Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

'BB' untuk Indonesia

12 Maret 2010   19:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pada hari Jum'at tanggal 12 Maret 2010 Indonesia naik kelas. Begitulah kira-kira makna dibalik naiknya peringkat utang dalam valuta asing (sovereign debt rating) pemerintah Indonesia dari Standard and Poor's (S & P) dari semula BB minus (BB -) menjadi BB polos dengan outlook positif. BB di sini tentunya bukan singkatan blackberry, gadget yang tengah naik daun saat ini. Melainkan suatu kode yang mencerminkan nilai atas kredibilitas pihak yang mengeluarkan suatu surat utang atau obligasi.

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi photo: www.time.com "][/caption]

Naiknya peringkat tertinggi di mata S&P, salah satu lembaga rating dunia yang seringkali dijadikan rujukan para investor asing ini terjadi setelah dua belas tahun lamanya.  S&P termasuk lembaga rating yang paling pelit dalam memberikan peringkat Indonesia. Meski demikian, dengan peringkat ini Indonesia masih dua level dibawah kategori peringkat investasi (investment grade). Dengan peringkat ini maka Indonesia sejajar dengan Turkey dan Jordania (Bloomberg, 12 Maret 2010).

Naiknya rating Indonesia dari S&P ini melengkapi peningkatan rating yang sudah dilakukan dua lembaga rating lainnya, yaitu Moody's dan Fitch. Bahkan kedua lembaga pemeringkat ini memberikan rating yang lebih tinggi dari yang diberikan S&P hari ini. Moody's telah menaikkan rating Indonesia menjadi Ba2 sejak September tahun lalu. Sementara Fitch juga menaikkan rating Indonesia menjadi BB plus (BB +) tanggal 25 Februari 2010 lalu, yang berarti satu level di bawah investment grade.

Naiknya peringkat Indonesia ini jelas merupakan hal yang menggembirakan karena mencerminkan penilaian terhadap kondisi fundamental perekonomian Indonesia dan kebijakan yang diambil para penyelenggara negara. Menjadi pelipur lara mengingat beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 8 Maret 2010 lalu Indonesia justru dinobatkan sebagai negara terkorup di kawasan Asia Pasifik oleh PERC, sebuah lembaga konsultan di bidang risiko politik dan ekonomi yang bermarkas di Hong Kong (lihat: Indonesia negara terkorup?)

Salah satu alas an dinaikkannya peringkat oleh S&P adalah karena perekonomian Indonesia dinilai terus membaik dan kebijakan ekonomi juga dalam jalur yang benar. Indonesia juga dinilai sebagai negara yang terbukti berhasil melewati krisis hebat yang baru saja terjadi dengan baik. Meski untuk yang terakhir ini justru sebagian politisi dan masyarakat di dalam negeri menilai bahwa salah satu kebijakan penanganan pencegahan dampak krisis yang lebih luas melalui bail-out bank Century dinilai sebagai hal yang tidak tepat, bahkan koruptif. Pandangan yang akhirnya memunculkan kehebohan Pansus Century, sebuah proses cukup menghebohkan yang oleh survey PERC justru dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya pemberantasan korupsi dari pemerintah oleh sebagian kalangan yang merasa terancam kepentingannya sehingga Indonesia digolongkan sebagai negara terkorup tadi.

Kembali ke masalah rating tadi. Dengan diberikannya prospek positif menyertai naiknya peringkat Indonesia ke BB, berarti potensi untuk memperoleh kenaikan peringkat dalam beberapa waktu ke depan dinilai cukup besar. Bahkan Sri Mulyani, Menteri Keuangan optimis bahwa dalam jangka waktu kurang dari dua tahun Indonesia dapat memperoleh kembali peringkat investasi sebagaimana dilansir the Jakarta globe tanggal 10 Maret lalu. Hal senada juga pernah disampaikan oleh salah satu Deputi Gubernur BI, Budi Mulya dalam wawancara dengan Reuters tanggal 4 Februari 2010.

Bagaimanapun hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Yang pasti, dengan naiknya peringkat Indonesia maka biaya utang Pemerintah akan lebih murah. Demikian pula bila perusahaan-perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi di luar negeri meskipun dalam hal ini tetaplah kondisi masing-masing perusahaan yang akan menentukan. Meski demikian, dampak naiknya rating Indonesia oleh S&P kali ini belum tentu tercermin pada penurunan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia dalam waktu dekat secara signifikan. Selain karena hal ini sudah menjadi ‘spekulasi' para pelaku pasar sejak beberapa waktu lalu, sehingga sudah diperhitungkan oleh mereka selama ini (sudah di priced in) juga karena situasi perekonomian global masih labil.

Lembaga pemeringkat semacam S&P, Moody's maupun Fitch memang sudah menjadi bagian penting di pasar keuangan dan perekonomian secara global. Meski lembaga-lembaga rating ini pernah jatuh kredibilitasnya sewaktu dinilai tak mampu menilai risiko yang melekat pada produk-produk derivative atau structured product sebagaimana yang banyak dilakukan oleh lembaga keuangan raksasa seperti Lehman Brothers yang akhirnya bangkrut pada September 2008 lalu.  Hal yang kemudian memunculkan isu perlunya ada pihak yang memonitor kualitas asesmen lembaga-lembaga pemeringkat tersebut.

Sekedar kilas balik, lembaga pemeringkat dimulai sejak jaman cowboy di Amerika Serikat. Palingtidak sejak tahun 1909 ketika John Moody memulai sebagai analis keuangan pertama yang mengeluarkan rating terhadap obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan pembuat jalan kereta api. Surat asesmen yang memudahkan dan menjadi rujukan bagi investor yang akan memberikan pinjaman dengan membeli obligasi perusahaan pembuat jalan kereta api tersebut. Hal ini kemudian diikuti oleh Poor's Publishing, yang kemudian dikenal sebagai S&P di tahun 1916 dan Fitch di tahun 1924. Peran lembaga rating swasta ini kemudian semakin meningkat sejak tahun 1970an dan kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam industri keuangan hingga kini (‘A brief history of: Rating Agencies', Times, 19 Maret 2009).

Mudah-mudahan, di tengah masa transisi pencarian bentuk demokrasi negeri ini dan tarik-ulur ‘perang' melawan korupsi, semua kebijakan tetap dapat terwujudkan secara konsisten siapapun yang berkuasa dan menjabat. Dengan begitu, maka rakyat banyak sesungguhnyalah yang akan menikmati hasilnya. Semoga !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun