekarang tidak pernah benar-benar valid membuktikan bahwa Indonesia telah dari dulu bersama.

Saya pun terpesona akan kecanggihan Ong Hok Ham menyimpulkan hal ini.

Dan tetangga kami itu adalah tetangga terbaik yang bisa anda harap dan dapatkan di daerah penduduk urban suatu komplek perumahan pojok Jakarta yang belajar individualis, selama akhir 80an sampai sekarang.

Kemudian, dari hidup dan bekerja di beberapa daerah di Indonesia serta kemudian dari menyelami pola pikir dan gaya hidup orang Belanda secara langung di negerinya, saya pikir kesimpulan Ong Hok Ham itu sangatlah masuk akal.

Pada perkembangan pengalaman saya yang lebih jauh, saya pun tertarik dengan sudut pandang orang Tionghoa aslinya.

Dan Eric Li, salah satu pemuda yang termasuk paling berpengaruh di China dalam satu tayangan TED., menyebutkan bahwa Pemilihan Langsung adalah Perpetual cycle Dari Memilih dan Menyesal, untuk menyindir demokrasi ala barat.

di Indonesia sekarang ini, permasalahan UU Pilkada dalam demokrasi ala barat adalah bukan mengenai substansinya, tapi mengenai perjuangan untuk memiliki sikap sendiri.  Dengan konsep Li, dan Ham tersebut sesungguhnya, seluruh peradaban China akan mendukung apapun yang mampu memecah belah Indonesia untuk membiayai kampanyenya atas dunia sekarang ini yang tengah maju pesat di tengah-tengah konflik di barat dan timur tengah (termasuk konflik India – Pakistan).

Akan halnya Holocaust yang seakan-akan tidak nyata namun mampu diperangi oleh seluruh peradaban dalam bertingkah laku, terdapat dosa absurd yang harus diakui oleh bangsa Indonesia melalui pembantaian kaum Tionghoa pada tahun 66, dengan populernya film Act Of Killing, serta Reformasi 98, untuk kemudian meninggikan Bangsa Tionghoa di Indonesia.

Ini sudah terjadi benar. Imlek adalah satu-satunya hari libur berdasarkan Etnis di Indonesia. Bahkan suku bangsa lain, seperti Jawa, Sunda, Madura dll, tidak memiliki hari khusus yang berakar pada kebudayaannya.  Termasuk perubahan PP mengenai pelarangan penyebutan Cina* di Indonesia, sementara nama internasionalnya sendiri adalah China. Indonesia adalah Bangsa yang paling baik terhadap China.

Pada perkembangan hari ini, setelah gemuruh pemilihan Presiden kemarin serta ribut dalam permasalahan Pilkada hari ini, Kesadaran Indonesia untuk menyatu semakin mengecil, sesuai dengan teori yang dikembangkan Francis Fukuyama bahwa manusia modern menginginkan Smaller State dan Bigger Market.

UU Pilkada di Indonesia, dan lebih jauh lagi, Koalisi Merah Putih adalah mengenai sikap untuk tidak didikte sementara bersatu menurut kepribadian sendiri bangsa Indonesia. Tanpa kedua hal itu, Indonesia tidak berarti, Indonesia akan menjadi Negara-negara kecil dengan tuan penjajah China yang sama nantinya, dengan kekuatan China sekarang yang tidak tertahankan oleh siapapun.

Kalau ada kampanye #ShameOnYouSBY saat ini, adalah karena ia meninggalkan legacy yang merendahkan diri atas China.  Orang lingkar dalam SBY seperti Seng Man yang diburu karena kasus korupsi, tidak tersentuh dan tidak terdeteksi sampai saat ini. SBY harusnya menyadari bahwa #ShameOnYouSBY pasti berisi orang-orang yang itu-itu juga. Jika tidak menyadari ini, bukan saja ia telah terkhianati dengan telak, ia pun telah dengan keterpaksaan yang dipaksakan, memecah belah Indonesia di akhir kepemimpinannya mengenai UU Pilkada dikarenakan Presiden terpilih selanjutnya setelah dia yang terlalu lemah.

Ikhtiar menyampaikan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada dan juga Pemda adalah ikhtiar dari pemerintah yang masih ada sekarang untuk menyeimbangkan control yang terlepas kepada masyarakat pengadu domba China, yang mungkin sulit terelakkan, yang disadari betul oleh pemimpin-pemimpin Negara ini. Tidak usah berutopia membayangkan Perang Dunia ketiga akan segera terjadi, Indonesia yang terkait dengan konflik besar di timur tengah dan dunia barat tersebut, baik karena identitas muslimnya serta demokrasi liberal yang melawan raksasa agresif komunis, bercampur menjadi satu dalam perkembangan politik dalam negeri saat ini,  kenyataannya hanyalah cerdas berekonomi. Meski China adalah Negara komunis, namun memiliki tingkat kepercayaan tertinggi dari rakyatnya terhadap pemerintah dari ukuran agregat perbandingan negara seluruh dunia.

Soekarno dan Soehato otoriter untuk mempertahankan persatuan Indonesia. Kecerdasan berpolitik  masyarakat Indonesia tidak merasionalkannya untuk bersatu.

Keterangan : tulisan sesuai dengan kaidah bahasa Internasional yaitu China, bukan Cina,

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun