Mohon tunggu...
Febrian Arham
Febrian Arham Mohon Tunggu... pegawai negeri -

alumni DIII STAN' 04, (harusnya) DIV STAN' 08

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Antisipasi Resiko Inflasi 2017 Melalui Kebijakan Fiskal Daerah

20 Januari 2017   10:04 Diperbarui: 20 Januari 2017   10:12 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Memasuki tahun 2017, risiko terhadap inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia dan pelemahan rupiah, serta penerapan subsidi tepat sasaran. Dengan ancaman dan kesempatan utama yang telah terpetakan seperti tersebut, Pemerintah melalui Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi 2017 adalah 4%±1%, tidak berbeda jauh dengan sasaran inflasi yang diterapkan pada tahun 2016.

Sasaran inflasi tersebut adalah sasaran inflasi yang diagregatkan dengan sasaran inflasi yang berbeda-beda pada tingkat daerah. Dengan kapasitas dan potensi yang berbeda-beda, pemerintah daerah mengelola perekonomiannya untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah.

Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang diotonomikan terpisah dengan pemerintah, melalui pengelolaan anggaran serta pengelolaan keuangannya, sebagai variabel pembentuk perekonomian daerah.

Penguatan pada pengelolaan anggaran pemerintah daerah merupakan hal yang wajib dikoordinasikan dengan Pemerintah untuk mencapai sasaran inflasi dengan ancaman dan kekuatan utama seperti disebut di atas.

Beberapa skenario implementasi koordinasi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan anggaran daerah melalui proyeksi ancaman peningkatan harga minyak dunia dan proyeksi penurunan nilai rupiah, adalah seperti diuraikan sebagai berikut :

Pertama, ancaman-ancaman tersebut pada tataran praktisnya akan menyebabkan beban operasional pada tingkat produsen akan tinggi, sehingga harga harus dinaikkan sementara pada tingkat konsumen, permintaan akan barang dan jasa menurun.

Selanjutnya, pemerintah yang melihat realisasi anggaran berdasarkan output, akan menemukan keadaan dimana proyek-proyek di daerah dengan lelang sesuai dengan anggaran yang diajukan pada akhir 2016 akan mengalami penurunan mutu.

Antisipasi bagi permasalahan yang akan dihadapi masyarakat adalah percepatan realisasi anggaran, perubahan alokasi anggaran pilihan pada belanja, utamanya belanja barang dan jasa ke belanja dengan risiko minim penurunan mutu seperti subsidi, belanja bantuan sosial, hibah dan belanja bantuan keuangan, dengan tidak mengurangi belanja modal serta meminimalisir Sisa Lebih Pelaksanaan Anggaran (Silpa), dengan pemberian stimulus berupa penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah (BUMD) yang mempengaruhi perekonomian masyarakat.

Koordinasi juga harus menyangkut dengan peningkatan sistem pengawasan internal pemerintah daerah yang harus dioptimalkan agar penurunan mutu output dari kegiatan yang dilaksanakan menjadi minimal.

Kedua, Jenis barang dan jasa yang berorientasi ekspor harus dioptimalkan. Pemerintah daerah harus mengoptimalkan barang dan jasa maupun belanja modal yang terkait dengan usaha masyarakat yang memproduksi barang dan jasa beroirentasi ekspor dan sebaliknya meminimalisir bahan baku  maupun bahan impor.

Catatan lain adalah, pendapatan daerah yang membebani faktor produksi ditunda untuk dinaikkan dulu, dengan antisipasi berupa pemanfaatan Silpa, yang pada tataran praktik tidak bisa dihindari, untuk dioptimalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun