Satu hal yang luput diperhatikan masyarakat di tengah hingar bingar momentum perubahan UU Pemda dan UU Pilkada dan kemudian Perppu yang mengikutinya, selain misalnya adanya UU Jaminan Halal sebagai salah satu pencapaian penutupan sidang paripurna anggota DPR-MPR masa bakti 2009-2014, kemudian adalah gagal terbentuknya setidaknya 20 UU pemerintahan daerah otonom baru di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kegagalan yang paling seksi adalah batal diundangkannya UU tentang Provinsi Tapanuli. Yang sebenarnya juga memecah provinsi Sumatera Utara menjadi beberapa provinsi baru lainnya.
Merunut sejarah dan keadaan Sumatera Utara sekarang ini memang sangat menarik.
Sumatera Utara adalah rumah dari beberapa suku besar yang diasosiasikan secara normative bagi orang luar sebagai satu suku, yang memiliki budaya yang kuat dalam hal penamaan individu patrilinealnya, yaitu suku Batak, yang berpengaruh, jika tidak dikatakan secara global, dalam skala nasional.
Meski begitu Batak memiliki beberapa sub-kultur yang berbeda, utamanya bahasa dan wilayah tinggalnya.
Konsensus yang sebenarnya jika dieloborasi lebih mendetail akan menjadi cukup panjang lebar.
Terdapat Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing dan Batak Angkola di Sumatera Utara. Meski begitu, pada semangat batin orang Mandailing, misalnya, terdapat penolakan diidentifikasikan sebagai batak. Hal ini berhubungan dengan brand yang lebih luasnya bagi dunia luar, bahwa Batak diasosiasikan sebagai Kristen, sementara Mandailing mayoritas  adalah Islam.
Terdapat juga suku melayu yang berpengaruh di Sumatera Utara yang juga berasosiasi dengan Islam. Pun suku luar dari Jawa dan daerah sekitar seperti Aceh dan Minangkabau, yang basis wilayahnya adalah terletak di  Medan, yang menjadi ibukota dan pusat pemerintahan serta bisnis Sumatera Utara, dan wilayah sekitarnya seperti Langkat, Binjai dan Serdang,.
Pemerintahan Sumatera Utara, termasuk Medan utamanya, sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, dengan Sumatera Utara sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk dan jumlah wilayah terbanyak di luar pulau Jawa, sendiri selama beberapa dekade terakhir dipimpin oleh Kepala-Kepala Daerah yang berasal dari Karo, Mandailing, Angkola dan Melayu yang dominan berasosiasi dengan muslim.
Sebaliknya di luar Sumatera Utara, yang banyak dominan dalam skala nasional dan menyebar di berbagai daerah di Indonesia adalah nama-nama dengan asal dari Toba, seperti misalnya Petinggi Golkar yang membelot menjadi penasehat Utama Jokowi, belakangan ini, Luhut Panjaitan. Termasuk apa yang dikatakan oleh Sosiolog Thamrin Amal Tamagola beberapa waktu lalu yang dominan memerintah di wilayah DKI Jakarta, yaitu Babi Kuning (Batak – Bima dan Kuningan) yang mendukung pemerintahan Ahok, yang merupakan Kristen.
Provinsi Tapanuli yang diajukan sebagai wilayah tersendiri, setelah melalui perjalanan panjang, seperti misalnya yang memakan korban jiwa Ketua DPRD Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, adalah wilayah yang berpusat dan mengakomodir mayoritas masyarakat Batak Toba, masyarakat di wilayah pusat penyebaran agama Kristen oleh Nonmensen, seorang yang dapat dianggap sebagai Rasul bagi masyarakat Kristen-Batak, yang juga berpengaruh kepada masyarakat Simalungun, Nias dan daerah Mentawai di Sumatera Barat, bahkan Indonesia, dengan pengaruh lanjutannya, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia, setelah NU dan Muhammadiyah.
Winner Curse pada NU dan Muhammadiyah yang sedikit banyaknya terbunuh karakternya sebagai islam pada konteks islamophobia di dunia, yang terpecah suara anggotanya dalam pemilihan presiden beberapa waktu lalu, tidak dialami oleh HKPB yang secara bulat mendukung Jokowi-JK.
Wilayah dari apa yang menjadi konsep Provinsi Tapanuli sangat dominan mendukung Jokowi-JK pada pemilihan Presiden langsung yang lalu. Meski begitu masih terdapat masalah, misalnya, Sibolga sebagai daerah paling berkembang pada apa yang dikonsepkan masuk ke dalam Provinsi Tapanuli dengan heterogenitas penduduknya yang masih didominasi muslim, masih enggan menggabungkan diri.
Ke depannya dengan adanya Koalisi Merah Putih dan unjuk kekuatannya baru-baru ini di parlemen Indonesia yang menyadari keadaan ini, akan sulit kembali bagi Provinsi Tapanuli untuk diundangkan. Dengan begitu, meski di luaran terdapat persepsi yang berbeda, Provinsi Sumatera Utara ke depannya mungkin masih akan didominasi Muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H