Fenomena kurangnya peran ayah atau fatherless menjadi perhatian serius di berbagai negara, termasuk Indonesia. Fatherless merujuk pada kondisi di mana seorang anak tumbuh tanpa kehadiran atau keterlibatan signifikan dari ayah, baik secara fisik maupun emosional. Faktor-faktor seperti perceraian, pekerjaan ayah yang mengharuskannya tinggal jauh dari rumah, serta ketidakhadiran emosional meskipun secara fisik hadir, menjadi penyebab utama fenomena ini.
Di Indonesia, fenomena fatherless menjadi semakin nyata dengan meningkatnya angka perceraian. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 480.618 kasus perceraian, yang sering kali meninggalkan anak-anak tanpa kehadiran ayah. Selain itu, banyak ayah yang bekerja sebagai buruh migran atau di lokasi jauh dari keluarga, sehingga sulit berpartisipasi dalam pengasuhan anak. Bahkan dalam keluarga di mana ayah tinggal bersama anak, budaya patriarki yang kuat sering kali membuat pengasuhan dianggap sebagai tanggung jawab ibu semata, mengabaikan pentingnya keterlibatan ayah (Susanto & Rahmawati, 2021).
Dampak Fatherless pada Anak
Ketidakhadiran ayah membawa dampak signifikan pada perkembangan anak. Anak-anak yang tumbuh tanpa keterlibatan ayah cenderung menghadapi masalah psikologis, sosial, dan akademis. Penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih rentan terhadap kecemasan, depresi, rendahnya rasa percaya diri, dan masalah perilaku seperti kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba (KPPA, 2020).
Selain itu, keterlibatan ayah secara langsung berhubungan dengan prestasi akademik anak. Data UNICEF Indonesia (2022) mencatat bahwa anak-anak dari keluarga fatherless memiliki prestasi yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang ayahnya terlibat aktif dalam pengasuhan. Ketidakstabilan emosional yang mereka alami sering memengaruhi konsentrasi dan motivasi di sekolah.
Lebih jauh, keterlibatan ayah dalam pengasuhan terbukti penting untuk perkembangan keterampilan sosial, kemampuan mengelola emosi, dan hubungan interpersonal anak. Kehadiran ayah memberikan contoh nyata tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan integritas, serta menjadi faktor penting dalam pembentukan identitas anak.
Penyebab Fatherless di Indonesia
Selain perceraian dan pekerjaan jauh dari rumah, fenomena fatherless di Indonesia juga disebabkan oleh kurangnya kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Banyak ayah yang menganggap tugas utama mereka hanyalah mencari nafkah, sehingga kebutuhan emosional anak sering kali terabaikan. Tekanan ekonomi yang memaksa ayah bekerja jauh dari rumah juga menjadi tantangan besar (UNICEF Indonesia, 2022).
Faktor budaya juga memainkan peran signifikan. Dalam banyak kasus, pola asuh yang diwariskan dari generasi ke generasi membuat ayah cenderung mengulang pola keterlibatan yang minim, sebagaimana yang mereka alami dari orang tua mereka sendiri (Setiawan, 2019).
Solusi dan Langkah Perbaikan
Mengatasi fenomena fatherless membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan: