Mohon tunggu...
Priyono Mardisukismo
Priyono Mardisukismo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Redaktur www.fixen.id

Seorang kakek yang telah pensiun dari hiruk pikuk dunia, banyak menulis fiksi di FIXEN (https://fixen.id) Bantu saya dengan komentar dan penilaian atas tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi untuk Pramono-Rano

17 Januari 2025   04:50 Diperbarui: 16 Januari 2025   18:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahai pemimpin Jakarta yang baru,
Pramono dan Rano, kami titipkan ibu pertiwi padamu.
Kota ini bukan sekadar jalan dan gedung tinggi,
Namun rumah bagi jiwa-jiwa yang meniti mimpi.

Di bawah langit abu, harapan masih menyala,
Warga menanti langkah, bukan hanya suara.
Kemacetan seperti gelombang waktu yang tak henti,
Bisakah kalian temukan cara untuk menghentikannya nanti?

Air sungai Jakarta, dulu cermin bintang malam,
Kini penuh luka, seperti hati yang tenggelam.
Kapan akan kita saksikan, alirannya jernih lagi?
Di sana burung-burung bernyanyi, bukan sampah yang menjadi saksi.

Anak-anak Jakarta, penjelajah masa depan,
Tumbuh di lorong-lorong sempit yang penuh perjuangan.
Bisakah kalian hadirkan ruang untuk bermain dan belajar?
Bukan sekadar janji, tapi nyata, tanpa hambar.

Tolong jaga kota ini dari kerakusan yang membara,
Jangan biarkan pohon tua tumbang oleh beton dan kuasa.
Bumi di bawah kaki ini menangis lirih,
Ia memohon kasih, bukan sekadar gincu pemanis.

Keadilan, seperti air di tengah musim kemarau,
Kami haus akan ia, namun sering tak sampai di kerongkongan.
Jangan hanya bangun kota untuk yang berkantong tebal,
Namun rangkul mereka yang terpinggirkan dalam perjalanan malam.

Pramono dan Rano, dengarkan suara kami,
Bukan hanya dalam rapat, tapi di lorong-lorong sunyi.
Jadilah pemimpin yang melihat mata, bukan hanya data,
Karena kota ini bernyawa, bukan sekadar angka-angka.

Semoga kalian mengingat,
Jakarta bukan milik segelintir orang kaya atau petinggi berpangkat.
Ia milik semua, dari marjinal hingga gedung bertingkat,
Semoga hati kalian tetap berpijak.

Salam dari kami,
Rakyat kecil yang selalu berharap,
Di bawah langit Jakarta yang penuh harap-harap cemas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun