Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal Biaya Pendidikan Tinggi yang Kian Meninggi

20 Mei 2024   16:42 Diperbarui: 23 Mei 2024   04:56 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahalnya biaya perkuliahan | Sumber: Dokpri

Kita perlu mengingat kembali tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dijelaskan di sana bahwa terdapat empat tujuan nasional bangsa Indonesia. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sehingga jelas disebutkan bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia diantaranya adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dapat diartikan bahwa negara berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan di berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial dan budaya. Juga menegaskan bahwa negara memiliki tugas dan peran yang sangat vital bagi kemajuan pendidikan serta kebudayaan sehingga dapat tercipta masyarakat yang cerdas, terampil dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Dalam sebuah obrolan ringan saya dan beberapa teman di suatu sore, pernah terlontar sebuah pertanyaan menarik: jika memang tugas negara salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, mengapa biaya pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi semakin tahun semakin mahal? Bukankah ini artinya negara secara tidak langsung memperkecil peluang setiap rakyatnya untuk mengenyam bangku kuliah? Dengan kata lain negara mempersulit rakyatnya untuk menjadi cerdas dan intelektual melalui jalur pendidikan tinggi. Karena hanya golongan rakyat berduitlah yang akan mampu membayar biaya pendidikan tingi yang kian meninggi itu. Sementara masih banyak rakyat Indonesia yang ada di tingkat ekonomi pas-pasan.

Komersialisasi Pendidikan

Sebagaimana diketahui Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 mengatur tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Dampak dari regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik drastis. Tentu hal ini menyulitkan mahasiswa ataupun calon mahasiswa dalam mengenyam pendidikan tinggi. Khususnya bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Masih segar dalam ingatan kita Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier. Dan bukan wajib belajar karena wajib belajar di Indonesia adalah wajib belajar 12 tahun yang ditempuh dari SD hingga SMA sederajad. Sehingga pendidikan tinggi sifatnya opsional atau pilihan. Siswa lulusan SMA sederajad boleh melanjutkan ke perguruan tinggi atau tidak.


Pernyataan itu disampaikan oleh beliau di kantor Kemendikbud saat merespon gelombang kritik yang mengatakan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang semakin mahal yang kemudian menuai polemik. Karena secara cepat-cepat bisa ditafsirkan bahwa wajar adanya jika biaya kuliah semakin tahun semakin mahal dan kalau memang tidak mampu membayar ya sudah tidak usah kuliah. Toh kuliah di perguruan tinggi sifatnya tersier bukan primer. Pilihan bukan wajib. Yang wajib adalah pendidikan dasar dan menengah 12 tahun.

Dan disampaikan lebih lanjut oleh beliau bahwa perguruan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di luar negeri oleh karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri belum bisa menutup seluruh kebutuhan operasional. Sehingga untuk menutup sisa pembiayaan dibebankan pada mahasiswa melalui Uang Kuliah Tunggal (UKT). Selengkapnya di sini.

Dari pernyataan pejabat tinggi Kemendikbud di atas mengkonfirmasi mengapa sebab biaya kuliah semakin tahun semakin mahal adanya. Padahal negara mempunyai tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Mas Menteri selalu membangga-banggakan gerakan merdeka belajar dan kampus merdeka. Tapi faktanya mahasiswa dan calon mahasiswa banyak yang terbelenggu dengan mahalnya biaya kuliah. Bahkan tempo hari viral tentang berita mahasiswa di salah satu perguruan tinggi terkenal di Indonesia terpaksa berhutang pada lembaga pinjaman online untuk membayar UKT. Lalu dimana merdekanya?

Banyak juga warga masyarakat dari kalangan ekonomi kurang mampu yang terpaksa berhutang di bank atau menggadaikan sawah dan properti miliknya untuk membiayai kuliah anaknya di perguruan tinggi. Fakta-fakta semacam ini sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Maka muncul sebuah guyonan dalam masyarakat bahwa dalam hidup pengeluaran keuangan terbesar itu terdapat dalam tiga hal : membangun rumah, menggelar hajatan dan menguliahkan anak. Tentu kalimat itu kalimat obrolan di warung kopi yang perlu dikaji ulang kebenarannya. Terjadi komersialisasi pendidikan.

Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun