SIAPAKAH PENGARANG MAHABARATA
Siapa yang tak kenal Mahabarata. Sebuah epos yang mengisahkan tentang sebuah perang bersaudara di medan Kuruksethra antara Pandawa dan kurawa. Epos ini diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-4 sampai abad ke 14. Karya besar dari negeri tetangga ini telah diadopsi ke dalam karya sastra Indonesia setelah disesuaikan dengan kepribadian bangsa melalui local genius. Salah satu hasil contoh local genius yang Nampak adalah masalah poliandri. Dalam Mahabarata versi Indonesia, Drupadi dikisahkan sebagai istri dari pembarep Pandawa yakni Puntadewa atau Yudhistira, sedangkan menurut versi India drupadi dikisahkan menjadi istri semua keluarga Pandawa setelah berhasil memenangkan sayembara.
Banyak cara untuk menceritakan kisah-kisah dalam epos tersebut, lebih-lebih kepada anak-anak sebagai dongeng penghantar tidur. Dalam bentuknya yang sekarang ini epos Mahabarata menjadi lebih menarik tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga untuk orang dewasa. Karena kandung moral, filsafat, mitos, sejarah, kosmologi, legenda yang terdapat didalamnya disajikan dengan media yang sangat menarik, tidak hanya melalui dongeng penghantar tidur, tapi juga melalui media yang lain, misalnya, wayang kulit, wayang orang.
Menurut para ahli, karya ini menjadi besar seperti yang kita kenal saat ini, karena banyak cerita-cerita puitis, pujian ditambahkan didalamnya. Tidak hanya itu banyak pula atribut dan predikat yang ditujukan kepada pengarangnya, walaupun sebenarnya tambah-tambahan itu bukan karangannya sendiri, namun telah menjadi bagian pada epos tersebut dikemudian harinya. Sehingga karya ini menjadi enak untuk dinikmati dari jaman ke jaman.
Mahabarata tidak hanya dikenal dinegerinya sendiri, tapi juga besar dan terkenal didunia termasuk Indonesia. Dalam bentuknya seperti yang kita kenal saat ini, epos Mahabarata merupakan naskah yang lebih besar daripada kitab-kitab kuno yang ada pada saat itu. Menurut Prof. Heinrich Zimmer, epos Mahabarata lebih besar dari delapan kali Odyssey dan Illiad yang menceritakan perang Troya itu dijadikan satu.
MISTERI MAHABARATA
Siapa sangka dibalik kebesaran epos Mahabarata itu menyimpan sejumlah misteri. Siapakah pengarang cerita kepahlawanan yang fenomenal itu? Kontroversi tentang siapa pengarang epos besar itu sampai sekarang masih belum terkuak. Bhagawan Wyasa yang saat ini disebut-sebutsebagai pengarang-penyair epos tersebut kembali dipertanyakan. Benarkah Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair epos Mahabharata? Ada beberapa teori dan logika berfikir yang mempertanyakan keberadaan Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair Mahabharata.
Pertama, menurut anggapan kuno, Bhagawan Wyasa dikatakan pula sebagai penyusun kitab-kitab Weda, wedanta dan Purana. Dari sinilah sebenarnya awal dari sebuah kontrovensi. Mengapa? Sebab tenggat waktu lahirnya kitab-kitab Weda, Wedanta dan purana dengan Mahabharata begitu sangat jauh, kira-kira antara 300 tahun SM dan abad ke 4 sesudah Masehi.
Kedua, menurut naskah kuno Purana, ditemukan sebanyak 28 orang Wyasa Etimologi kata Wyasa itu adalah penyusunan atau pengatur. Dimungkinkan dalam hubungan artian inilah tiap penyusun, pencipta atau pengarang jaman dulu disebut Bhagawan Wyasa.
Lebih-lebih bila karya itu adalah sebuah karya yang fenomena sehingga wajar bial ia mendapat pujian. Disamping itu pada jaman dahulu sering dijum[ai hasil karya sastra anonim atau tanpa nama.
Ketiga, M.Winternitz – seorang sarjana kebudayaan kuno mengatakan bahwa epos Mahabharata tidak ditulis oleh seorang saja dan tidak dalam satu jaman. Lebih lanjut ia mengatakan, “Mahabharata bukanlah hanya merupakan suatu buku, melainkan suatu kesusastraan yang luas disusun dalam jangka waktu yang sangat lama”.
Pendapat ini dikuatkan dengan kenyataan-kenyataan dalam epos tersebut yang melukiskan kejadian, peristiwa, pokok persoalan, dan berbagai keterangan tentang keadaan masyarakat, pemerintah dan sebagainya yang terdapat dalam naskah-naskah kuno seperti Weda, Wedanta dan purana, jangka waktu kehadirannya berjarak cukup lama satu sama lainnya.
Ketika logika berfikir inilah yang membuat Bhagawan Wyasa sebagai pengarang=penyair Mahabharata sukar untuk dipertahankan. Namun demikian ada juga logika berfikir yang memperkuat keberadaan Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair Mahabharata.
Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata adalah anak dari Resi Palasara dengan Setyawati, gadis nelayan yang cantik atas perkawinan yang tidak sah. Ia dibesarkan di lingkungan kehidupan keagamaan dan kesusasteraan oleh ayahnya bukan ibunya. Setelah melahirkan setyawati itu dikatakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci dari sang Resi.
Penemuan Raja Santanu atas Setyawati di tepi hutan yang jatuh cinta kepadanya berakhir pada sebuah pernikahan. Santanu adalah datuk dari Dhristarasta dan Pandawa karenanya ia menjadi moyang dari Kurawa dan Pandawa. Atau dengan kata lain Santanu adalah datuk tidak resmi dari sata Kurawa dan Pandawa Lima. Ini berarti Wyasa masih kerabat dekat dengan Pandawa dan kurawa, yang masih menjadi actor penting dalam sebuah perang dahsyat di medan Kurukshetra. Dalam kaitan ilmiah Bhagawan Wyasa dapat kita pahami betapa dekatnya ia dengan kejadian dalam kisah pertempuran itu. Sehingga ia dapat melukiskan peristiwa-peristiwa dengan sangat jelas dan mengahrukan. Teristimewa lagi ia sendiri dalam satu dan lain hal dapat dikatakan selalu “ terlibat “ dalam peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan spiritualnya.
Kontrovensi tentang siapa pengarang-penyair Mahabharata mulai terkuak setelah para sarjana Kebudayaan kuno dan ahli kesusasteraan dari barat maupun timur, baik anggapan tradisional maupun pendapat modern semua setuju untuk mengatakan bahwa pengarang-penyair epos Mahabharata ini aslinya Wyasa. Secara lengkap ia disebut Khrisna Dwipayana Wyasa.
Soren Siorensen, misalnya menyimpulkan bahwa dalam epos ini dalam bentuk aslinya adalah sebuah saga, hasil ciptaan pemikiran seseorang, yang tidak mengandung kontradiksi, ulangan atau penyimpangan. Dengan jalan menyisihkan semua tambah-tambahan pada aslinya. Epos Mahabharata yang orisinil terdiri dari 7000 atau 8000 sloka.
Sementara A.Weber dan A. Ludwig, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan organik antara sumber-sumber, kitab-kitab Wedda dengan Materi epos tersebut.
( Disarikan dari : Pendit Nyoman S. 1980. MAHABARATA sebuah perang dahsyat di medan k
Kurukshetra Jakarta : Bahtara Karya Aksara )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI