Untuk pertama kalinya sejak musim 2004/2005, peraih penghargaan PFA player of the year bukan dari pemain yang mencetak banyak gol ataupun memberikan banyak assist. Untuk tahun ini, pemenang penghargaan pemain terbaik liga Inggris versi asosiasi pemain profesional itu adalah N'golo Kante.Â
Pemain yang musim lalu sukses mengantarkan Leicester City menjuarai liga premier untuk pertama kalinya itu sukses meraih PFA player of the year setelah unggul dalam pemilihan suara atas Eden Hazard, Ibrahimovic, Lukaku serta Harry Kane. Sebuah penghargaan yang sangat pantas mengingat penampilan gelandang asal Prancis itu dalam dua musim terakhir bisa dibilang sangat impresif.Â
Tanpa Kante, bisa saja cerita indah Leicester musim lalu tak akan pernah terjadi. Lihat saja bagaimana kondisi Leicester saat ini. Sebagai juara bertahan, masih keteteran di papan bawah adalah sebuah hal yang cukup memalukan. Tidak bisa dipungkiri, kehilangan sosok Kante yang menjadi tulang punggung lini tengah Leicester musim lalu adalah salah satu penyebab utama atas ketidakstabilan penampilan Leicester musim ini. Sebagai perbandingan saja, sampai pekan ke-34 liga Inggris musim lalu, Leicester baru kebobolan 36 gol. Sedangkan saat ini mereka sudah kebobolan 53 gol.
Tanpa Kante juga, ada kemungkinan Chelsea tidak akan nyaman duduk di puncak klasemen seperti saat ini. Memang, untuk urusan mencetak gol ataupun memberikan assist, Kante bukanlah yang terbaik. Lihat saja Diego Costa dan Hazard. Sejauh ini, Costa telah mencetak 19 gol dan enam assist. Sementara Hazard mencetak 15 gol dan lima assist.Â
Lantas Kante? hanya satu gol dan satu assist. Sedangkan kalau berbicara masalah kesuksesan tekel yang menjadi salah satu indikator kesuksesan seorang gelandang, Kante hanya mencatatkan rata-rata 3,4 tekel per pertandingan. Masih jauh lebih baik Idrisa Gueye dengan 4,4 tekel serta Henderson dengan 3,7 tekel.
Kemanapun bola mengalir pasti akan dia kejar. Seolah seluruh lapangan dia jelajahi. Karena itu, ketika sebuah tim ingin mencetak gol ke gawang Chelsea melalui suatu serangan terbuka, maka tembok pertama yang akan dihadapi adalah Kante. Dengan rata-rata 2,4 intersep per pertandingan, hal tersebut sudah menunjukkan kalau Kante adalah sosok yang cerdas dalam mengambil posisi. Akurasi umpannya pun tergolong bagus, yakni 89%.Â
Kante memang bukan sosok seperti Zidane, yang bisa menjadi ruh permainan timnya. Bukan pula sosok seperti Gerrard yang mampu menanggung semua beban kesebelasan di pundaknya sendiri. Akan tetapi sosok Kante lebih mirip dengan Claudio Makalele di Madrid, Roy Keane di MU, Viera di Arsenal, serta Hariono di Persib. Sosok yang tak kenal lelah dan selalu bekerja keras untuk timnya. Sosok yang mungkin saja bisa dengan mudah untuk dilupakan hanya karena tidak banyak mencetak gol ataupun memberiassist.
Tapi setidaknya, dengan adanya pemberian gelar PFAplayer of the year tahun ini kepada Kante, kita kembali diingatkan kalau pertahanan itu merupakan unsur yang tidak kalah penting dari penyerangan. Sebab di sepakbola modern seperti saat ini, permainan menyerang dan indah serta gol-gol menjadi hal yang utama. Kita seperti sudah lupa, bahwa berbekal pertahanan yang kokoh Italia bisa menjadi juara dunia di tahun 1982. Dengan pertahanan kokoh pula Inter Milan-nya Hereira merajai Eropa di tahun 60an. Dan untuk seorang pemain yang kembali mengingatkan kita tentang pentingnya menghargai pertahanan itu, tidak salah kalau kita kemudian memberikan gelar kepada Kante sebagai "Menteri Pertahanan" Chelsea. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H