Mohon tunggu...
Priyo SM
Priyo SM Mohon Tunggu... swasta -

Wartawan, Penulis Buku, Broadcaster Televisi, Akupunturis, Penyayang hewan, Medis Veteriner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perang Melawan Sexting

27 Desember 2014   01:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:24 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak berusia 9 tahun melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah anak berusia 5-6 tahun di Cirebon. Perbuatan yang berulang tersebut dilakukan karena ia terpicu dengan tayangan pornografi yang ia lihat di internet.

KISAH tersebut terkuak pada awal Mei 2014. Korbannya adalah teman-temannya sendiri. Kasus serupa juga terjadi di tempat lain di Indonesia. Sementara itu polisi berhasil mengamankan pelaku pembuat, penganda dan pengelola situs porno di se jumlah kota

Penyebaran pornografi semakin merebak. Video porno mudah diakses dari internet.File-file di internet berkembang dan menyebar sangat cepat. Para pelakunya biasanya memakai alamat atau keyword yang mudah dihapal atau familiar. Beberapa kata tertentu disamarkan sebagai KW (keyword) tertentu yang isinya ternyata pornografi. Google mengaku telah berhasil mensortir setidaknya 100.000 istilah pencarian yang terkait dengan situs porno anak. (BBC,19 November 2013).

Yang membuat kita miris adalah pelakon video pornografi lokal biasanya dilakukan oleh 'sukarelawan' lokal, bukan artis porno sebagaimana video luar negeri. Disebut ‘sukarelawan’ karena pelaku dengan sukarela menjadi pelakon. Rekaman videonya dibuat dengan alasannya hanya iseng, hanya untuk dokumentasi pribadi, atau sejuta alasan lain.

Ini memicu munculnya kasus kriminal. Setelah putus pacaran, pasangannya akan mengancam korban akan menyebar luaskan rekaman bila keinginannya tak dipenuhi. Rekaman (yang tadinya untuk dokumentasi pribadi) dimanfaatkan untuk memerasnya. Korban terpaksa meluluskan permintaan itu.

Kampanye

Sebuah kampanye Jangan Bugil Di Depan Kamera (JBDK)” pernah dilakukan tahun April 2007. Kampanye ini berbasis penelitian yang dilakukan pada 500 plus video lokal hasil jepretan atau rekaman video yang rata-rata menghebohkan.

Video-video amatir ini semakin merebak dan tersebar ke seluruh pelosok, di-download jutaan kali lewat internet, webcam, dan disebarkan melalui pertukaran data handphone dan memory card. Dari pelaku-pelaku yang berhasil ditangkap, banyak yang menggunakan situs internet dan media sosial untuk mendapatkan footage-footage dari korban.

Dari raut wajah yang terekam polos, nyata bahwa para pelakunya (perempuan remaja dan anak-anak) tersebut  “sadar sesadar-sadarnya” bahwa ia sedang berpose di depan kamera. Tak ada rasa tertekan, atau pun rasa diperdaya. Yang ada justru melambai-lambaikan tangannya kegirangan. Munculnya fenomena “demam kegirangan” di depan kamera ini menjadi catatan keprihatinan tersendiri.

Kesimpulan dari penelitian tersebut menyebutnya remaja kita sudah mengalami “demam pornografi”. Demam yang membikin anak-anak muda kita menyandu untuk berbugil atau hanya sekadar menikmati orang-orang yang tampil bugil.

Internet

Pengguna internet di Indonesia,dengan populasi penduduk 245 juta jiwa, ada sekitar 70 juta jiwa. Tahun 2015, populasi pengguna internet aktif diproyeksikan akan mencapai 93,4 juta. Sebagian besar (67 persen) pengguna internet di Indonesia terdiri dari kelompok muda berusia 14-24 tahun.

Jumlah pelanggan telekomunikasi seluruh operator di Tanah Air diprediksi sudah mencapai 170 juta. Dari jumlah itu, 85 juta di antaranya diyakini sudah menggunakan ponsel yang mempunyai kemampuan minimal GPRS untuk mengakses internet.

Tak ada catatan pasti berapa jumlah video seks yang ada. Namun data situs porno per tahun menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Kemkominfo tahun 2014 ini sudah memblokir situs porno sampai 23 ribu situs. Jumlah tersebut akan semakin bertambah, apalagi sebagaimana diakui, setiap diblokir selalu tumbuh situs baru.

Modus

Kasus video porno yang pemainnya melibatkan anak-anakberhasil dibongkar di Bandung. Pelaku menyebarkan dan mengelola 4 situs dan sebuah link, dan mengaku ada sekitar 120.000 video pornografi dengan pelakunya anak-anak berusia belasan tahun.  (www.youtube.com, dipublish 26 Februari 2014). Penggerebekan di Surabaya Nopember tahun 2013, menyita sejumlah barang bukti. Pelaku ditangkap karena diduga menyebar 10.236 foto pornografi anak melalui Facebook dan Kaskus. Kasus berawal dari laporan korban yaitu sebanyak 4 siswi SD dan 2 siswa SLTP.

