Oleh: Yusuf L. Henuk*)
Nama “Bijaesahan” merupakan sebuah dusun kecil yang merupakan bagian dari Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten yang memiliki komunitas sebagian besar berasal dari etnis Rote (Lole) dan saya merupakan bagian dari etnis ini yang telah menghabiskan masa kecil saya sebagai penunggang kuda ala “cowboy” dari Texas untuk menggembala sapi yang selalu menyanyikan lagu “Aku ini Seorang Gembala Sapi” dan/atau versi “Au Ia Mana Lolobanda”. Saya juga sudah terbiasa peras susu sapi di pagi hari sebelum semua sapi di lepas ke padang penggembalaan, saya juga penjaga botok yang diduduk di atas “Hakalelo” untuk menghalau burung pipit, dan pemanjat “Hakalelo” yang juga dipakai untuk menjemur daging se’i sapi untuk di jual ke Pasar Takari.
Etnis Rote (Lole) di kawasan ini memiliki keeratan hubungan keluarga dengan etnis Rote (Lole) di Keluarahan Maulafa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Jalan masuk dari Km. 71 (Kupang – Atambua) menuju Bijaesahan hanya sekitar 10 km, tapi memiliki jalan aspal yang putus-putus, sehingga semua etis Rote (Lole) selalu menganggapnya sebagai “Selat Pukuafu” yang menghubungkan Kupang – Rote, karena para penumpang harus menari-nari di atas mobil yang berjalan melewati “jalan rusak” yang parah-parah menuju ke Lelogama.
Secara geografis, Bijaesahan or in other languages: Bijaesahan (id), Bijaesahan.
Latitude: -9°54'26.28"
Longitude: 124°2'50.29(http://id.geoview.info/bijaesahan,8401509).
Saya pernah bangga diundang oleh Bupati Kupang untuk menghadiri peresmian Perusahaan Pengelolaan Mangan Pertama PT. Satwa Lestari Permai (SLP) NTT di Bijaesahan Desa Tuapanaf Kecamatan Takari oleh Bupati Kupang Ayub Titu Eki, Senin (7 /10/2013:
http://timoroesaind.blogspot.com/2013_10_09_archive.html). Namun, sayangnya perusahaaan “asal-asalan” asal Tiongkok ini sudah “gulung tikar”, sehingga sudah tampak lagi kegiatan di perusahaan apa-apa lagi di sana.
Saya pun kini diundang sebagai “fotografer” untuk mengambil gambar di “Pesta Balas Gereja” penikahan keluarga kami dari Bijaesahan yang tergolong hebat, karena “pengantin pria” asal Bijaesahan berhasil mengambil istri dari “pengantin wanita” asal “Kota” dari Kelurahan Tuak Daun Merah, Kota Kupang. Hobi saya sebagai “fotografer” telah saya tekuni hanya sebatas untuk keluarga dan saya selalu memberikan semua hasil jepretan saya kepada mereka secara gratis, termasuk mencuci dan memberikan salah satu foto terbaik waktu ciuman di pesat nikah dalam bentuk bingkai plus memberikan dalam bentuk CD dan album foto kepada keluarga yang berbahagia. Saya pun senang diundang lagi ke Bijaesahan, karena mereka telah mengakui hasil jepretan saya yang kata mereka sudah tergolong profesional.
Ketika saya bertugas sebagai “fotografer” di Bijaesahan pada Minggu, 10 Mei 2015, saya pun kaget bukan kepalang, karena orang-orang tua kampung di Bijaesahan berhasil membangun jembatan gantung yang memudahkan hanya dua dusun di Bijaesahan, Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang untuk datang gereja dan menghadiri acara keluarga jika banjir besar di musim hujan. Semua warga Bijaesahan kaget ketika saya menyampaikan informasi kepada mereka bahwa“Jembatan Gantung Bijaesahan” yang kini sedang mereka bangun sebenarnya merupakan “duplikat” dari Jembatan Gantung Golden Gate di Kota San Fransisco, Amerika Serikat. Jembatan Golden Gate adalah sebuah jembatan gantung di sepanjang Golden Gate, sebuah bukaan dari Samudra Pasifik ke Teluk San Francisco. Jembatan ini menghubungkan kota San Francisco, California di Semenanjung San Francisco dan Kabupaten Marin, California. Panjang jembatan keseluruhan 2.727 m, jarak antara menara adalah 1.280 m, dan ketinggiannya adalah 230 m di atas permukaan air.
Pada kenyataannya, sudah warga Bijaesahan sudah berada pada tahap “Live locally, But Build Internationally”, artinya “hidup secara lokal, tetapi membangun secara internasional”.......ko abis “Otak Rote” na....mau lawan karmana ooo....
Semua wargakini semakin senang, karena mereka tanpa sengaja membangun “Jembatan Gantung Bijaesahan” yang kini menjadi ikon untuk daerah mereka setelah saya memberitahukan kepada mereka dan mereka semua pun mengamini informasi dari saya yang telah mereka anggap sebagai seorang profesor kebanggaan mereka yang sudah mereka anggap sebagai “Putra Daerah Bijaesahan” terbaik, karena mereka paham Prof. Yusuf L. Henuk telah menyelesaikan semua bangku kuliah di dunia pendidikan tinggi mulai dari pendidikan dasar – pendidikan tinggi***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H