PADANG ARAFAH, diyakini sebagai padang miniatur padang masyhar nantinya. Di sanalah jutaan orang berkumpul pada setiap musim haji. Padang berbatu gersang yang panasnya bisa mencapai 40 derajat. Menuruti titah Al Mustafa Rasulullah: ”Al Hajju Arafah”, (puncak) haji itu di Arafah.
HARI ini, 9 Zulhijah 1426 H, seluruh jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Sekitar 3 juta orang jamaah lebih mengikuti puncak ritual haji ini. Orang-orang berkumpul dan berdoa di tempat yang merupakan simbol persaudaraan universal ini.
Jutaan jamaah mengisi tenda-tenda yang tersebar, atau terduduk bersimpuh di atas sajadah dan kain sekadarnya di sela-sela batuan. Meski demikian, suasana Arafah terlihat teduh dan nyaman. Tak lagi sebagai padang gersang. Tiap tahun Arafah semakin teduh.
Lokasi wukuf ini semakin teduh menghijau oleh pepohonan. Bukit tandus yang konon dahulu gersang dan penuh bebatuan itu, kini terkesan ''ijo royo-royo'' dengan jalan aspal lebar dan mulus membelah di tengah dan kanan kirinya.
Kini padang yang luasnya sekitar 5,5 km x 3,5 km (10,4 Km persegi) itu dipisahkan oleh jalan-jalan besar beraspal dan ditanami pohon-pohon rindang. Sehingga bila dilihat dari atas, seperti mozaik kotak-kotak hijau dengan garis-garis melintang jalan aspal yang terlihat menghitam.
Kerajaan membuat jalan lingkar di Arafah, serta memperluas tempat pemberhentian jamaah haji darat yang telah ada sebelumnya. Saat sekarang, padabng Arafah memiliki luas 240 ribu m2. Di beberapa titik terdapat tempat pemberhentian bus untuk jemaah haji lokal.
Padang Arafah juga dilengkapi infrastruktur canggih dengan jalan-jalan lebar beraspal dan ditumbuhi pohon-pohon rindang. Di padang yang hijau itu, tersedia juga fasilitas air minum, toilet, sprinkler, rumah sakit, dan lampu penerangan.
Di bagian tengah lokasi ini, setiap 20 meter terdapat tiang-tiang pipa air setinggi 8 meter (mirip seperti tiang listrik) yang di puncaknya terdapat spuyer-spuyer kecil yang dapat menyemburkan uap air halus mirip gerimis, sehingga mampu mendinginkan suhu sekitarnya. Kawasan yang disemprot uap air itu menjadi sejuk dan nyaman sehingga, risiko jamaah terkena heat stroke (sengatan matahari) dapat dikurangi. Setiap tahun ketika jamaah sedang wukuf tiang-tiang air itu dihidupkan.
Pemerintah pada tahun 1993, pemerintah selesai membangun penyejuk udara di komplek Masjid Namirah dan bukit Rahmah. Air disemprotkan ke berbagai penjuru dengan mesin pompa berkekuatan 15 tenaga kuda yang dapat menghasilkan kira-kira 140 m3 per jam.
Penghijauan Arafah
Program penghijauan yang dilakukan pemerintah Arab Saudi nampaknya menunjukkan hasil yang tidak mengecewakan. Proyek 100 ribu pohon ala pemerintah Arab Saudi, telah menunjukkan hasilnya. Kini padang Arafah, sejauh mata memandang ‘Pohon Soekarno’ (demikian orang se tempat menyebut) turut menghijaukan (yang diyakini sebagai ‘miniatur padang Masyhar’ itu.
Penghijauan 100 ribu pohon di padang Arafah ternyata muncul dari ide brilian yang dikemukakan presiden RI Soekarno (saat itu) pada saat berkunjung ke Arab Saudi. Indonesia bahkan mengirimkan tanah, bibit pohon, sekaligus insinyur pertanian ke Arab Saudi untuk proyek Arafah ini.
Gagasan besar Presiden Soekarno waktu itu, ada dua yaitu penanaman pohon di Arafah dan pembuatan tiga jalur di Mas'a atau tempat Sai. Sampai sekarang, tempat Sa'i antara Bukit Safa dan Marwa sudah terbagi menjadi tiga jalur. Yaitu jalur Safa ke Marwa, dan jalur Marwa ke bukit Safa. Di tengah-tengahnya terdapat jalur khusus untuk orang-orang yang sudah uzur menggunakan kursi roda.
Dua gagasan Ir Soekarno itu dilaksanakan betul-betul oleh Raja Fahd. Tak heran bila sampai sekarang orang Arab menyebut kawasan tersebut dengan nama lain sebagai ''Sajarah Soekarno'', dan ”pohon Soekarno”. Tempat yang dahulu (benar-benar berupa padang pasir yang luas dan gersang), tetapi kini sudah ditanami pohon-pohon peneduh yang diairi dengan sistem pipa.
Di Indonesia, pohon-pohon pe nghijauan di Arafah itu dikenal dengan nama ''Pohon Imbo'' atau ''Pohon Imba''. Konon berkhasiat untuk obat diabetes. Keistimewaannya, pohon itu tahan hidup dalam cuaca panas.
Arafah artinya ”tahu atau mengerti”. Ada sebuah hadist yang menyebut, ''Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu'' (Siapa yang tahu jati dirinya, maka dia akan tahu tentang Tuhannya). Konon di tempat itulah, di bukit Jabal Rahmah, manusia pertama di bumi Nabi Adam Alaihissalam mengerti tentang jati dirinya. Ketika Adam dan Hawa diturunkan dari surga, mereka berpisah tempat selama 200 tahun. Ada yang berpendapat Adam di turunkan di daerah India, sementara Hawa diturunkan di Irak.
Beratus-ratus tahun dalam pencariannya, maka bertemulah kedua orang pertama di dunia ini. Tempat pertemuannya itu adalah padang Arafah, di pegunungan kecil bernama Jabal Rahmah (bukit kasih sayang).
Pengalaman Spiritual
Pengalaman haji seseorang itu sangat bergantung pada pengalaman subyektif masing-masing jamaah di tanah air, pergaulan sosial, dan pergaulannya di masyarakat. Namun demikian, padang Arafah merupakan salah satu tempat yang mengesankan dalam perjalanan spiritual jamaah ke Tanah Suci.
Di tempat ini seluruh jamaah harus menanggalkan seluruh atribut yang dimiliki baik itu berupa pangkat, jabatan, kekayaan dan sebagainya. Di Aafah, kita menjadi manusia yang seutuhnya tanpa mengenal derajat perbedaan. Sama-sama berkain ikhram. Yang membedakan mereka hanyalah ketakwaan masing-masing.
Arafah merupakan perlambang yang sangat telanjang mengenai kesetaraan manusia, bahwa segala atribut yang melekat, warna kulit, pangkat, derajat dan martabat hanyalah sesuatu yang sementara dan akan berakhir. Di Arafah inilah manusia menemukan ma’rifat pengetahuan sejati akan dirinya.
Di Arafah, kita diajarkan betapa kemanusiaan ini luar biasa kecil, memerlukan solidaritas tinggi dalam menghadapi kesulitan hidup. Arafah merupakan tempat untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan manusia. Inti spiritualitas ketuhanan ketika manusia terlepas dari alam materi.
Matahari mulai tergelincir, maghrib menjelang. Langit Arafah terlihat temaram, matahari tidak lagi menyengat. Awan putih beserak bagai kapas. Angin berhembus sepoi-sepoi menyelip di antara kerindangan pepohonan yang menghijau. Waktu wukuf mulai berangsur berlalu.
Meski Arafah sudah hijau royo-royo, namun ikon sebagai ”padang masyhar” bukan berarti telah menghilang dari pemahaman ritual ibadah. Sebab bukan soal teduhnya Arafah yang jadi persoalan namun makna apa yang kita dapat memetik darinya. @-- Priyo SM, Jamaah Maktour
Arafah, 9 Dzulhijah 1426 H
*) Bagian dari Naskah Kalau Wartawan Naik Haji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H