Pelaku kadang mendapatkan foto-foto berkategori porno langsung dari korbanmelalui situs yang sengaja dibuat. Korban tidak sadar kalau situs atau forum konsultasi tertentu di internet adalah situs konsultasi palsu. Banyak permintaan akhirnya dikemukakan “pelaku” (di balik admininternet), intinya memperdaya korban untuk memfoto bagian tertentu tubuhnya dan mengirimkannya ke situs pelaku. Korban yang tidak pernah berpikir bahwa situs itu abal-abal, langsung menuruti perintah itu. (www.youtube, wawancara program Suara Anda MetroTV di-publish 26 Februari 2014. Akses 1 Oktober 2014).

Tahun 2014 ini beberapa pelaku, pembuat, pengganda video porno berhasil ditangkap polisi di sejumlah tempat. Beberapa di antaranya mengaku mengelola situs porno. Dari situs yang dikelola salah seorang pelaku, diakui berhasil menjaring sekitar 500 pelanggan tetap.

Demam Pornografi

Bisa jadi tren informasi sudah mulai bergeser sekarang. Mereka sudah menemukan perangkat-perangkat yang lebih mendukung dinamika mereka sebagai generasi muda. Meski masih menimbulkan polemik, namun demam pornografi tidak lepas dari kemajuan teknologi gadged/handphone dan internet.

Meski razia acapkali dilakukan di sekolah-sekolah, warnet, dan mall, namun peredaran video-video porno lokal tak pernah tuntas habis.  Kampanye JBDK (Jangan Bugil di Depan Kamera) yang pernah dilakukan, menyadarkan bahwa handphone dan internet merupakan media yang tak terkirakan bisa secepat ini menimbulkan demam.

Ini terihat pada saat merebaknya kasus video porno mirip artis. Bahkan pada hari-hari ketika video porno “mirip artis” meledak, hampir semua orang dengan device internet seperti ponsel, modem GSM, cable modem, fix cable, ingin yang pertama mendapatkan video porno mirip artis tersebut. Mereka berlomba update berita terakhir via media online.  Akses internet pun melonjak drastis.

Perang Melawan Sexting

Masyarakat yang semakin permisif  terhadap persoalan seksualitas membuat pornografi dan pornoaksi begitu mudah dijumpai anak-anak. Adegan seksual melalui video sekarang ini mudah ditemukan di handphone, gadget, internet, video games, keping cakram, bahkan terselip juga dalam televisi dan film. Hal yang menjadi pemicu maraknya pornografi.

Di negara-negara maju, perang melawan sexting sudah dilakukan. Kegiatan sexting di antaranya merekam dan menyebarluaskan rekaman seks maupun menulis pesan singkat porno melalui sosial media.Edukasi bahaya internet atau kerugian melakukan sexting sudah dilakukan pada generasi muda. Sedangkan di Indonesia edukasi  ini masih dilakukan sporadis. Ironisnya, kasus-kasus video porno justru marak dilakukan remaja di daerah daripada di kota besar.

Saat ini para aktivis di Indonesia menggagas gerakan 'Porn Me Not' pada wanita. Istilah ini diartikan sebagai “Jangan jadikan saya korban pornografi”. Gerakan ini bisa jadi merupakan kelanjutan dari “Gerakan Jangan Bugil di Depan Kamera” yang pernah ada sebelumnya.Apalagi banyak remaja wanita rela menjadi objek foto-foto pornografi. Mereka sengaja narcis berfoto sendiri memakai gadget-nya milik sendiri dengan pose yang seronok. Setelah putus, mudah saja bagi pasangannya memeras para wanita ini.

Tidak bijak menghalangi orang menggunakan teknologi. Sebab pengunduh konten pornografi selalu memiliki alternatif untuk mengaksesnya. Bagaimana memblok situs yang mengandung konten pornografi tanpa menghalangi penggunaan fungsi teknologi lainnya.

Kehadiran internet dan handphone telah menghasilkan kreatifitasan baru yang menggejala ke arah yang menghawatirkan. Kini generasi muda tak lagi sekadar menikmati video-video porno dari situs porno, tetapi justru sebagai pembuat video, bahkan jadi pemerannya sekaligus. Sebuah ancaman yang tak kalah seramnya.

Bagaimana pun perlu dibuat perlawanan untuk melindungi anak-anak kita dari pengaruh sexting. Terutama menghadapi perubahan kemajuan zaman di era teknologi sekarang. Sekali video atau foto bernuansa porno beredar lewat internet, maka peredarannya tidak bisa lagi bisa dibendung.@ --Priyo SM

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun