Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dario Hubner, Rokok Tak Menghalanginya Jadi Raja Gol Italia

30 April 2017   03:17 Diperbarui: 1 Mei 2017   12:27 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : http://www.tuttocalciatori.net

Medio 2000an, para penggemar Seri A pasti hafal dengan sosok-sosok striker seperti David Trezeguet, Filippo Inzaghi, Christian Vieri, Shevchenko sampai Hernan Crespo. Kalau berbicara masalah gol, jelas tidak ketinggalan pula membahas Del Piero, Totti, serta Batistuta. Namun ada satu nama yang terlewatkan. Dia adalah Dario Hubner, pencetak gol terbanyak seri A musim 2001-2002 bersama Trezeguet dengan 24 gol. Sangat wajar nama Hubner tidak begitu dikenal, selain kalah pamor dengan Trezeguet, ia pun hanya bermain untuk klub papan tengah Piacenza. Lain cerita seandainya saja kala itu Hubner bermain untuk Milan atau Roma. 

Namun yang  lebih melegenda dari sosok Hubner bukan hanya kisahnya ketika menjadi capocanonieri saja. Adalah kebiasaanya merokok justru menjadi sisi ikonik pemain berdarah Italia ini yang akan selalu diingat oleh publik. Suatu hal yang tabu ketika melihat seorang atlet profesional merokok. 

Hubner merokok bukan tanpa alasan. Berbeda dari pemain sepakbola lainnya, Hubner bukanlah seorang  lulusan akademi klub manapun di Italia. Bahkan sampai pada usia 18 tahun, dirinya masih berkutat dengan pekerjaan kasar sebagai buruh. Di lingkungan itulah Hubner mengenal rokok. Seperti kaum pekerja pada umumnya, rokok menjadi obat pelepas kepenatan setelah seharian bekerja keras membanting tulang. Saat merokok itulah Hubner merasakan ketenangan. Kebiasaan merokoknya itupun berlanjut sampai ia benar-benar bergelut di dunia sepakbola. 

Yang lebih mencengangkan lagi, Hubner bisa habis 30 batang rokok perhari. Beruntungnya, tidak ada satu klub-pun yang pernah ia bela mempermasalahkan kebiasaan buruknya tersebut. Pasalnya, Hubner adalah seorang pekerja keras yang sangat profesional di lapangan. Koleksi golnya di berbagai tingkatan pyramida sepakbola Italia adalah buktinya.

source : http://sini-sassari.blogautore.repubblica.it
source : http://sini-sassari.blogautore.repubblica.it
Hubner mengawali karir sepakbolanya bersama klub seri D Piavigina di usia 20 tahun pada tahun 1987. Selama disana, ia memang hanya bisa mencetak 11 gol dari 30 penampilannya. Yang membuat klub lain tertarik kepada Hubner adalah daya juang serta gaya ngototnya ketika bermain. Setelah menyelesaikan kontraknya bersama Piavigina, pemain berjuluk bisonte (bison) ini pun naik kasta ke seri C setelah bergabung dengan  klub Fano dan Pergrocema. Bersama Fano, ia berhasil mencetak 25 gol dari 88 penampilannya. Berkat kerja kerasnya, di tahun 1992 Hubner berhasil naik tingkat lagi ke seri B bersama Cesena. Suatu hal yang luar biasa mengingat latar belakang Hubner yang merupakan buruh pekerja dapat naik tingkat dari seri D ke seri B dalam kurun waktu hanya 5 tahun.

Cesena adalah awal dari perjalanan panjang Hubner. Dari tahun 1992 sampai 1997, Hubner bermain dalam 166 pertandingan dan mencetak 74 gol. Kalau di rata-rata, berarti Hubner mencetak 0,45 gol per pertandingan. Ia pun sempat merasakan menjadi top skorer seri B dengan 22 gol. Menurut Hubner, bermain di Cesena adalah momen terindah dalam hidupnya. Karena dari Cesena-lah dunia mulai mengenal dirinya. Seorang buruh pekerja yang kemudian dikenal sebagai pesepakbola. 

Pada tahun 1997 di usianya yang sudah menginjak kepala 3, Hubner akhirnya bisa berlaga di kompetisi tertinggi di Italia, seri A bersama Brescia. Di Brescia ia berkolaborasi dengan Roberto Baggio dan Andrea Pirlo. Di laga debutnya di seri A, Hubner langsung mencetak gol. Tidak tanggung-tanggung, gawang yang dijebolnya adalah gawang Inter Milan yang ketika itu dikawal oleh Gianluca Pagluica. Dan aksinya itu dilakukan di Giuseppe Meazza, kandang Inter Milan. Sepekan kemudian, dirinya kembali menebar sensasi dengan mencetak hattrick ke gawang Sampdoria. Sampai tahun 2001, ia telah bermain dalam 129 pertandingan dan mencetak 75 gol bersama Brescia.

Pada tahun 2001 Hubner memutuskan untuk pindah ke Piacenza. Sebuah keputusan yang tepat, karena klub itu sangat membutuhkannya. Torehan 24 golnya musim itu mampu menyelamatkan Piacenza dari degradasi. Gelar capocanonieri pun disematkan kepadanya bersama dengan David Trezeguet dari Juventus. Sayangnya, usianya sudah menginjak 35 tahun ketika itu. Hal itulah yang kemudian menjadi pertimbangan Mr Trapp sehingga tidak membawanya ke Korea-Jepang 2002. Dua musim di Piacenza, Hubner mencatatkan 38 gol dari 60 penampilan.

Setelah meninggalkan Piacenza pada tahun 2003, Hubner lantas berpindah-pindah klub. Mulai dari Ancona, Perugia, dan terakhir di Montova. Kairnya pun di akhiri di Seri D, tempat dimana ia pertama kali mengenal sepakbola. Yang menarik dari perjalanan karir Hubner, tentu saja kebiasaan merokoknya. Fakta bahwa ia pernah ketahuan merokok di bench namun kondisi fisiknya tetap prima adalah dua sisi mata uang dalam kehidupan Hubner. Bisa jadi, seandainya saja Hubner tidak merokok, saat ini kita akan mengenal seorang pesepak bola yang berasal dari kaum pekerja bermain bersama klub papan atas seri A dan Timnas Italia. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun