Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Guru Jaman Now: Dekadensi Moral Siswa Vs Penanaman Pendidikan Karakter

13 Maret 2023   13:36 Diperbarui: 13 Maret 2023   13:44 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru menegur siswa | Dokpri

Saya agak terkejut dan mengernyitkan dahi saat menonton video yang diunggah oleh salah satu akun tiktok dimana dalam unggahan tersebut diberitakan bahwa ada seorang guru SD di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo rambutnya dicukur paksa oleh orangtua siswa karena orangtua tersebut tidak terima sang guru mencukur rambut anaknya. Padahal sang guru mencukur rambut siswa karena rambut siswanya sudah terlalu panjang dan perlu dirapikan. Terjadi juga penganiayaan dilakukan oleh salah seorang siswa SMA di Kupang Nusa Tenggara Timur terhadap salah seorang guru perempuan hanya karena ditegur saat pembelajaran berlangsung kemudian siswa tersebut menonjok wajah sang guru sampai berdarah. Tidak kalah menghebohkan adalah beberapa waktu lalu ratusan siswa di Kabupaten Ponorogo mengajukan dispensasi nikah lantaran hamil duluan.

Peristiwa dan kejadian di atas adalah sedikit potret buram mirisnya moral dan rumitnya problem dunia pendidikan kita. Di saat dunia pendidikan kita tengah berbenah dengan kurikulum merdeka yang lebih mengutamakan pendidikan karakter dengan penguatan profil pelajar pancasilanya ternyata dekadensi moral siswa sudah terjadi dimana-mana. Istilah dekadensi berasal dari bahasa latin decadere berarti jatuh turun atau mundur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata dekadensi berarti kemerosotan (tentang akhlak) atau kemunduran (tentang seni, sastra). Sedangkan moral berarti  (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Sehingga menurut Ramdani (2020 : 16) dekadensi moral dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk kemunduran atau kemunduran kepribadian, sikap, etika dan moralitas seseorang.

Jaman sudah semakin maju teknologi berkembang dengan pesatnya. Anak-anak kita dapat mengakses berbagai informasi dari manapun dengan mudah. Dan tidak setiap informasi yang berserakan di internet membawa muatan positif, tak jarang banyak pula muatan negatif di dalamnya. Fenomena kemerosotan moral dan penyimpangan-penyimpangan sosial di dunia pendidikan agaknya memang harus menjadi perhatian bersama dan jangan dianggap remeh. Guru dan orang tua mempunyai tugas dan kewajiban lebih berat untuk menanamkan pendidikan karakter dan menegakkan kedisiplinan kepada anak-anak. Sekolah memang idealnya dibentuk sebagai miniatur dari lingkungan sosial yang ada di masyarakat. Nilai-nilai yang ada dan berlaku di tengah masyarakat ditanamkan dan dibentuk di sekolah. Namun agaknya perlu adanya penyamaan persepsi serta visi misi antara pihak sekolah dengan masyarakatnya. Agar tidak terjadi sebuah kesalahpahaman dalam tujuan yang sejatinya sama dan mulia : untuk membentuk karakter baik pada anak. Guru dalam hal ini terkadang menemui situasi dan kondisi sulit juga dilematis. Di satu sisi seorang guru harus menanamkan pendidikan karakter dan nilai-nilai kedisiplinan terhadap anak, tetapi di sisi lain orang tua dan masyarakat tidak jarang berpandangan lain. Ambil contoh kasus di Gorontalo tadi. Terlihat ada miskonsepsi antara pihak sekolah dalam hal ini guru dan orang tua siswa. Belum lagi banyaknya kasus dialami oleh guru karena berusaha mendisiplinkan siswa malah berujung dengan laporan polisi dan gugatan hukum. Menjadi guru di jaman sekarang memang harus banyak bersabar dan memperbanyak literasi khususnya menyangkut tata aturan hukum.

Bukankah menurut Ki Hajar Dewantara sang begawan pendidikan Indonesia dalam ajarannya "Tripusat Pendidikan" dikatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama di lingkungan keluarga oleh orangtua, di lingkungan sekolah oleh guru dan di lingkungan masyarakat oleh anggota masyarakat itu sendiri? Guru tidak akan dapat berdiri sendiri dalam hal mendidik siswa tanpa bantuan dari orangtua dan dukungan dari lingkungan masyarakat yang kondusif dan positif. Karena sebagian besar waktu siswa dihabiskan bersama orang tua dan berada di tengah lingkungan masyarakat. Artinya sebetulnya siswa lebih banyak "belajar" dari orang tua dan lingkungan masyarakatnya. Siswa berinteraksi di lingkungan sekolah umumnya antara 7 sampai dengan 8 jam per hari sisanya dihabiskan di rumah dan di tengah masyarakat.

Jadi memang perlu kiranya kerjasama yang bagus dan solid antara pihak guru dengan orangtua dan masyarakat. Jika ketiga komponen tersebut mampu menciptakan iklim pendidikan yang kondusif maka percayalah kelak di kemudian hari anak-anak kita akan terbentuk menjadi generasi unggul. Bukan hanya unggul prestasi dan kecerdasannya tetapi lebih dari itu akan unggul pula moral, akhlak dan budi pekertinya. Sehingga fenomena dekadensi moral yang saat ini marak terjadi pada siswa siswi kita akan bisa berkurang dan terus berkurang di kemudian hari. Dunia pendidikan kita memang begitu kompleks masalahnya. Tetapi seperti kata orang bijak : dari pada kita mengutuk kegelapan akan lebih baik jika kita menyalakan lilin. Daripada kita hanya mengeluh dan berputus asa lebih baik kita tumbuhkan semangat optimisme agar pendidikan lebih maju kedepannya. Jaya terus guru Indonesia. Tetap semangat mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun