Usai sudah hingar bingar gelaran kompetisi sepakbola di benua eropa. Chelsea sudah memenangi Liga Inggris. Di italia Juventus masih digdaya, tampil sebagai juara untuk ke enam kalinya secara beruntun. Di Prancis AS Monaco mengakhiri dominasi PSG dalam empat musim terakhir. Di tanah Jerman dominasi Munchen masih tak terbantahkan, juara untuk ke lima kalinya secara beruntun. Sementara di negeri matador, Real Madrid berhasil finish di atas musuh bebuyutannya Barcelona untuk mengangkat trofi La Liga. Yang paling hangat tentu saja keberhasilan Man United merebut trofi Eropa League pertama mereka. Kalaupun masih ada yang dinantikan, mungkin itu hanyalah final Liga Champions antara Real Madrid vs Juventus.
Media-media massa, baik dalam maupun luar negeri pun berbondong-bondong memberikan ulasan atas pencapaian klub ataupun pemain selama musim 2016-2017. Mulai dari pemain yang paling menentukan, pelatih yang tepat, sampai transfer flop pemain dibahas. Semacam kaledioskop akhir musim. Sementara bursa transfer musim panas belum secara resmi dibuka, berbagai rumor dan gosip tentang kepindahan pemain sudah banyak yang beredar.
Berita-berita itu seolah membuat kita lupa, bahwa sebentar lagi akan ada event empat tahunan di dunia sepakola yang biasa kita kena dengan istilah “piala dunia mini”. Yah, tidak lama lagi di Rusia akan dilangsungkan ajang turnamen Piala Konfederasi. Turnamen FIFA yang diikuti oleh enam juara masing-masing konfederasi ditambah juara piala dunia 2014 dan tuan rumah piala dunia 2018 itu akan diselenggarakan mulai tanggal 17 Juni sampai dengan 2 Juli 2017. Ajang ini akan diselenggarakan di empat kota, yaitu St Petersburg, Moskow, Kazan, dan Sochi.
Namun entah kenapa ajang ini sering terlupakan. Pengetahuan orang tentang ajang ini pun bisa dibilang sangat minim. Anda tentu belum tahu kalau Piala Konfederasi ini dulunya berawal dari turnamen sepakbola di Arab Saudi bernama King Fadh Cup? Lantas siapa juara bertahan Piala Konfederasi anda juga belum tentu tahu. Apalagi siapa yang pernah menjadi pemain terbaik atau peraih golden boot di turnamen ini. Dan yang paling penting, di lingkungan anda pasti juga sangat jarang atau bahkan tidak ada yang menyelenggarakan acara nonton bareng Piala Konfederasi.
Hal yang berbeda tentu saja akan terjadi kalau sedang digelar turnamen piala dunia ataupun piala eropa. Sekitaran tempat tinggal anda pasti akan banyak yang menyelenggarakan acara nonton bareng. Mulai dari fase penyisihan sampai partai final. Karena itu pasti anda juga akan ingat moment-moment apa yang pernah terjadi selama gelaran turnamen tersebut. Seperti kekalahan memalukan Brasil dari Jerman di piala dunia 2014 lalu, tandukan Zidane kepada Materazzi, gigitan Suarez pada Chiellini, sampai kejutan Yunani di Euro 2004 sekalipun anda pasti ingat.
Lantas apa menariknya turnamen ini? Tetap saja ada sisi menariknya. Meski sejauh ini juaranya masih tetap dipegang oleh negara-negara penguasa sepakbola seperti Brasil (4 gelar) dan Prancis (2) gelar, tapi setidaknya kita akan tahu bahwa nun jauh di pasifik sana ada juga gelaran turnamen sepakbola. Ya, mereka dari konfederasi Oseania mengirimkan satu wakilnya di ajang ini. Prestasi tertingginya pun hanya peringat ketiga, ketika itu Australia masih tergabung di zona ini dan pada tahun 2001 berhasil menjadi peringkat ke tiga. Selebihnya wakil dari konfederasi ini hanya sanggup menjadi pelengkap di turnamen ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H