Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Redaktur www.fixen.id

Seorang kakek dengan 1 cucu yang telah pensiun dari hiruk pikuk dunia, banyak menulis fiksi di FIXEN (https://fixen.id). Berpengalaman sebagai Dosen, IT Professional dan International Trader. Memilih stay home setelah kena serangan dari negara api pada tahun 2019, menjalanni hobi berkebun lemon, ternak ikan dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ironi Jaman: Ngasak vs Membuang Makanan

19 Januari 2025   10:00 Diperbarui: 18 Januari 2025   15:34 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Geng Ngasak - Kreasi AI 

Ngasak. Kata ini mungkin asing bagi sebagian orang, tetapi bagi mereka yang tumbuh di pedesaan, khususnya yang dekat dengan ladang, ngasak adalah bagian dari kenangan masa kecil yang manis sekaligus sarat makna.

Ngasak adalah kegiatan berburu sisa-sisa panen di ladang. Setelah petani memanen hasil utama, sisa-sisa yang tertinggal menjadi harta karun bagi anak-anak. Misalnya, saat orang memanen mentimun, mentimun kecil atau serit yang tidak diambil menjadi santapan favorit anak-anak gembala. Dengan tawa dan semangat, mereka mengumpulkan serit-serit itu, memakannya langsung di tengah ladang. Rasa mentimun segar yang renyah dan sedikit manis itu terasa seperti hidangan mewah.

Begitu pula saat panen kacang tanah. Setelah para petani mencabut tanaman, sering kali ada sisa-sisa kacang tanah yang tidak terangkat. Anak-anak dengan penuh antusias mengais tanah, mencari biji-biji kacang yang masih tersisa. Kacang tanah mentah itu mereka kupas dan makan langsung, menikmati rasa gurih alaminya. Kadang, kegiatan ini dilakukan di bawah matahari terik, namun keringat dan kelelahan tak terasa karena kebahagiaan sederhana dari hasil yang mereka dapatkan.

Namun, kini situasi sangat berbeda. Di masa sekarang, ironi terlihat jelas. Banyak anak-anak yang hidup dalam kelimpahan justru cenderung membuang makanan. Sisa-sisa di piring sering kali lebih banyak daripada yang mereka makan, dengan alasan yang terdengar sepele: tidak suka, sudah kenyang, atau hanya bosan. Makanan yang dahulu menjadi simbol perjuangan dan kebahagiaan sederhana, kini sering kali kehilangan nilainya di mata mereka.

Ngasak adalah pengingat akan betapa berharganya setiap butir makanan. Di balik sepotong mentimun kecil atau kacang tanah mentah, tersimpan pelajaran tentang menghargai hasil bumi dan kerja keras. Ada rasa syukur yang mendalam, yang mungkin sulit ditemukan dalam kehidupan modern yang serba ada.

Barangkali, kenangan ngasak dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih menghargai apa yang kita miliki. Sebab, makanan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cerita, perjuangan, dan rasa syukur yang membentuk siapa kita hari ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun