Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengurai Masalah Waktu dan Mindset Guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

3 Mei 2024   15:47 Diperbarui: 4 Mei 2024   00:43 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemikiran guru tentang kurikulum merdeka | Sumber : Dokpri

Haruskah kita punya filosofi pendidikan? Demikian judul acara diskusi bertema pendidikan yang disiarkan oleh channel Youtube Gita Wirjawan. Diskusi yang digawangi oleh Gita Wirjawan ini menghadirkan tiga orang narasumber: Andhyta Firselly Utami (Afutami), Nisa Felicia Faridz dan Yanuar Nugroho. Diskusi ini mengurai masalah pokok pendidikan dasar hingga tinggi di Indonesia dari perspektif pemerhati, pegiat dan pelaksana kebijakan pendidikan.

Gita Wirjawan selaku host dalam acara tersebut berhasil membawa diskusi menjadi menarik, hangat dan mencerdaskan. Sebagai penonton sekaligus praktisi dalam dunia pendidikan saya mendapatkan insight menarik. Salah satunya adalah saat narasumber (Nisa Felicia Faridz) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian seorang guru dapat memahami implementasi sebuah kurikulum dengan baik setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih tujuh tahun. Itupun dengan catatan ia mempelajarinya setiap hari. Selengkapnya di sini.

Dalam benak saya berpikir, lalu bagaimana dengan kurikulum merdeka? Dimana guru dituntut untuk belajar mandiri melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM)? Dan pemerintah minim mengadakan sosialisasi serta pelatihan yang intensif? Apakah guru mampu menguasai dalam waktu tujuh tahun? 

Jangan-jangan belum genap tujuh tahun sudah ganti menteri dan ganti kebijakan. Juga ikut berganti pula kurikulumnya? Seketika terbayang pemerintahan presiden Joko Widodo yang sebentar lagi akan berakhir. Terjadi pergantian pemerintahan kepada presiden terpilih. Kemungkinan besar menteri pendidikan juga akan diganti. Apakah kurikulum merdeka juga akan ikut diganti?

Persoalan Waktu

Berikan waktu yang cukup bagi para guru untuk belajar dan berlatih guna memahami seluk beluk kurikulum merdeka. Bagaimana sebetulnya filosofi kurikulum merdeka ini harus dijabarkan dalam tataran teknis di sekolah-sekolah guna mendorong tercapainya tujuan nasional pendidikan kita.

Terkadang kita sebagai sebuah bangsa sangat reaktif dalam menghadapi sebuah situasi. Kurikulum merdeka baru saja diresmikan tahun 2022 sudah diperdebatkan secara pro dan kontra. Sehingga akhirnya memunculkan klaim berdasarkan situasi yang dialami masing-masing. 

Berhasil atau tidak berhasil hanya diukur dalam konteks sekolah masing-masing. Tidak pada cakupan yang lebih luas. Mengingat wilayah Indonesia ini sangat luas dan terbentang dari Sabang sampai Merauke. Luas wilayahnya juga dengan tingkat kesenjangan yang luar biasa.

Ilustrasi pemikiran guru tentang kurikulum merdeka | Sumber : Dokpri
Ilustrasi pemikiran guru tentang kurikulum merdeka | Sumber : Dokpri

Terlepas dari benar tidaknya statement yang disampaikan narasumber di atas, tentu kita sepakat bahwa untuk menguasai seluk beluk sebuah kurikulum membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Entah itu tujuh tahun, lima tahun atau bahkan berapa lama pastinya guru membutuhkan waktu. 

Setiap guru dan satuan pendidikan tentu berbeda kecepatan dalam penguasan kurikulum. Guru dan sekolah yang berada pada pada ekosistem pendidikan kondusif tentu akan lebih cepat menguasai sebuah kurikulum. Demikian pula sebaliknya. Kembali lagi karena tingkat kesenjangan dalam dunia pendidikan kita begitu kentara.

Kita ingin pendidikan kita dibangun di atas pondasi yang mapan dan kokoh. Tetapi terkadang para pengambil kebijakan ingin meninggalkan legacy-nya masing-masing. Sehingga kalimat ganti menteri pendidikan sama artinya ganti kurikulum agaknya tidak berlebihan. 

Masa sebuah pemerintahan satu periode adalah lima tahun lamanya. Setelah lima tahun bisa menjabat periode yang kedua jika terpilih kembali. Itupun juga tidak menjadi jaminan tidak terdapat perubahan mendasar terhadap sebuah kurikulum. Padahal kembali lagi guru sebagai pelaksana teknis kurikulum membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memahami sebuah kurikulum dengan baik.

Mendekatkan filosofi penerapan kurikulum itu sendiri dengan konteks satuan pendidikannya masing-masing. Karena kurikulum yang sama sekalipun tetap membutuhkan adaptasi dalam proses implementasinya. Mengingat situasi dan kondisi setiap sekolah berbeda. Garis besar dan filosofinya tentu sama. 

Tetapi terdapat adaptasi dan modifikasi dalam penerapannya. Maka dalam kurikulum merdeka guru dan sekolah dipandang bukan saja hanya sebagai pelaksana teknis kurikulum tetapi juga sebagai pengembang kurikulum itu sendiri. Dikembangkan sesuai konteks satuan pendidikannya masing-masing.

Persoalan Sikap Difensif

Dalam tulisan saya sebelumnya tentang konsep pembelajaran bermakna dan menyenangkan ada sebuah komentar menarik dari salah seorang pembaca. Beliau mengatakan bahwa tidak mudah untuk menciptakan hal ideal seperti yang saya uraikan. Beberapa faktor pendukung untuk mendukung pembelajaran bermakna dan menyenangkan menjadi perhatian bersama komponen pendidikan, mulai dari warga sekolah itu sendiri, fasilitas penunjang dan masyarakat sekitar.

Sejatinya jika lebih jauh dicermati saya menguraikan gambaran konsep pembelajaran yang sudah sejak lama dibahas dan diulas dalam dunia pendidikan kita. Jauh sebelum kurikulum merdeka lahir. Sebagai turunan dari aliran pendidikan humanistik yang menjadi induk dari kurikulum kita selama ini adalah hal yang lumrah jika guru bersama siswa diharapkan dapat menciptakan situasi pembelajaran bermakna dan menyenangkan. Hampir semua para ahli dan pemikir pendidikan humanistik mengatakan hal yang senada. Dengan sendirinya konsep pembelajaran yang kontekstual pun akan carry over di dalamnya.

Perhatian bersama dari berbagai stakeholder pendidikan, keterlibatan aktif warga sekolah dan masyarakat sekitar serta fasilitas penunjang pendidikan itu sendiri memang tidak bisa dinafikkan dalam keberhasilan implementasi sebuah kurikulum. Lebih jauh dari itu dan tidak kalah pentingnya adalah diperlukan sikap terbuka serta semangat menerima perubahan di dalam hati sanubari sang guru.

Menghindari sikap difensif terhadap perubahan dan wacana kemajuan adalah sebuah sikap bijak dari sang guru. Secara sederhana sikap difensif dapat diartikan perilaku atau reaksi individu yang cenderung untuk mempertahankan diri atau menghindari tanggung jawab dalam situasi-situasi yang memerlukan kritik, umpan balik atau perubahan.

Pemerintah melalui kurikulum merdeka membawa semangat transformasi pendidikan yang lebih memberikan keleluasaan kepada guru dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan konteks masing-masing. Dalam pembelajaran juga guru diberi keleluasaan untuk merumuskan tujuan pembelajaran masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi kelasnya. Dalam bingkai capaian pembelajaran (CP) yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Tentu dalam hal ini guru dapat menyusun skenario pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan sesuai dengan situasinya masing-masing. Sesuai dengan kemampuan sekolah dan ketersediaan sarana prasarana penunjang di satuan pendidikannya.

Memang kita perlu memberikan ruang yang cukup bagi pemerintah untuk menyosialisasikan kurikulum ini dengan lebih masif dan terstruktur. Tidak cukup dengan menggembar-gemborkan guru untuk belajar mandiri di PMM. Karena seperti yang disampaikan seorang Profesor Riset di Boston College Amerika Serikat, Andy Hargreaves bahwa transformasi pendidikan mestilah dipandang sebagai intervensi spesifik pada konteks-konteks (sekolah-sekolah) tertentu. Tidak bisa dipandang dan diterapkan sebagai solusi universal.

Artinya perlu adanya pendekatan yang intensif dan spesifik terhadap guru dan sekolah-sekolah agar dapat menerapkan kurikulum merdeka sesuai dengan konteks sekolahnya. Karena setiap lingkungan pendidikan memiliki keunikan, tantangan, dan dinamikanya masing-masing. Tidak bisa disamaratakan. Apalagi hanya mengandalkan belajar mandiri lewat PMM atau webinar misalnya. Lalu sejauh mana intervensi spesifik itu sudah hadir dalam konteks sekolah kita? Dan sejauh mana paradigma sikap terbuka itu sudah hadir dalam hati sanubari sang guru?

Jangan sampai seperti kalimat sebuah iklan di televisi yang terkadang menjadi jokes dalam obrolan sehari-hari itu menjadi nyata : apapun makanannya minumnya tetap teh botol sosro. Apapun kurikulumnya cara guru mengajar ya tetap begitu-begitu saja. Pengelolaan sekolahpun juga tetap sama saja jauh dari semangat filosofi sekolah merdeka belajar yang digaungkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi selama ini.

Ending dongeng, rasanya kita harus memberikan waktu yang cukup bagi semua pihak agar dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka ini dengan baik dan sesuai harapan. Pemerintah agaknya sedang berbenah agar dunia pendidikan kita dapat bertransformasi menjadi lebih baik, meskipun tidak mudah. 

Sekolah dan para guru juga pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memahami penerapan kurikulum merdeka. Persoalan waktu ini yang terkadang kita abaikan. Belum lagi tidak sedikit oknum yang resisten terhadap perubahan. Dengan alasan dan sudut pandangnya masing-masing. Padahal pada dasarnya perubahan itu sesuatu yang niscaya dalam kehidupan ini.

Tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini kecuali Tuhan dan perubahan itu sendiri. Berikan waktu yang cukup dan berikan ruang terbuka dalam pikiran kita masing-masing untuk sebuah wacana perubahan. Termasuk semangat transformasi pendidikan yang tengah digaungkan oleh pemerintah bersama program merdeka belajarnya itu. 

Tetap semangat para guru dan seluruh insan pendidikan di bumi Indonesia. Memulai sebuah perubahan memang tidak mudah. Tetapi perubahan itu adalah sesuatu yang pasti terjadi. 

Salam blogger persahabatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun