pendidikan? Demikian judul acara diskusi bertema pendidikan yang disiarkan oleh channel Youtube Gita Wirjawan. Diskusi yang digawangi oleh Gita Wirjawan ini menghadirkan tiga orang narasumber: Andhyta Firselly Utami (Afutami), Nisa Felicia Faridz dan Yanuar Nugroho. Diskusi ini mengurai masalah pokok pendidikan dasar hingga tinggi di Indonesia dari perspektif pemerhati, pegiat dan pelaksana kebijakan pendidikan.
Haruskah kita punya filosofiGita Wirjawan selaku host dalam acara tersebut berhasil membawa diskusi menjadi menarik, hangat dan mencerdaskan. Sebagai penonton sekaligus praktisi dalam dunia pendidikan saya mendapatkan insight menarik. Salah satunya adalah saat narasumber (Nisa Felicia Faridz) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian seorang guru dapat memahami implementasi sebuah kurikulum dengan baik setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih tujuh tahun. Itupun dengan catatan ia mempelajarinya setiap hari. Selengkapnya di sini.
Dalam benak saya berpikir, lalu bagaimana dengan kurikulum merdeka? Dimana guru dituntut untuk belajar mandiri melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM)? Dan pemerintah minim mengadakan sosialisasi serta pelatihan yang intensif? Apakah guru mampu menguasai dalam waktu tujuh tahun?Â
Jangan-jangan belum genap tujuh tahun sudah ganti menteri dan ganti kebijakan. Juga ikut berganti pula kurikulumnya? Seketika terbayang pemerintahan presiden Joko Widodo yang sebentar lagi akan berakhir. Terjadi pergantian pemerintahan kepada presiden terpilih. Kemungkinan besar menteri pendidikan juga akan diganti. Apakah kurikulum merdeka juga akan ikut diganti?
Persoalan Waktu
Berikan waktu yang cukup bagi para guru untuk belajar dan berlatih guna memahami seluk beluk kurikulum merdeka. Bagaimana sebetulnya filosofi kurikulum merdeka ini harus dijabarkan dalam tataran teknis di sekolah-sekolah guna mendorong tercapainya tujuan nasional pendidikan kita.
Terkadang kita sebagai sebuah bangsa sangat reaktif dalam menghadapi sebuah situasi. Kurikulum merdeka baru saja diresmikan tahun 2022 sudah diperdebatkan secara pro dan kontra. Sehingga akhirnya memunculkan klaim berdasarkan situasi yang dialami masing-masing.Â
Berhasil atau tidak berhasil hanya diukur dalam konteks sekolah masing-masing. Tidak pada cakupan yang lebih luas. Mengingat wilayah Indonesia ini sangat luas dan terbentang dari Sabang sampai Merauke. Luas wilayahnya juga dengan tingkat kesenjangan yang luar biasa.
Terlepas dari benar tidaknya statement yang disampaikan narasumber di atas, tentu kita sepakat bahwa untuk menguasai seluk beluk sebuah kurikulum membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Entah itu tujuh tahun, lima tahun atau bahkan berapa lama pastinya guru membutuhkan waktu.Â
Setiap guru dan satuan pendidikan tentu berbeda kecepatan dalam penguasan kurikulum. Guru dan sekolah yang berada pada pada ekosistem pendidikan kondusif tentu akan lebih cepat menguasai sebuah kurikulum. Demikian pula sebaliknya. Kembali lagi karena tingkat kesenjangan dalam dunia pendidikan kita begitu kentara.