Suatu hari, seorang teman datang ke rumah dan mengamati kebiasaan saya. Kopi saya seduh sendiri, tanpa gula. Makan siang sederhana, hanya ikan bakar, sambal dan lalapan. AC jarang dinyalakan, lampu-lampu hanya yang perlu saja. Lalu, dengan nada bercanda, dia berbisik, "Kamu makin pelit, ya?"
Saya tertawa. "Bukan pelit. Ini slow dan frugal living."
Teman saya mengernyit. "Bedanya?"
Saya mengerti kebingungannya. Banyak orang berpikir bahwa hidup lambat dan hemat itu sinonim dengan pelit. Padahal, ada garis tipis yang membedakan. Pelit itu takut kehilangan, sementara slow dan frugal living adalah soal memilih dengan sadar.
Hidup Pelan: Menikmati, Bukan Menahan
Slow living bukan berarti hidup santai tanpa produktivitas. Ini tentang menyingkirkan hal-hal tidak perlu dan fokus pada apa yang benar-benar bernilai. Saya memilih menyeduh kopi sendiri karena saya ingin menikmati setiap tetesnya, bukan karena enggan beli kopi di kafe. Saya makan sederhana bukan karena tak mampu makan mahal, tapi karena saya menikmati kesederhanaan dan tubuh saya lebih nyaman dengan itu. Makanan rumahan lebih ramah di perut dan tidak meninggalkan beban di jantung, ginjal dan hati.
Dalam slow living, kita tidak buru-buru. Kita menikmati proses, bukan sekadar hasil. Jalan kaki ke warung lebih menyenangkan daripada naik motor hanya untuk beli satu botol kecap. Membaca buku fisik lebih berkesan dibandingkan scroll media sosial tanpa arah.
Hemat Bukan Berarti Kikir
Frugal living juga sering disalahpahami. Banyak yang mengira hidup hemat berarti menolak kesenangan. Padahal, frugal living adalah tentang efisiensi, bukan sekadar penghematan. Saya tidak membeli barang-barang mahal bukan karena tidak mau keluar uang, tapi karena saya ingin uang itu digunakan untuk sesuatu yang lebih penting.
Misalnya, saya memilih tidak sering makan di restoran mahal, tapi uangnya saya alihkan untuk investasi pengalaman: liburan ke tempat yang benar-benar berkesan, belajar keterampilan baru, atau mendukung usaha kecil yang saya anggap bermakna. Itu bukan pelit. Itu strategi hidup.
Mengubah Perspektif
Banyak orang berpikir hidup hemat dan lambat itu membosankan. Padahal, justru di situlah seni hidup yang sesungguhnya. Kita bisa menikmati setiap momen tanpa merasa tertekan harus selalu mengejar sesuatu. Kita bisa punya lebih banyak waktu untuk keluarga, hobi, dan hal-hal yang memberi makna.
Jadi, slow + frugal living = pelit? Tidak. Ini soal menjalani hidup dengan lebih sadar, lebih menghargai, dan lebih menikmati. Tidak perlu pindah ke desa atau mengubah seluruh gaya hidup. Slow dan frugal living bisa dijalani di mana saja, bahkan di tempat yang sama, cukup dengan mengubah paradigma dan cara pandang kita terhadap kehidupan.