[caption id="attachment_200846" align="alignleft" width="150" caption="Gita Wirjawan (photo by world economic forum/Ms. Sikarin Thanachaiary)"][/caption]
Cara Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), memasarkan Indonesia sangat menarik. Berbeda dengan para pejabat negara lainnya, yang biasanya berpidato dengan sekedar membaca tanpa jiwa draft pidato yang dibuat stafnya, retorik dan ‘berbunga-bunga’, dia lebih membumi. Tidak menjanjikan sesuatu berlebihan. Dia tahu realita, dia tahu sekarang bukan lagi jamannya membual dengan seribu janji.
  Dia cenderung ingin memberikan rasa optimisme secara proporsional dan wajar. Dia berdialog, tidak berpidato, dalam memberikan gambaran kenyataan di Indonesia. Dengan begitu, semua risiko yang ada di Indonesia dapat dilihat lebih jelas, lebih terukur dan juga tidak dinilai berlebihan.
Sebagai ketua BKPM, jelas tugas utamanya adalah meningkatkan investasi di Indonesia, baik dari investor asing maupun investor lokal. Yang penting investasi naik agar banyak proyek dikerjakan dan pabrik didirikan sehingga menyerap tenaga kerja. Semua tahu, investasi adalah kunci pembangunan sebuah ekonomi negara. Dengan investasi yang konkrit dan memadai, ekonomi akan dapat tumbuh cukup tinggi berkesinambungan, tanpa harus diikuti kenaikan harga (inflasi) yang tinggi.
Kesan tadi saya peroleh ketika menyaksikan bagaimana Gita Wirjawan berdialog dengan para pengusaha dari berbagai negara yang tertarik berinvestasi di Indonesia, dalam acara West Java Investment Expo di Bandung beberapa waktu lalu. Para pengusaha tersebut, yang tergabung dalam Indonesian Business Center (IBC) yang bermarkas di Singapore berkunjung ke Jawa Barat untuk melihat realitas situasi dan peluang bisnis di Jawa Barat.
Tanpa teks dia menyampaikan gambaran situasi perekonomian, birokrasi di Indonesia dan program-program BKPM secara taktis. Dia juga menjawab pertanyaan-pertanyaan para pengusaha manca negara dengan tangkas. Dia tidak menjanjikan bahwa berbagai hambatan berinvestasi di Indonesia akan selesai dengan cepat, namun dia menunjukkan berbagai perubahan riil yang meski relatif kecil, namun terlihat dan terasa. Dia menyatakan bahwa program ‘one-stop-shop’ yang diusung BKPM untuk memangkas birokrasi dan mengurangi peluang korupsi atau pungli dalam urusan investasi, yang dilaksanakan secara bertahap bukanlah obat yang ‘ces pleng’ untuk semua jenis penyakit (bukan ‘panacea’). Program tersebut hanyalah satu langkah kecil namun benar-benar telah dilaksanakan untuk memangkas biaya berinvestasi. Tujuh propinsi telah ditetapkan sebagai ajang uji coba. Jelas harus memperoleh dukungan berbagai pihak, berbagai departemen agar mimpi Gita Wirjawan untuk menjadikan semua urusan terkait investasi tidak lagi melalui jalur panjang birokrasi, tidak lagi melalui berpuluh meja di bebagai departemen dan pemerintah daerah terwujud.
Gaya bicara dan penampilannya menutupi kekurangan ruang perteman yang ala kadarnya untuk ukuran saat ini dan dengan event organizer yang juga amatiran. Berkomunkasi bahasa Inggris jelas bukan masalah baginya karena bersekolah dan besar di manca negara. Dia memiliki modal yang lebih dari cukup untuk posisinya saat ini. Selain lulusan Harvard University, dia juga pernah berkarir di Citibank, Goldman Sach dan JP Morgan. Latar belakang pendidikan di bidang music jazz dan matematika bisnis di Amerika Serikat juga memberikan keseimbangan prima dalam mendukung karakternya. Jelas, tak banyak anak bangsa yang memiliki modal seperti ini.
 ‘We are not trying to oversell Indonesia’ adalah strategi pemasarannya, sebagaimana diutarakan dalam interview dengan the Wall Street Journal edisi 25 April 2010 - ’For Indonesia, Pitching Positive Realism’ . Hal yang seringkali tidak disadari dan tidak banyak dimiliki pejabat negara lain. Bisa jadi ini dipengaruhi oleh pengalamannya sebagai investment banker yang menuntut hasil kerja yang konkrit dan terukur dengan jelas. Strategi yang rasanya paling pas untuk mendatangkan investasi yang dalam beberapa tahun ini sebatas sebagai ajang kampanye, bahan seminar, bahan polemik politisi dan bahan diskusi di ruang rapat.
Baginya, satu progam kerja yang benar-benar terlaksana jauh lebih baik untuk membangun negeri, dari pada seribu program dijanjikan. Think big, do small and do it now adalah motto-nya. Yang dia harapkan tidak muluk-muluk. Ibaratnya dana investasi senilai satu dollarpun berarti asal konkrit dan datang dari pihak terpercaya, karena dengan begitu milyaran dollar akan datang. Apalagi dalam situasi dunia yang masih carut marut akibat krisis global baru lalu, yang membuat alternatif berinvestasi di dunia menciut. Asia, termasuk Indonesia jelas akan semakin dilirik walau selama ini kurang dikenal. Yang dibutuhkan hanyalah memberikan gambaran yang lebih nyata untuk meyakinkan. Mereka jelas tidak butuh angka-angka statistik semata. Yang lebih penting adalah makna dibalik angka-angka tersebut dan ‘sense’ dari para pemangku kuasa dan pengelola negeri ini.
Terus terang baru sekali ini saya benar-benar memperhatikan sesi ‘pidato’ seorang pejabat negeri ini. Ada kesan mendalam dan sensasi tersendiri mendengarnya. Caranya berkomunikasi menunjukkan dia sangat mengerti dengan bagaimana seharusnya bicara dan meyakinkan para pemilik modal.
Rasanya tak berlebihan mengatakan negara ini perlu orang muda seperti dia, yang benar-benar tahu permasalahan dan tahu cara bekerja untuk mengatasinya. Tentu butuh waktu dan dukungan untuknya bekerja. Tak berlebihan juga rasanya mengatakan bahwa apapun faham ekonominya, apapun partainya, siapapun presidennya, kita butuh orang seperti dia.
Apalagi materi bukanlah hal yang dia kejar dari posisi yang didudukinya saat ini. Dia ternyata juga sangat menaruh perhatian pada pendidikan anak bangsa, melalui Ancora Foundation yang didirikannya yang antara lain untuk memberikan beasiswa anak bangsa kuliah ke berbagai universitas terkemuka di dunia.
Semoga dia bisa mereformasi BKPM dan membantu mewujudkan pertumbuhan investasi di Indonesia paling tidak menjadi di atas 12% setahun, agar perekonomian bisa tumbuh di atas 7% dalam beberapa tahun mendatang secara terus-menerus. Agar pertumbuhan ekonomi tinggi negeri ini tidak lagi sebatas mimpi dan janji lima tahunan sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H