Ngajih Sandhorellang merupakan diskusi terbuka mengenai gerakan dan bahasa Ritual Sandhorellang. Kegiatan ini diadakan setelah Ritual Sandhorellang pada Minggu (7/7/2024) di Masjid Hidayatulloh, Dusun Mujan, Klungkung. Sandorellang merupakan salah satu ritual keagamaan yang berisi puji-pujian disertai gerakan membentuk lingkaran. Kegiatan Sandorellang ini telah berlangsung sejak tahun 1917 M dan berlangsung di Pemakaman Umum Dusun Mujan, Klungkung. Kalimat-kalimat yang dibacakan oleh anggota Sandorellang dilestarikan secara turun-temurun dengan cara dihafalkan dan tidak tertulis.Â
Diadakannya kegiatan Sandorellang saat 1 Muharram memiliki tujuan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT, berdoa bersama memohon ampun untuk keluarga yang telah meninggal dunia, serta mempererat tali silaturahmi. Selain itu, menurut salah satu anggota Sandorellang mengatakan, "kegiatan ini tidak hanya diadakan saat 1 Muharram saja, namun ketika ada yang sakit selamatan untuk menanggap Sandorellang untuk mengobati, lalu ketika orang lagi hajatan dan ingin lancar bisa mengundang Sandorellang serta tasyakuran demi kesuksesan acara".
Tim Promahadesa UNEJ bersama kelompok penggiat budaya Desa Klungkung mengundang para penggiat budaya dari berbagai daerah untuk mengulik filosofi gerakan Ritual Sandorellang ini. Saat Ritual Sandorellang berlangsung, para tamu undangan serta tim Promahadesa UNEJ mengisi lembar observasi untuk bahan diskusi. Kegiatan ini dihadiri oleh anggota Sandorellang sebagai salah satu narasumber.Â
Kegiatan diawali dengan diskusi mulai dari gerakan tangan, badan, dan kaki Ritual Sandorellang berdasarkan lembar observasi yang didapatkan. Beberapa gerakan seperti duduk melingkar, bersila, berpegangan tangan, mengayunkan tangan, dan gerakan-gerakan lainnya dikupas secara rinci oleh para penggiat kebudayaan melalui diskusi terbuka ini.Â
Filosofi yang terungkap pada Ritual Sandorellang mengarah pada ritual keagamaan. Beberapa gerakan telah terdefinisi dengan baik, namun para penggiat kebudayaan belum bisa mendefinisikan bahasa yang digunakan dalam Ritual Sandorellang ini. "Bacaan terdiri dari mantra pembuka mantra inti, dan mantra penutup yang menggunakan kata alkais, memang tidak ada artinya," terang salah satu penggiat budaya yang menghadiri diskusi Ngajih Sandorellang.Â
"Secara garis besar, Ritual Sandorellang ini terdiri dari pembukaan dengan posisi duduk, gerakan inti yang terdiri dari 8 ragam gerak, penutup dengan posisi duduk. Antara gerak dan syair melekat, saat gerak berbeda maka syair juga berbeda, secara keseluruhan transisi ada 3 kali," ujar Bapak Hendi selaku ketua komunitas kebudayaan Desa Klungkung. Hasil diskusi nantinya akan didokumentasikan dalam bentuk modul kebudayaan Sandorellang oleh Tim Promahadesa UNEJ sebagai bahan bacaan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H