Mohon tunggu...
Priyo Widodo
Priyo Widodo Mohon Tunggu... -

le... ileng agomo lan ojo sombong, rejeki lan jodoh iku emput enten seng ngatur, ntur cah lanang iku golek ngilmu seng kadtah,, insaalloh enten bocah wadon seng ndua'aken kue.. dadi golek ngilmu mulyo-mulyone urip... sunggeng rawoh max.. doa restune pon..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Menulis Dari Plato

9 Juli 2012   11:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:08 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada cerita dari negeri Yunani, Negeri yang banyak di kenal sebagai tempat lahirnya ilmu pengetahuan dan melahirkan para pemikir-pemikir. Sebut saja diantara banyak tokoh yang ada di Yunani. Socrates yang merupakan filsuf terbesar di abad ke-3SM, dengan gaya berfikir dan metode pencarian suatu kebiksanaan mampu di kenal sampai abad ke-21 ini. Sesampainya penulis mempertayakan, kok hebat bangetnya, walau orangnya sudah tidak ada dan bahkan sudah beberapa abad lamanaya tapi masih di kenal orang. Resepnya apanya, tentunya kita terpesona dengan pemikirannya. Baru aku ketahui kalau sebenarnya bukan Socrates yang terkenal, akan tetapi muridnya, yaitu Plato yang menulis dan menceritakan bagaimana kehidupan gurunya selama masih hidup. Ya. Menulis, dengan menulis maka kita akan di kenal orang walau kita sudah mati. Lalu, apa yang dilakukan oleh Socrates saja tidak cukup, hanya berfikir tanpa mau menulis. tentunya Socrates bererima kasih banyak dengan Plato. Karena Platolah dunia mengenalku sampai kesiakan abad lamanya.

Dari kisah nyata tersebut, tentunya kita sudah punya gambaran, bagaimana Socrates hampir dilupakan oleh sejarah dan bahkan kita tidak akan mengenal nama Socrates untuk sekarang ini tanpa apa yang sudah di tulis oleh Plato. Dari kemampuan menulisnyalah ia dikenal sampai sekarang ini.

Dari sekilas cerita diatas tentunya kita semua patut menyadari bagaimana mulianya menulis. Menulis itu adalah bagaimana kita di kenal oleh orang lain dan tidak di lupakan oleh orang lain.

Membiasakan diri untuk menulis tentunya bukan perkara mudah, juga harus di barengi dengan banyak membaca. jika sudah agak terbiasa dengan menulis untuk satu hari saja tidak menulis rasanya ada yang kurang dari satu hari, berani coba. Entah apapun yang mau kita tulis, kalau bahasan, pokoke nulis, nulis, dan menulis

Awal Membiasakan

Aku malu dengan tulisanku sendiri ketika dibaca oleh orang lain, entah karena apa? Pengalaman yang tak pernah aku lupakan ketika aku mendapatkan tugas kuliah yang spesifikasiksinya berhubungan dengan agama, perubahan sosial dan globalisasi. Hubungan diantara sub ketiga tema itulah yang harus ada diesai. Tanpa ada rasa berdosa sedikit pun, dosen ku mengumpat dengan mencemooh “tulisan turun dari langit” serontak aku tak terima dengan kejian yang telah mempermalukan ku di depan kelas, hanya karena problem yang menurut ku tidak realistis untuk di katakan di depan umum, karena menurutku ada kecendrungan mematikan karakter dan mental mahasiswanya.

Entah berapa waktu aku tidak terima dengan perkataan dosenku, karena kalimat tersebut secara tidak langsung (tersurat) tulisanku hasil dari plagiasi. Aku dengan tenang ketika di depan kelas  membantah kalau saya mampu membuktikan tulisaku tidak ada sedikitpun penciplakan, kalaupun ada itu hanya kebetulan. contoh plagiasi yang bisa rasional, copy-paste secara keseluruhan tanpa menyertakan sumbernya, entah itu tulisan, pemikiran, penambahan dan pengurangan kalimat.

Hanya karena tema yang saya angkat tidak berkonsen dengan 3:1 sub judul di atas (globalisasi) menyentuh pada wacana Globalisasi. Sudah secara sengaja mematikan karekter mahasiswa di depan kelas, dengan krits tanpa mau memotivasi mahasiswanya untuk terus berfikr secara cerdas. Tidak itu saja, saya bersebrangan ketika mewacanakan Globalisasi yang kata pak Dosen sebagai representasi dari Modenisasi. Jelas aku tidak bisa terima ketika dosen ku mengatakan untuk beberapa kali di kelas,. Semabari ku potong langsungsung yang juga di barenginya dengan jam kelas yang sudah usai, ahirnya, gondok ku mulai dengan mencemooh dalam hati.

Selanjunya, 3-4 hari saya memberikan tulisan saya tentang sejarah, pengaruh globlisasi dalam dunia ke-3 yang syarat akan perubahan dari segi agama. 2-3 artikel saya berikan kepada Dosen pengapu mata kuliah tersebuh dengan harapan mampu memberikan secara rasional kenapa esai saya di anggap “turun dari langi” dengan balasan berupan tulisan, ahirnya setelah menjelang hari tenang menjelang UAS, aku di panggil dan di berikan 3 lembar kertas folio dengan ketikan lama (mesin tik). Bliau bilang itu tulisan sebagai jawaban 3 artikel ku selama 1 semester.

Belum ku baca sambil ku masukan dalam tas, bliau dengan senyumnya mengatakan “teruslah membaca dan menulis”. entah apa itu maksud dari perkataannya. Dengan reflek aku menjawab, iya pak.

Mulai dari situlah, aku yang setiap harinya mendorong diriku untuk menulis, tentunya dasar dari itu semuanya adalah membaca.

Wassalam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun