Sungguh kita menyadari, perjuangan mereka dalam menyajikan legitnya cokelat tentu tidak semanis yang kita bayangkan.Â
Hal ini tentu tidak hanya untuk kakao, namun hampir segala produk pertanian, hortikultur, pangan serta perkebunan, dimana kita musti merefleksikan bahwa menghargai dan bersyukur adalah penting.Â
Di balik hal yang mungkin sepele atau remeh di mata kita-seperti sebatang cokelat- terdapat pengorbanan dan perjuangan ratusan hingga ribuan pasang tangan yang berkontribusi sehingga kita dapat menggunakan atau mengkonsumsi produk yang belum tentu mereka juga mampu menjangkaunya.Â
Tiga bulan lebih melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Puslitkoka Indonesia, rupanya telah membuka cakrawala pengetahuan dan tentunya yang lebih "mengguncang" saya ialah menyentuh relung hati, di mana catatan logbook, foto-foto weekly report, catatan perkuliahan atau catatan lapang hingga saya menuliskan tulisan ini, tiada artinya bila dibandingkan dengan nilai-nilai yang didapatkan.Â
Suatu hari di penghujung PKL, saya membeli sebuah truffle dan segelas krim cokelat dan menikmatinya di selasar Outlet.Â
Terbayang wajah-wajah yang sehari-harinya saya temui di kebun, gigih merawat dan saling bertegur sapa ketika bertemu di jalan kebun, segenap peneliti dan teknisi yang penuh semangat meski padat kegiatan demi memuliakan kakao dan kopi hingga di pelosok negeri, hingga keramahan pegawai produksi dan remahan cokelat yang kerap kali mereka berikan pada saya.Â
Sungguh, saya tidak dapat menggambarkan nilai-nilai positif yang mereka tebarkan, namun menghargai jerih payah dan bersyukur akan semua limpahan karunia dari Yang Maha Kuasa, seperti kakao mengajarkan hal ini kepada kita.
Sejenak saya kemudian memandang area perkebunan yang saat itu sudah siap untuk dipanen. Sepintas, tergambar pula raut sumringah dan senyum bangga mereka terhadap kakao Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H