Mohon tunggu...
Priyo SM
Priyo SM Mohon Tunggu... swasta -

Wartawan, Penulis Buku, Broadcaster Televisi, Akupunturis, Penyayang hewan, Medis Veteriner

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Berebut Remote TV

7 Januari 2015   16:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Siapa yang menguasai 'remote TV' di rumah kita? Pernahkan terjadi 'perebutan remote TV?'

TELEVISI memang media yang menawarkan pesona citra. Televisi lahir sebagai wujud teknologi baru yang menembus ruang dan waktu.TV telah menjadi bagian dari way of life masyarakat pemirsanya. Semua rentang usia terbuai dengan TV.

Namun apa yang terjadi di rumah kita? Jamak terjadi, seluruh keluarga ramai-ramai berebut remote TV. Terutama saat-saat pukul 16.00 sd 20.00 WIB, masa slot prime time televisi. Anak-anak akan memilih tayangan anak-anak kesukaannya; ayah berebut untuk melihat berita terbaru hari itu; sementara ibu ingin melanjutkan sinetron kesayangannya yang tertunda sebelumnya.

Sayangnya, stasiun TV menentukan jam tayang berdasar pada tren menonton yang berubah-ubah. Prime time dimainkan oleh stasiun TV agar merebut kepemirsaan.  Tidaklah heran, bila perebutan akan tetap ada di setiap slot waktu.

Temuan Nielsen Media Research (2004) menunjukkan, televisi memang memiliki daya penetrasi jauh lebih besar daripada media lainnya. Penetrasi televisi mencapai 90,7%, sedang radio, surat kabar, majalah, dan internet masing-masing hanya mencapai 39%; 29,8%; 22,4%, dan 8,8%. Kuatnya penetrasi TV itulah yang menyebabkannya televisi dianggap sebagai media paling berpengaruh bagi keluarga terutama anak-anak.

Sebelum tercipta remote TV orang harus beranjak dari kursi untuk mengganti channel. Saat sekarang orang tidak perlu lagi beranjak karena ia bisa melakukan apa saja melalui remote TV. Hampir semua televisi kita telah berteknologi remote TV. Channel bisa dimainkan sampai 1000 channel atau variasinya. Bahkan pemirsa bisa men-set channel sesuai keinginannya, seperti menghidupkan dan mengatur TV, Atau mengatur channel agar hanya orang tertentu saja yang bisa melihatnya, agar anak-anak tidak bisa melihatnya.

Perkembangan remote TV berjalan cepat.  Tahun 1950 remote TV ditemukan pertama kali oleh  Eugene J. Polley. Remote TV saat itu diberi nama lazy bones dan diproduksi pertama kali oleh Zenith Electronic. Saat itu remote TV masih berkabel panjang sekitar 6 meter.

Panjangnya kabel remote TV membuat Polley berpikir keras. Tahun 1955 Polley menciptakan remote TV tanpa kabel yang diberi nama flash matic. Karya Polley ini merupakan inovasi lanjutan dengan memanfaatkan cahaya ke sensor di TV. Inovasi Polley dilanjutkan Dr. Robert Adler yang memanfaatkan remote TV menggunakan gelombang suara ultrasonik. Alat yang ditemukan tahun 1956 ini diberi nama space command.

Sejak saat itu perkembangan remote TV berlangsung cepat, ditunjang dengan perkembangan teknologi pesawat televisi. Tahun 2011 sampai sekarang remote TV sudah semakin canggih. Ponsel pintar bisa tersambung menjadi remote TV dengan koneksi bluetooth, infrared dan Wi-Fi.

Kompromi

Remote TV, benda kecil ini tidak bisa dipandang remeh. Dialah yang menentukan televisi mana yang akan ditonton saat ini. Remote ada di tangan siapakah sore hari ini? Ada di tangan anak-anakkah? Ada di tangan pembantu atau baby sitter di rumah? Di tangan ibu-ibu yang lebih suka menonton sinetron dan gosip infotainment? Atau kah di tangan bapak yang suka tayangan keras dan joke-joke dewasa pada tayangan tengah malam?

