Ada yang menarik dari pagelaran tahunan ini. Selain drumblek, yang paling dinanti adalah barisan model yang juga dari mahasiswa baru mempertontonkan hasil karya berupa aneka kostum superhero lokal. Mulai dari Gatotkaca, Pangeran Melar hingga Gundala, semua berkumpul di jalanan kota Salatiga. Bukan unjuk kekuatan, namun unjuk penampilan. Euforia masyarakat semakin tidak terbendung. Banyak yang merangsek maju dari kerumunan dan menyetop para cosplayer dan meminta foto. Sempat kewalahan karena barisan tersendat, namun akhirnya barisan dapat berjalan lancar kembali oleh bantuan dari petugas dan panitia yang ada.
Selain cosplayer, di barisan paling belakang ada yang berbeda. Sekelompok mahasiswa berbaju putih nampak dipandu oleh satu instruktur dari mobil jeep membawa sapu lidi, trash bag, masker dan alat kebersihan. Ya, mereka adalah bagian dari tim Sapu Jagad, dimana UKSW Salatiga menanamkan nilai lingkungan dan pengabdian masyarakat. Di banyak tempat dan kesempatan, karnaval selalu menyisakan permasalahan abadi : sampah. Sebagai mahasiswa baru yang sedang memohon ijin masuk atau "uluk salam", maka rekan-rekan mahasiswa Sapu Jagad memberi contoh bahwa UKSW tidak hanya berupaya untuk mencetak mahasiswa dengan nilai akademis cemerlang, namun juga dengan akhlak dan moral yang lebih membumi.
Merajut Beda Merangkul Asa : Perekat Masyarakat Salatiga
Dibalik kemeriahan karnaval, terselip cerita kerja keras seluruh kru dan peserta. Dhea (21), mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi (Fiskom) sempat bercerita mengenai serba-serbi pra tampil kepada saya. Ia dan 20 orang mahasiswi dari berbagai fakultas didapuk untuk menjadi Gitapati dan Mayoret. Menurut Dhea, latihan drumblek dan flagger memakan waktu hingga kira-kira 3 minggu. Sehari sebelum perhelatan, rekan-rekan dari kru dan tim mayoret-gitapati menginap di kampus untuk malam keakraban dan persiapan terakhir. Mereka memastikan bahwa seluruhnya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Mantan Mbak Salatiga tahun 2015 ini menuturkan pula bahwa persiapan make up dimulai pukul 03.30 pagi.
Di tempat terpisah, kru lain mempersiapkan kostum yang tentu saja tidak memakan waktu yang sedikit. Perjuangan rekan-rekan yang hampir setip sore memenuhi lantai 1 Kantor Fakultas (Kanfak) Pertanian dan Bisnis misalnya, patut diacungi jempol. Semua menepis beda dari berbagai aspek : kepentingan, pemikiran, dan lainnya untuk satu tujuan yaitu agar suksesnya pagelaran tahunan Karnaval OMB UKSW 2019.
Dari masyarakat, antusiasme dan animo yang besar tentunya menjadi pelatuk semangat para pelaku karnaval kali ini. Berbagai lapisan turun ke jalan, memadati setiap jengkal rute yang dilalui. Bahkan jauh sebelum karnaval di mulai. Semua tertawa, dan menikmati. Seakan tidak memebri kesempatan jalanan untuk lengang. Penjaja camilan baik makanan dan minuman pun mendapat berkahnya tersendiri.
Lantas rombongan drumblek memasuki Jalan Kartini, dengan serempak rampaknya memainkan lagu Sajojo. Badan ini tidak dapat menahan hasrat untuk tidak bergoyang pelan, dan bulu kuduk merinding! Kebetulan saat itu saya menonton bersama rekan dari Papua, Flores dan Halmahera sehingga kami berempat reflek ikut bernyanyi. Euforia dan suasana meriah membuat kami-penonton- larut dalam buaian dan ikut berdendang. Semua menjadi erat. Masyarakat Salatiga, Karnaval dan Mahasiswa Baru. Semua membaur tanpa terkecuali, menikmati suasana rangkaian OMB UKSW 2019.
Siang itu, sepulang menonton. Masih terngiang jelas di telinga.
"Sajojooo... sajojooo... yumbo ramko i sa bapa rasa muna-muna-muna keke, sa muna-muna keke..!"