Perebutan remote TV di keluarga terkait dengan revolusi kemajuan teknologi tersebut. Munculnya fenomena remote TV membukakan mata kita bahwa budaya menonton televisi semakin berkembang. Selain itu, juga membukakan mata pengelola televisi, bahwa pemirsanya sangat sadis. Fenomena remote controlle akanmembuat pemirsa mudah berganti channel begitu sebuah program tidak disukainya. Tak pelak, stasiun televisi harus berpikir ekstra keras dalam mensiasatinya.

Sebuah penelitian pernah dilakukan majalah Femina, yang hasilnya dimuat dalam edisi 12/XLI, 27-29 Maret 2013, hal 74. Majalah ini menuliskan pengalaman respondennya dalam tulisan Siapa Pengasuh TV di Rumah Anda”. Sepele memang, yaitu seputar soal perebutan remote controlle di rumah kita. Ada 2 (dua) testimoni reponden yang kami sitir untuk Anda karena cocok dengan topik ini.

Apa yang terjadi dengan remote di rumah kita?

”Karena selera tontonan kami beda, memang perlu siasat juga untuk bisa nonton TV dengan damai dan tenteram. Dari pada bertengkar, memang lebih seru nonton rame-rame”. (KS, 38th, Jakarta)

”Saya dan suami gemar nonton TV. Tetapi berhubung anak kami sedang hobi nonton Mickey Mouse Club, tentu saja kami harus mengalah. Lagi pula kalau tidak dituruti, bisa bisa si ’raja kecil’ ngambek dan menangis nggak karuan. Saya dan suami sepakat, di rumah hanya boleh ada satu televisi di ruang keluarga untuk dipakai bersama. Sebagai orang tua, kami ingin selalu mendampingi anak menonton televisi, supaya ia tidak salah memilih tontonan. Ini juga salah satu cara untuk keluarga kami menghabiskan quality time bersama sebanyak mungkin. (FNR, 28th, Jakarta)

Responden pertama lebih kompromi, dengan menjadikan TV di rumah sebagai sentra utama hiburan. Mereka bisa menemukan cara penyelesaiannya dengan win-win solution. TV memang enak untuk menonton ramai-ramai. Mereka menerapkan pola menonton TV yang tidak merugikan satu sama lainnya. Keluarga ini memanage remote TV-nya dengan pola kemenontonan TV yang sehat untuk keluarga.

Responden kedua lebih mengalah kepada kemauan “raja kecilnya” alias sang anak. Begitu anaknya sudah tidur remote TV dikuasainya kembali. Kesepakatan suami-istri hanya satu TV di ruang keluarga untuk dipakai bersama merupakan langkah kompromistis. Tujuannya agar ia “punya waktu bersama-sama anaknya”. Anaknya juga "punya cukup waktu bercengkerama dengan ayah ibunya". Sebuah pilihan yang rasanya sudah semakin langka jadi pilihan.

Apa yang Harus Dilakukan

Sepertinya dalam kaitan antara Televisi , keluarga dan Anak, banyak pihak yang harus turun gunung melakukan pembenahan. Idealnya efek negatif nya ditangkal dan dieliminir, sementara efek positifnya diperluas. Di satu sisi, stasiun televisi berusaha untuk melakukan pembenahan dalam penyediaan isi materi dengan segala aturan yang melekat. Sementara di sisi lain, keluarga memegang peranan penting dalam mengatur remote TV dalam pilihan sehat program tayangannya.

Janganlah terlalu banyak berharap pada stasiun televisi sepenuhnya untuk mengatur tayangannya. Peran aktif keluarga pemirsa menjadi sangat vital. Televisi memiliki 24 jam siaran (rata-rata TV Indonesia) yang regulasi tayangannya sudah diatur sedemikian rupa. Tayangan dibagi masing-masing menurut pola menonton demografi pemirsanya. Meski pun kadangkala, meski sudah diatur regulasinya, masih suka dilanggar sendiri. Publik pemirsa punya peran untuk menyentil saat televisi menyeleweng.

Di tangan siapapun, remote TVmenjadi penting. Kunci terakhir (sebagaimana 2 contoh di atas) tetap ada dalam keputusan kebijakan orang tua. Betapa pentingnya fungsi sebuah remote TV dalam penentuan ke mana arah pendewasaan anak-anak akan dibawa. Perilaku Anda dalam memperlakukan televisi adalah perilaku yang ditiru sepenuhnya oleh Anak-anak kita. @ Priyo SM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun